Kiper Persela Choirul Huda, Dokter Ini Ungkap Alat yang Seharusnya Dipakai Tim Medis saat Evakuasi
Dia membagikan informasi mengenai penatalaksanaan cedera kepala dan leher yang banyak terjadi dalam dunia olahraga.
TRIBUN-TIMUR.COM - Kiper Persela Choirul Huda, meninggal dunia pada laga Persela Lamongan vs Semen Padang di Lamongan, Minggu (15/10/2017) petang.
Kiper senior ini bertabrakan dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues, dan penyerang Semen Padang, Marcel Sacramento. Setelah insiden itu, Huda tak sadarkan diri alias pingsan.
Dokter Yudistiro Andri Nugroho, Spesialis Anastesi (Kepala unit Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Soegiri Lamongan) yang menangani Choirul Huda menjelaskan tentang penyebab meninggalnya kiper Persela tersebut.
Menurut Dokter Yudistiro, Choirul Huda mengalami trauma benturan dengan sesama pemain, sehingga terjadi apa yang kita sebut henti nafas dan henti jantung.
Tim medis yang berada di Stadion Surajaya sudah melakukan penanganan pembebasan jalan nafas dengan bantuan nafas dengan benar, kemudian dirujuk ke UGD Dr. Soegiri.
Ketika berada di ambulance, Choirul Huda juga ditangani secara medis untuk bantuan nafas maupun untuk penanganan henti jantung.
Sementara itu, Andhika Raspati, membagikan informasi mengenai penatalaksanaan cedera kepala dan leher yang banyak terjadi dalam dunia olahraga. Juga alat yang seharusnya selalu ada dalam perlengkapan petugas medis di lapangan.
Hal tersebut ia posting dalam akun instagram pribadinya.
Berikut isi postingannya:
Dunia Sepakbola Indonesia kembali kehilangan pemainnya. Kali ini Choirul Huda, Kiper Legendaris Persela Lamongan, yang harus meninggalkan kita setelah berbenturan dengan rekan setimnya kala bertanding hari Minggu (15/10) lalu.
Saya tidak bermaksud untuk menyalahkan siapapun dengan tulisan ini. Tidak pula bermaksud menggurui. Hanya sekedar sedikit sharing mengenai penatalaksanaan cedera kepala dan leher yang banyak terjadi dalam dunia olahraga.
Prinsip dari penanganan cedera di lapangan adalah pemeriksaan dan penatalaksanaan Jalan Nafas-Pernafasan-Nadi (Airway-Breathing-Circulati terlebih dulu. Bila ketiga hal tersebut aman, selanjutnya kita harus melihat kemungkinan apakah terjadi cedera kepala, leher, dan/atau tulang belakang sebelum memindahkan pasien ke tempat yang lebih kondusif.
Mengapa kita harus memikirkan cedera tersebut? Karena bila pasien DIDUGA (tidak harus dipastikan terlebih dahulu) mengalami cedera kepala, leher, dan/atau tulang belakang, maka kita harus SANGAT berhati-hati dalam memindahkan tubuh pasien.
Kita harus meminimalisasi terjadinya perubahan posisi kepala, leher, dan tulang belakangnya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut pada struktur tulang atau jaringan syaraf di kepala-leher-tulang belakang yang justru dapat meperburuk kondisi pasien.
Salah satu alat yg dapat kita gunakan untuk hal tersebut adalah Cervical Collar. Cervical Collar digunakan agar tidak terjadi pergerakan pada leher saat petugas medis mengevakuasi pasien dengan kecurigaan (atau sudah jelas) cedera kepala-leher.
Dengan demikian, risiko kecacatan atau kematian pada pasien tersebut dapat menurun. Alat ini relatif murah, mudah didapat, dan mudah digunakan, sehingga sudah selayaknya selalu tersedia dalam perlengkapan petugas medis di lapangan.
Semoga kita dapat memetik hikmah dari kejadian ini.
Cervical Collar sendiri memiliki beragam jenis. Harganya pun variatif.
Banyak toko online yang memperjualbelikan alat tersebut. Dari hasil browsing di internet, harga alat tersebut mulai Rp 150 ribu hingga jutaan rupiah. (*)