Tragis! Malu Hanya Ranking 2, Siswi SMA Pilih Bunuh Diri
Selain harus tertekan karena memaksakan otak terus bekerja, mereka juga tegang dengan hasil pelajaran karena harus menghadapi orangtua yang murka.
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM-Bagi sebagian orangtua, rajin bersekolah saja tidak cukup.
Anak-anak dituntut untuk mendapatkan ranking sebagai pembuktian atas kecerdasan serta sebagai jaminan hidup sukses di kemudian hari.
Anggapan ini masih sangat dipercayai kebanyakan orang di negara-negara di Asia.
Baca: Kisah Wanita Jadikan Pria Penyelamat Nyawanya Sebagai Suami
Sayangnya, cara ini justeru membuat anak stres berat.
Selain harus tertekan karena memaksakan otak terus bekerja, mereka juga tegang dengan hasil pelajaran karena harus menghadapi orangtua yang murka saat nilai anjlok.

Anggapan inilah yang merenggut nyawa seorang siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Malaysia.
Dia nekad memutuskan bunuh diri dengan menggantung diri.
Remaja malang ini malu dan takut kepada orangtuanya karena tidak lagi menjadi ranking pertama.

Dikutip dari Elitereader, kisah ini diungkapkan seorang blogger, Khairul Hakimin Muhammad, di akun facebooknya dengan nama yang sama.
Postingan tentang kisah pilu tersebut mendapat respon banyak dari netizen.
Banyak yang berkomentar dan banyak juga membagikan postingan tersebut.
Berikut penggalan ceritanya:
Suatu hari seorang wanita ngotot ingin menemuinya.
Melalui pesan singkat, wanita tersebut selama beberapa pekan terus meminta saya bertemu. Meski yang 10-20 menit saja.
Lalu saya berfikir untuk bertemu dan terjadilah.
Mereka kemudian bertemu di restoran terdekat dari studio Khairul dan wanita tersebut langsung berkata:
"Saya akan menceritakan sebuah kisah yang telah saya alami sendiri. Saya ingin semua orang tau tentang cerita ini karena apa yang sudah saya lalui bisa menjadi pelajaran bagi banyak orang," kata ibu tersebut.
Khairul menuliskan lagi:
Ibu yang berpendidikan tersebut merupakan orang yang ramah dengan tetangga dan orang di lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Dia, suami, dan anak-anaknya hidup rukun. Setidaknya itulah yang dirasakan tetangganya. Kedamaian tersebut seketika berubah setelah salah seorang putrinya ditemukan tewas mengenaskan di kamarnya.
Dia bunuh diri di usia 15 tahun.
Perempuan tersebut mengaku, anaknya meninggal karena tertekan. Suaminya (ayahnya anak yang bunuh diri) sangat keras terhadap pendidikan. Saking kerasnya, anak-anaknya tumbuh sangat cerdas bahkan di atas rata-rata anak lainnya.
Mereka bisa membaca dengan lancar di umur empat tahun.
Anak-anak tersebut tidak punya waktu untuk bermain dan hanya fokus belajar sampai tumbuh remaja.
Suaminya juga juga tidak mengizinkan anak-anak bergaul dan ngobrol dengan teman sebayanya.
Intinya mereka hanya mengenal buku dan belajar.
Suatu hari, salah satu putrinya masuk ke kamarnya dengan wajah sedih.
Dari dalam kamar terdengar suara ribut dan suara teriakan.
Seluruh anggota keluarganya berlarian ke depan kamar putrinya tersebut namun pintu terkunci.
Jadilah mereka mendobrak pintu.
Betapa sedih dan terkejutnya satu keluarga saat mendapati lehernya putrinya tergantung.
Mereka hanya mendapati tarikan nafas terakhirnya.
Saat ditanya, mengapa anaknya memutuskan bunuh diri, sang ibu langsung menangis.
Kata ibu, si anak kecewa dan tertekan karena hanya mendapatkan rangking dua di kelasnya.
Biasanya anak ini langganan ranking satu.
Ternyata, sehari sebelum meninggal atau sebelum pengambilan nilai, anak tersebut bertanya kepada ayahnya bagaimana jika suatu saat anaknya tidak lagi ranking satu.
Apa yang akan ayahnya lakukan?
Ayahnya menjawab "kau bukan lagi anakku."
Ibu tersebut berharap kisah ini menjadi pelajaran agar orangtua lain tidak melakukan hal yang sama.
Gantung Diri dengan Mukena

Putri yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut gantung diri tidak dengan tali melainkan dengan alat salat, mukena.
Mukena tersebut sebelumnya digunakannya untuk salat Ashar.
Anak tersebut dikenal sebagai anak yang taat agama.
Cerita Pembantu Indonesia dan Kue Ulang Tahun
Sang ibu dengan penuh air mata menceritakan kepada Khairul tentang betapa kerasnya suaminya.
Termasuk dalam komunikasi sehari hari.
Dia tidak pernah mengobrol dengan anak-anaknya.
Bahkan saat si anak membuat kue ulang tahun untuk ayahnya, sang ayah langsung marah besar.
Kue tersebut pun tidak disentuh oleh ayahnya.
Terakhir, anaknya juga harus kecewa karena sajian makan malam.
Putrinya menyiapkan makanan untuk ayahnya yang pulang cukup larut.
Ayahnya justeru membentak.
"Apa kau mau menjadi pembantu rumah tangga Indonesia! Pergi belajar lagi!" (*)