Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kisah Pangeran Diponegoro yang 'Didramatisir'

Lebih jauh Latief menambahkan jika, di masa pengasingannya, Pangeran Diponegoro tak hanya berdiam diri semata.

Penulis: Alfian | Editor: Anita Kusuma Wardana
TRIBUN TIMUR/ALFIAN
Dialog Refleksi Perjuangan Pangeran Diponegoro di gedung Tribun Timur Jl Cendrawasih No 430, Jumat (6/1/2017). 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Alfian

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Pangeran Diponegoro tertangkap oleh Kolonial Belanda di tahun 1830 kemudian diasingkan di Benteng Amsterdam Manado di tahun yang sama. Karena alasan penjagaan dan ruang Benteng Amsterdam yang kurang memadahi Pahlawan Nasional yang berasal dari Yogyakarta ini pun dipindahkan ke Fort Roterdam Makassar di tahun 1833.

Jejak keberadaan Pangeran Diponegoro di tanah Daeng pun mulai terukir. Sejumlah catatan literasi berserakan, jejak material sekelumit kisah sang Pangeran pun mulai didramatisir oleh pihak yang tak mengerti sejarah. 

"Inilah mengapa kami berkumpul untuk pertama kalinya akibat keresahan ini mulai memuncak," kata Ketua Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK), Latief Halilintar dalam Dialog Refleksi Perjuangan Pangeran Diponegoro di gedung Tribun Timur Jl Cendrawasih No 430, Jumat (6/1/2017).

Dramatisasi sangat nampak terjadi saat ini. Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Sulawesi Selatan, Soeprapto Budisantoso, mengemukakan jika hal ini sangat fulgar terjadi di situs sejarah Fort Roterdam.

Para pemadu wisata dengan gamblang hanya menjelaskan ruang dimana Pangeran Diponegoro dipenjara oleh tentara Kolonial.

"Hanya sebatas itu, menjelaskan sisi kelam Pangerang Diponegoro yang terkurung di satu sudut ruangan yang sempit. Hal inilah yang menyembunyikan kisah sepenuhnya dari beliau yang sebenarnya sangat baik untuk generasi sekarang sebagai pandangan yang memiliki nilai," ujarnya.

Lebih jauh Latief menambahkan jika, di masa pengasingannya, Pangeran Diponegoro tak hanya berdiam diri semata. Kesempatan itulah yang ia gunakan untuk terus melawan dengan jalur 'literasi'.

Di masa pengasingannya, Pangeran Diponegoro merampungkan dua buku yakni Babad Diponegoro dan Risalah Raja-Raja Jawa.

"Seperti pepatah kuno 'Tunduk tapi Menanduk', begitulah prinsip yang dilakukan oleh beliau, melalui gerakan literasi ini ia tetap berkontribusi bagi perjuangan melawan kolonialisasi, hal inilah yang haruysnya mulai diajarkan ke generasi sekarang di sekolah-sekolah. Bukan hanya sekedar menghafal nama-nama pahlawan, melainkan mengedukasi nilai-nilai apa yang diperjuangkan" ungkapnya.

Sehingga Latief Halilintar bersama sejumlah tokoh mulai menyebarkan virus tersebut dengan mengagendakan Haul Pangeran Diponegoro ke-162.

Sejumlah rangkaian kegiatan akan digelar termasuk di dalamnya yakni dialog refleksi perjuangan Pangeran Diponegoro yang diahdiri sejumlah tokoh dari berbagai kalangan.

Mulai dari sejarawan, seniman, toko agama dan tokoh adat. Semisal perwakilan dari Kerajaan Galesong dan Kerajaan Sanrobone.

Pertemuan ini juga sebagai ajang menyamakan persepsi awal untuk menyambut kegiatan berikutnya. Yakni Orasi penghormatan, Ziarah dan Doa serta Zikir keluarga besar Pangeran Diponegoro.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved