CITIZEN REPORTER
Jurnalis Wajib Pro Perempuan dan Anak dalam Menulis Berita
Aliansi Jurnalis Independen kota Makassar melatih jurnalis dalam penulisan berita berperspektif perempuan dan anak
Penulis: CitizenReporter | Editor: Suryana Anas
Citizen reporter, Esa Ramadana, Peserta Pelatihan Penulisan Berita Berperspektif Perempuan dan Anak
Aliansi Jurnalis Independen kota Makassar melatih jurnalis dalam penulisan berita berperspektif perempuan dan anak di Kantor AJI, Jl Hertasning, Makassar, Sabtu (18/11/2017).
Panduan penulisan tersebut sebagai bentuk sosialisasi dan kampanye dalam mendukung penulisan berita terhadap perempuan dan anak.
"Jurnalis dalam menulis berita berkaitan dengan perempuan harus adil dalam pemberitaan. Penulis tak hanya melihat dari satu aspek. Tidak hanya melihat dari tampilan fisik," kata Fasilitator Muhammad Yunus.
Selain itu, ia pun menghimbau agar dalam penulisan berita anak, penulis diharapkan tidak cepat dalam mengambil keputusan. Dengan cepat menghakimi anak dan memberi label negatif ke anak.
"Anak-anak punya masa depan. Jangan dibunuh dengan pemberitaan," tambah Yunus.
Mengapa demikian? Karena perempuan dan anak punya hak asasi juga.
Tanya hanya itu, jurnalis juga dihimbau untuk patuh terhadap kode etik. Dengan tidak membuat tulisan diskriminatif.
"Jurnalis dalam menulis berita tentang perempuan dan anak wajib balance. Tidak bias gender," kata Penyusun Buku Panduan Jurnalis Berperspektif Perempuan dan Anak, Rahmat Hardiansyah.
Dalam buku halaman 67 dan 69 tersebut tercantum panduan kata yang disarankan dalam menulis berita tentang perempuan. Seperti rudapaksa atau diperkosa bukan bersenggama. Anak saja bukan anak haram.
Selain itu, jurnalis ditekankan untuk tidak memakai kata Janda dan Duda dalam penulisan berita.
"Istilah tersebut berkonotasi negatif, disarankan memakai orang tua tunggal, single parent, perempuan sudah cerai," kata Yunus.
Bentuk kampanye penulisan tersebut sebagai upaya mencapai paripurna dalam menulis berita perempuan dan anak.
"Kami mulai dari reporter. Dengan harapan setiap orang dapat pertahankan argumennya. Jurnalis punya kekuatan berargumen di redaksi," kata Rahmat. (*)