Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ini Puisi yang Dibacakan Wapres JK untuk Ibu Mufidah, 'Keras Perjuanganku Demi Menatapmu'

Dalam kesempatan tersebut Jusuf Kalla tampak romantis kepada Ida, sapaan Mufidah. Ia membacakan puisi untuk istri tercintanya.

Editor: Anita Kusuma Wardana
KOMPAS.COM
Mufidah dan Jusuf Kalla 

TRIBUN-TIMUR.COM-Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama Mufidah Kalla merayakan ulang tahun pernikahan emas mereka di Hotel The Dharmawangsa, Jl Brawijaya, Jakarta Pusat, Minggu (28/8/2017).

Acara tersebut turut dihadiri Presiden Joko Widodo dan ibu negara Iriana. 

Dalam kesempatan tersebut Jusuf Kalla tampak romantis kepada Ida, sapaan Mufidah. Ia membacakan puisi untuk istri tercintanya.

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dan istrinya Hajjah Mufidah menikmati pesona alam di Puncak Lolai, Desa Benteng Mamulullu, Kecamatan Kapalapiut, Toraja Utara, Senin (23/1/2017) pagi.
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dan istrinya Hajjah Mufidah menikmati pesona alam di Puncak Lolai, Desa Benteng Mamulullu, Kecamatan Kapalapiut, Toraja Utara, Senin (23/1/2017) pagi. (yultin/tribuntoraja.com)

Berikut petikan puisi Jusuf Kalla kepada Mufidah Kalla:

Setengah Abad yang Indah

Di hari minggu yang sama setengah abad yang lalu, kita duduk bersanding dengan penuh bahagia. di aula hotel negara, Makassar yang pada waktu itu cukup terpandang. Sekarang sudah bubar itu hotel.

Setelah paginya akad nikah di rumah, yang dipenuhi para keluarga, itu hari terindah dalam hidupku. aku pertama kali melihatmu, waktu kita di SMA. Kita bersebelahan kelas. Karena kau adik kelasku. Aku terpesona dengan kesederhanaanmu. walaupun kau sempat takut tak peduli padaku. Aku menyukaimu pada detik pertama aku melihatmu.

Tujuh tahun lamanya aku berusaha untuk mendekati dan meyakinkanmu. Tapi engkau seperti jinak jinak merpati. sama dengan nama jalan di depan rumahmu. Antara mau dan tidak sering membingungkan tidak jelas. Aku bersabar berjuang dengan waktu. Namanya pacaran tapi kurang asyik seperti teman teman saya lainnya.

Kemana-mana kau dikawal oleh adik adikmu kayak paspampres saja. Walaupun aku punya vespa tapi kamu enggak pernah mau dibonceng. Selama tujuh tahun kita hanya sekali nonton bioskop. itupun dengan teman temanmu. sehingga untuk bisa memgang tanganmu saja, sangat sulit.

Tapi kutahu hal yang sulit biasanya berakhir manis. akar budaya kita memang berbeda, antara Bugis dan Minang. Orang tuamu terkadang khawatir karena engkau anak perempuan satu satunya. adiknya lakki laki semua.

Orang tuaku pula sering salah mengerti adat minang. Kenapa perempuan lebih banyak menentukan. perbedaan yang nyaris menduakan kita. Kalau ke rumahmu harus siap untuk sabar. Mendengar petuah bapakmu degnan suara yang pelan, seperti guru menasehati muridnya. Karena memang bapak dan ibumu juga guru. Aku ingin menemuimu tapi bapakmu menyembunyikanmu.

Kau baru dipanggil keluar kalau saya permisi pulang. sebenarnya itu termasuk perilaku yang kejam. Datang ke rumahmu sore hari sebelum magrib, begitu magrib aku berdiri dan azan dengan fasih. Keluar salat berjamaah yang diimami oleh bapakmu.

Ini juga penting dengan bapakmu aku juga lagi salat. setelah tamat SMA kau bekerja di BNI. (lalu) kuliah sore. Sampai kuliah aku juga bekerja di kantor bapakku, agar bisa sering terbang, sekali seminggu aku minta menjadi asisten dosen dan mengajar di kelasmu tanpa honor. semua itu agar bisa bertemu dengan mu, dan melihat senyummu.

Keras sekali perjuanganku tapi demi menatapmu

Akhirnya kau luluh juga. ayahku akhirnya memahami perbedaan adat kita, selain ibuku dan sahabatnnya memberi nasihat. Mungkin juga setelah membaca buku Hamka, tenggelamnya kapal Van der Wijk.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved