Taman Teras Unhas Dikritik, Ini Penjelasan Arsitek
Lalu desain taman khususnya lingkaran yang berada di Danau Unhas dinilai hasil kopipaste
Penulis: Hasrul | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur Hasrul
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR --Taman Teras atau Infinity Bridge Universitas Hasanuddin (Unhas) yang sedang dalam pengerjaan mendapat respon beragam dari berbagai kalangan khusunya para alumni Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Unhas.
Ada yang memberikan apresiasi ada pula yang memberikan reaksi dengan beberapa alasan seperti proyek tersebut dinilai tidak ramah disabilitas, orangtua dan anak-anak.
Baca: Jalur Mandiri Unhas Masih Terbuka, Humas: Jangan Percaya Calo
Lalu desain taman khususnya lingkaran yang berada di Danau Unhas dinilai hasil kopipaste dari model serupa di Denmark lalu menghilangkan jejak Prof Dr Radi A Gani di Pintu 1 Unhas berupa tulisan Universitas Hasanuddin.
Selain itu, proyek pedestrian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut juga dianggap mengobrak-abrik ekosistem hutan kota Unhas karena menebang pepohonan dan menggantinya dengan jembatan-jembatan beton.
Arsitek Unhas Ihsan Latief PhD yang merancang proyek infinity tersebut menegaskan bahwa proyek taman kota Unhas sudah diasistensi direktorat penataan bangunan dan lingkungan kementerian PUPR melalui sekter PBL Provinsi Sulawesi Selatan.
Baca: VIDEO DRONE: Pengerjaan Infinity Bridge Unhas, Mirip yang Ada di Denmark
Selain itu, proyek tersebut katanya juga sudah melalui serangkaian asistensi dengan Ikatan Ahli Labsekap Indonesia Jakarta yang memiliki norma standar pedoman dan kajian (NSPK) terkait bangunan standar ramah anak, lingkungan dan lain-lain.
"Pekerjaan ini belum selesai, jadi saya tidak tahu sisi mana yang menyatakan bahwa tidak ramah anak, lingkungan dan orangtua," kata Ihsan kepada tribun-timur.com, Selasa (4/7/2017).
Selanjutnya Ihsan menuturkan bahwa bundaran di Danau Unhas memang tidak memiliki railing karena konsepnya adalah masyarakat kota dekat dengan air jadi bukan kopipaste dari Denmark.
"Kami tidak melakukan plagiat, karena kami sampaikan dengan jelas literatur yang menginspirasi desain teras Unhas. Kecuali kami tidak cantumkan referensinya maka kami plagiat," kata Ihsan memberikan penjelasan.
Penjiplakan
Di laman facebooknya, dosen Jurusan Teknik Arsitektur FT Unhas Triyatni Martosenjoyo mencurigai nama dan desain proyek Inifinite Bridge Unhas yang sedangkan dikerjakan tersebut hasil ‘nyontek’.
Triyatni menulis: "Kita terperangah ketika pagar rumah Unhas kita dirobohkan. Kemudian orang-orang berasumsi bahwa orang masa lalu tak ingin jejaknya dihapus. Sementara orang masa kini menganggap jejak hari ini adalah hak orang hari ini. Sah!
Pagar rumah dirobohkan agar 'teras' kita yang 'cantik' bisa dinikmati orang. Di WAG, iklan hebatnya kecantikan teras Unhas mencapai ratusan pujian oleh #anakUnhas. Di teras Unhas, kita akan memamerkan 'barang curian’ kita yang berasal dari keringat yang baunya kemana-mana.
Di Unhas yang menjadi pabrik intelektualitas, kita para arsiteknya kehilangan rasa malu.
Sudahlah! Bentuk-bentuk hasil kreativitas manusia itu jumlahnya terbatas. Siapa sih yang punya ide orisinil?
Semua arsitek terpengaruh atau dipengaruhi karya orang lain. Pertanyaannya bukan itu! Mana dari seluruh barang curian itu milik kita? Bahkan mengeluarkan keringat untuk menggambar ulang tak kita dilakukan.
Gambar orang lain cukup kita gunting kemudian tempelkan di ‘teras’ Unhas kita. Bukan cuma itu! Bahkan nama rumah-pun harus kita pungut dari milik orang lain. Kemudian kita memamerkannya barang curian yang belum tentu lebih baik dibanding bila kita menciptakannya sendiri.
Untuk menguatkan ulasannya itu, Triyatni juga memosting dua gambar yang sangat mirip yakni desain proyek Inifinite Bridge Unhas dan proyek Inifinite Bridge yang berlokasi di Aarhus, Denmark.
Triyatni memosting tautan sumber gambar dimaksud: The Infinite Bridge Gjode and Povlsgaard-Arkitekter
Selain Triyatni, arsitek lulusan Unhas Andi Swedhy Malakany juga ikut mengeritik proyek tersebut.
Melalui akun Facebooknya yang diposting pada 28 Juni 2017, Swedhy menulis pernyataan sikapnya yang diberi judul Selamatkan Hutan Kota Unhas.
Isinya:
Selamatkan Hutan Kota Unhas
Yth:
1. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
2. Rektor Universitas Hasanuddin
3. Walikota Makassar
4. Majelis Wali Amanat Universitas Hasanuddin
5. Senat Akademik Universitas Hasanuddin
Dengan hormat,
Lansekap Universitas Hasanuddin (Unhas) adalah salah satu yang yang kerindangannya terbaik sebagai 'hutan kota' bukan hanya di Makassar, tetapi juga di kota-kota besar dunia.
Hutan kota ini selain kaya dengan berbagai jenis tanaman, juga dilengkapi dengan 3 (tiga) danau buatan. Hutan kota dan danau buatan ini telah memberi keteduhan bagi warga kota di sekitar kampus yang sering bercuaca ekstrim panas.
Selain berfungsi sebagai peneduh, Unhas juga menjadikan sebagian hutan kotanya sebagai tempat penangkaran rusa. Oleh karena itu, betapa menyedihkan ketika Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengobarak-abrik ekosistem hutan kota Unhas dengan membuang pepohonan yang ada dan menggantinya dengan jembatan-jembatan beton yang sulit dimengerti apa manfaatnya bagi hutan kota dan berbahaya bagi kehidupan dan gerak rusa-rusa yang ada.
Selain itu, perencanaan proyek juga membuat pedestrain baru dan membongkar pedestrian yang sudah ada. Fungsi sebuah prasarana dan saran pejalan kaki bagi bangunan dan lingkungan publik tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2014 tanggal 26 Pebruari 2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemnafaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
Pada Pasal 4 ketentuan tersebut berbunyi:
Fungsi dan manfaat prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a yaitu untuk memfasilitasi pergerakan pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menjamin aspek keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki.
Pada Lampiran penjelasan peraturan Bab II dikatakan bahwa prinsip perencanaan jaringan pejalan kaki harus mempunyai sarana ruang pejalan kaki untuk seluruh pengguna termasuk pejalan kaki dengan berbagai keterbatasan fisik dan memberikan kondisi aman, nyaman, ramah lingkungan, dan mudah untuk digunakan secara mandiri (hal. 7). Ini ditujukan terutama bagi kepentingan difabel dan lansia.
Pekerjaan pedestrian yang dilakukan oleh Kementerian PUPR sangat jauh dari syarat prasarana dan sarana yang dimaksudkan. Pedestrian dibuat berliku-liku dengan model gergaji yang sangat berbahaya bagi pengguna karena menuntut pengguna merubah arah gerak dengan tiba-tiba setiap saat, sehingga dapat membuat mereka celaka. Pedestrian ini tak mungkin bisa digunakan oleh pengguna difabel maupun lansia.
Untuk kekacauan dan bahaya yang ditimbulkan oleh perencaaan proyek Kementerian PUPR ini, saya mengajak warga masyarakat yang sadar akan lingkungan untuk meminta Kementerian PUPR dan Unhas meninjau kembali proyek yang perencanannya sangat memalukan, terutama karena berlokasi di Perguruan Tinggi terkenal di Indonesia tempat para ahli berkumpul untuk mendidik generasi muda berpikir yang benar. (*)