Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Salawati Daud Jadi Nama Jalan di Masamba Luwu Utara, Ini Sejarah Perjuagannya

Charlotte Salawati nama aslinya, merupakan wali kota perempuan pertama di Indonesia.

Penulis: Chalik Mawardi | Editor: Mahyuddin
chalik/tribunlutra.com
Jl Salawati Daud di Kota Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. 

Laporan Wartawan TribunLutra.com, Chalik Mawardi

TRIBUNLUTRA.COM, MASAMBA - Salawati Daud adalah seorang aktivis perempuan dan pejuang kemerdekaan.

Mantan anggota DPR dan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Charlotte Salawati nama aslinya, merupakan wali kota perempuan pertama di Indonesia.

Ia menjadi Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan tahun 1949.

Namanya kini disematkan di sebuah jalan di Masamba, Ibu Kota Kabupaten Luwu Utara.

Nama jalan itu, Jl Salawati Daud.

Untuk mengenang penyerangan tangsi dan penjara militer Belanda di Masamba pada tanggal 29 Oktober 1949.

Serangan yang kemudian disebut pemerintah Belanda sebagai Masamba Affaire.

Baca: Bersiap, Ribuan Santri Bakal Serbu Luwu Utara

Tokoh masyarakat setempat Arlan Pasajo mengatakan, nama Salawati Daud disematkan jadi nama jalan sejak beberapa tahun lalu.

"Setelah Luwu Utara memisahkan diri Kabupaten Luwu," ujar Arlan kepada TribunLutra.com, Selasa (21/3/2017).

Arlan menyebut, Salawati Daud merupakan penyandang dana sekaligus pelaku dalam sejarah Masamba Affaire.

Awal perjuangan Salawati Daud usai berlangsungnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, 23 Agustus 1949.

Kala itu, Salawati Daud diamandatkan menggalang pemuda Sulsel melakukan pemborontakan melawan Belanda atau Netherlands Indies Civil Administration (NICA).

"Ia berangkat dari Makassar bersama Hasan Lakallu," ujar mantan mahasiswa sastra Unhas Makassar itu.

Sebelum tiba di Masamba, Salawati Daud awalnya menggalang pemuda di Sengkang dan Palopo.

Tapi, kala itu pemuda di kedua daerah tidak mau melakukan pergerakan.

Setiba di Masamba, keduanya diterima beberapa pemuda seperti Kasim Kasmad dan Bakri Nantang.

Selepas Magrib tanggal 29 Oktober 1949 mereka menyerang tangsi Belanda dan merebut sekitar 20 pucuk senjata.

Selang beberapa jam, mereka kemudian menyerang penjara Belanda yang berjarak sekitar satu kilometer dari tangsi.

Baca: Bertambah, Kuota Haji Luwu Utara Kini Capai 228 Orang

Di situ mereka berhasil melepas sejumlah tahanan politik dari Tentara Kawanan Rakyat Luwu seperti Andi Attas.

"Setelah itu mereka lari ke Utara Masamba (Pincara)," kata eks aktivis HMI itu.

Di wilayah pengunungan Masamba mereka kemudian membagi dua pasukan untuk melawan Belanda.

Sektor selatan dipimpin Andi Attas dan sektor utara dipimpin Kasim Kasmad.

"Mereka kemudian melakukan perang dengan Belanda atau NICA," tuturnya.

"Dalam perang itulah meninggal Lesangi. Ia meninggal dalam pertempuran di Patobu (Rompu)."

"Setelah itu mereka kembali ditangkap polisi NICA dan dipenjara di Makassar, jumlah mereka sekitar 20 orang," tutur Arlan Pasajo menambahkan.

Meskipun ditangkap, tapi tujuannya tercapai. Memperlihatkan ke mata dunia bahwa Indonesia terutama Indonesia bagian Timur sudah tidak mau dijajah.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved