Curhat Siswa SMA 8 Makassar USBN Pakai Android, Susah Login Hingga Soal Tidak Terbaca
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) tingkat SMA digelar enam hari berturut-turut, 19-27 Maret 2018.
Penulis: Sukmawati Ibrahim | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur, Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR--Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) tingkat SMA digelar enam hari berturut-turut, 19-27 Maret 2018.
Sejumlah siswa-siswi di beberapa sekolah di Makassar mengikuti USBN dengan menggunakan Android.
Hal tersebut terjadi karena komputer dan laptop sekolah tidak sebanyak jumlah siswa.
Salah satu sekolah yang menggunakan Android saat mengikuti USBN ialah SMAN 8 Makassar.
Sebanyak 270 siswa mengunduh aplikasi khusus USBN, Exambro terlebih dahulu di Play Store di ponsel masing-masing.
Namun penggunaan Android hanya di hari pertama saja karena ujian tidak berjalan mulus sesuai yang diharapkan.
Hal tersebut diungkapkan siswi kelas XII IPA 2 SMAN 8 Makassar, Rezki MJ.
"Hari pertama USBN pada 19 Maret itu seluruh siswa menggunakan Android saat ujian, baik untuk sesi pertama ataupun sesi kedua di delapan ruangan," katanya pada tribun-timur.com, Selasa (20/3/2018).
Menurut Rezki, USBN tidak berjalan lancar saat menggunakan Android.
"Susah login, terus soal-soalnya juga tidak terbacaki, sehingga yang bisa kami kerjakan hanya soal-soal essay saja. Untuk pilihan gandanya nanti hari lainnya jadi ditambahki harinya kalau di sekolahku," ujarnya.
Reski menambahkan, USBN hari pertama di SMAN 8 Makassar tergolong batal karena hanya essay saja yang dikerjakan. Soal lainnya harus menunggu hari lain.
"Sekarang di hari kedua pakai laptopmi semua, namun sayang ada juga kendalanya karena dari delapan ruangan yang ada hanya tiga ruangan yang jaringannya baik," jawabnya.
Rezki berharap pelaksanaan USBN di hari selanjutnya berjalan lancar tanpa hambatan lagi.
Sementara Nur Annafiya, mengatakan, pelaksanaan USBN ini memiliki banyak kendala.
"Fasilitas tidak memadai, laptopnya tidak sebanyak jumlah siswa. Ditambah lagi jaringan yang suka hilang-hilang sehingga kita ini para siswa yang ikut ujian menjadi tidak nyaman," ujarnya.
Nur Annafiya berharap pemerintah ataupun pihak sekolah menyiapkan dulu fasilitasnya sebelum memutuskan melaksanakan ujian berbasis komputer. (*)