Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Terbukti Disuap Anak Buah Rp 2 Miliar, Divonis 11 Tahun, Bupati Cantik Ini Nangis di Tahanan

Majelis hakim menyebut terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut serta melanggar pasal 12A

Editor: Mansur AM
TRIBUNNEWS/HERUDIN
TRIBUNNEWS/HERUDIN Bupati Klaten Sri Hartini tiba di kantor KPK, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Rabu (12/4/2017). Sri Hartini diperiksa terkait kasus dugaan suap promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Kabupaten Klaten. 

TRIBUN-TIMUR.COM – Sungguh apes nasib bupati perempuan ini. Belum cukup setahun menjabat sebagai bupati, kini sudah divonis penjara 11 tahun dalam perkara kasus suap.

( Baca: INFO CPNS 2017 TERBARU - Menpan RB Rilis 10 Instansi Ini Dibanjiri Pelamar )

Dilantik Februari 2016, Bupati Klaten Sri Hartini ditangkap tangan KPK menerima suap dari anak buah, akhir Desember 2016. Nyaris sembilan bulan di tahanan KPK, kini menunggu vonis tetap majelis hakim.

Terdakwa kasus suap dan gratifikasi Bupati Klaten non aktif Sri Hartini (55) hanya bersandar kursi pesakitan saat mendengarkan vonis di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (20/9/2017).

( Baca: Selamat! Timnas U-16 Pimpin Klasemen, Selangkah Lagi Lolos ke Piala Asia 2018 )

" Terdakwa dikenakan hukuman selama 11 tahun penjara dan dikenakan dengan pidana denda sebesar Rp 900 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti dengan pindana kurungan selama sepuluh bulan," tutur ketua majelis hakim Antonius Widjayanto, didampingi Hakim anggota Sininta Y Sibarani, dan Agoes Prijadi dilansir Tribun Jateng.

Majelis hakim menyebut terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut serta melanggar pasal 12A, UU No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 Jo pasal 64 ayat 1 KUH Pidana.

Selain itu terkdawa juga dijerat Pasal 12 huruf B UU No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang pasal 65 KUH Pidana.

Bupati Klaten Sri Hartini
Bupati Klaten Sri Hartini (tribunjogja/padhangpranoto)

Dalam sidang itu terungkap hal yang memberatkan terdakwa yakni perbuatannya masuk dalam tindak pidana korupsi merupakan hal yang harus diberantas.

Hal yang meringankan adalah terdakwa sudah memiliki keluarga, dan belum pernah dipidana.

Setelah vonis dijatuhkan, majelis hakim menawarkan banding kepada terdakwa maupun jaksa penuntut umum.

Namun kedua belah pihak memilih untuk pikir-pikir atas vonis majelis hakim.

" Kami pikir-pikir majelis hakim, " ujar terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum.

Setelah mendengarkan pernyataan hakim, terdakwa bergegas menuju ruang tahanan Pengadilan Tipikor.

Terlihat Sri Hartini menangis di ruangan tersebut.

Nilai Vonis Tak Adil

Penasihat hukum Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini menilai putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang bagi kliennya tidak adil.

Terdakwa suap dan gratifikasi itu dijatuhi hukuman penjara 11 tahun dan denda Rp 900 juta, Rabu (20/9/2017).

Pengacara Deddy Suwadi menyatakan keberatan atas putusan tersebut.

Dia menilai hakim tak mempertimbangkan yang telah disampaikan dalam persidangan.

"Fakta-fakta itu merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi selama ini (di Klaten)," ujar Deddy seusai sidang vonis.

Dia menegaskan kliennya tidak pernah punya niat jahat menghilangkan barang bukti atau menyembunyikan sesuatu.

Selama ini Sri Hartini terbuka memaparkan yang telah dilakukannya.

"Keluguan dan apa adanya yang dilakukan klien kami ini semestinya jadi bahan pertimbangan. Sesuai yang dikatakan Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) bahwa di seluruh Indonesia kasusnya sama terjadi," tuturnya.

Deddy kembali mengutip pleidoi bahwa dalam persidangan saksi mengaku mendengar ada rumor kliennya tak akan menjabat sampai setahun.

Hal ini disebabkan ada pihak-pihak yang ingin melengserkan terdakwa.

"Faktanya seperti itu. Ada pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi dan tradisi yang sudah terjadi di Klaten," terangnya.

Dia mengakui vonis yang dijatuhkan hakim lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa selama 12 tahun.

Namun, putusan tersebut dianggap tidak sebanding dengan rata-rata hukuman kasus serupa, di bawah 10 tahun.

" Jika hukuman ini dianggap peringatan hukuman bagi yang lain mungkin menerima. Biarlah terdakwa menjalani hukuman itu," katanya.

Pengacara lain, Yanto Siregar, mengatakan hukuman bagi kliennya ini sangat berat.

Sebab, ada tersangka lain dalam pengungkapan kasus tersebut.

"Sehingga ada perbuatan yang seharusnya menjadi pertanggungjawaban pihak lain, seolah-olah dibebankan kepada klien kami. Kami rasa tidak adil hukuman ini," terang Yanto.

Terima Suap Mutasi Jabatan dari Anak Buah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Klaten Sri Hartini di Klaten, Jawa Tengah 30 Desember 2016 lalu.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengungkapkan kronologi penangkapan tersebut dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (31/12/2016).

Ada total 8 orang yang ditangkap dalam OTT ini. Delapan orang tersebut adalah SHT (Sri Hartini), empat orang pegawai negeri sipil yakni SUL (Suramlan), NP (Nina Puspitarini), BT (Bambang Teguh), dan SLT (Slamet), PW (Panca Wardhana) selaku pegawai honorer, SKN (Sukarno) dari swasta, dan SNS (Sunarso) dari swasta.

Menurut Laode, operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten diawali adanya laporan dari masyarakat yang mencium adanya praktik KKN di lingkungan kantor Bupati.

Penyidik KPK kemudian menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut setelah mendapati sebuah kode mencurigakan dari transaksi dugaan suap tersebut.

Berikut kronologi penangkapan:

Pukul 10.30 WIB, petugas KPK mengamankan Sukarno di rumah di Jalan Pucuk dan mengamankan uang sekitar Rp 80 juta.

Pukul 10.45 WIB, penyidik bergerak menuju rumah dinas Bupati Klaten dan mengamankan tujuh orang yaitu SHT, SUL, NP, BT, SLT, PW, dan SNS dari rumah dinas.

Petugas juga mengamankan uang sekitar Rp 2 miliar dalam pecahan rupiah dan valuta asing sejumlah 5.700 dollar AS dan 2.035 dollar Singapura.

Penyidik juga mengamankan buku catatan penerimaan uang tangan dari tangan Nina Puspitarini.

Dalam penelusuran diperoleh istilah ada kode uang itu adalah 'uang syukuran' terkait indikasi pemberian suap untuk mendapatkan posisi-posisi tertentu di Kabupaten Klaten.

Pemberian ini berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan terkait pengisian organisasi dan tata kerja organisasi perangkat darah yang diamanatkan PP 18/2016 tentang Perangkat Daerah.

KPK juga sempat mengamankan Andy Purnomo, putra Hartini yang juga anggota DPRD Klaten. Namun, keterlibatan Andy Purnomo belum bisa diungkap saat ini dan penyidik masih mengumpulkan informasi.

Setelah delapan orang diamankan, penyidik melakukan pemeriksaan awal di Polda DIY.

Pukul 23.00 WIB, tim bersama delapan orang tersebut tiba di Gedung KPK Jakarta dan setelah pemeriksaan tim menetapkan dua orang tersangka.

Bupati Klaten Sri Hartini tiba di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/12/2016) malam sekitar pukul 23.00 WIB setelah ditagkap petugas KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT).(TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Tersangka penerima suap Bupati Klaten Sri Hartati yang disangkakan pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sementara tersangka pemberi suap adalah Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten Suramlan dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a dan atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved