Fenomena Klakson Telolet
Lihat, Meggie Diaz 'Istri Siri' Tukul Arwana Kenalkan Pose Telolet dan Goyang Telolet
Kala dilanda demam, dia tak ikut "berburu" suara klakson dari bus di jalanan, layaknya dilakukan sejumlah anak kecil dan remaja.
TRIBUN-TIMUR.COM - Demam klakson telolet masih melanda banyak orang, termasuk pedangdut Meggie Diaz.
Kala dilanda demam, dia tak ikut "berburu" suara klakson dari bus di jalanan, layaknya dilakukan sejumlah anak kecil dan remaja.
Wanita yang digosipkan menjadi istri siri komedian Tukul Arwana malah membuat tren sendiri.
Seperti apa itu?
Dia menciptakan pose telolet dan goyang.
Melalui akunnya pada Instagram @megghi.diaztawa, Meggie memperlihatkan seperti apa itu posenya.
[Pose telolet ala Meggie Diaz.]
"Pose ini sy namakan.. #PoseTelolet #omteloletom #justforfun #kekiniaan #MD #salamGanas," begitulah caption ditulis Meggie atas foto di atas.
Sementara goyang telolet tak diperlihatkan, tapi hanya menyebut gotel atau singkatan dari goyang telolet pada caption foto barengnya dengan pedangdut Zaskia Gotik.
"Gotix & Gotel #GoyangItix & #GoyangTelolet #justforfun #MD#salamGanas #gantungAkudiMonas (berhubung monas nya ora ono, diwakili sutet wae..)," tulisnya sebagai caption foto di atas.
Kemenangan Sesaat Telolet
“Om telolet om” menjadi perbincangan di kalangan netizen di Indonesia lalu dibahas massif dan go viral di dunia maya merupakan fenomena “kemenangan sesaat” dalam pertarungan budaya global.
Di konteks budaya, fenomena adalah pengukuhan kembali era globalisasi itu ada, dengan motor utama internet dan media sosial.
Kenapa fenomena "om telolet om" mendunia?
Guru Besar Komunikasi Universitas Indonesia, Ilya Revianti menyebut fenomena sebagai pertarungan budaya hasil konstruksi realitas sosial kreatifitas anak bangsa yang meluas dan diterima sebagai bagian dari budaya popular era millenial.
“Ini merupakan fakta nyata akan kekuatan teknologi komunikasi media dengan karakter khasnya yang menengahkan prosumer. Semua orang bisa menjadi produsen pesan berupa ungkapan kreativitas tentang realita sosial yang dihadapinya sehari-hari,” katanya.
Saat ini, tambah Ilya, arus informasi global tak lagi satu arah.
Ada arus balik budaya berisi realita asli yang dihadapi anak muda di belahan bumi "Selatan”.
“Walaupun realita tersebut direkayasa dalam bentuk meme lucu.”
Ilya menambahkan, seperti isu besar atau penting lainnya, fenomena ini ditentukan media mainstream sebagai pembentuk opini publik.
Media sosial bisa menjadi alternatif sumber informasi penyeimbang.
“Tentu dengan catatan, kita harus bijak menggunakannya. Dan yang terpenting bisa memilah-milah mana yang merupakan konten sampah dan mana yang bermanfaat,” imbuhnya.
Tren Menurun
Isentia, perusahaan monitoring media asal Australia, melakukan pemantauan terhadap fenomena ini.
Dalam rilis Isentia di Jakarta, yang diterima Tribun-Timur.com, Jumat (23/12/2016), istilah yang mulai populer sejak Senin (19/12/2016) tersebut lalu dimonitor pembicaraannya di semua kanal media sosial sampai Jumat (23/12/2016).
General Country Manager Isentia Jakarta, Luciana Budiman, menyebutkan tren percakapan mengenai topik ini sudah mencapai titik klimaksnya pada tanggal 21 Desember dan saat ini cenderung menurun.
“Berdasarkan pantauan kami, netizen lokal yang membicarakan isu ini di berbagai media sosial mencapai titik terbanyak pada tanggal tersebut. Karena netizen luar juga memperbincangkan, kami juga memantau pembicaraan dari Amerika dan Inggris dengan jumlah pergerakannya mencapai ribuan per harinya,” tuturnya.
Secara umum, total pembicaraan mengenai topik ini mencapai 176.984 (96.81%) buzz selama lima hari ini untuk netizen lokal.
[Grafik tren tagar "om telolet om" pada media sosial.]
Sementara untuk netizen Inggris, total buzz yang dihasilkan adalah 1968 (1.07%) dan netizen Amerika mencapai 5.766 (3.12%).
“Netizen Amerika lebih banyak daripada Inggris karena salah satu faktor penyebabnya karena Presiden Obama sempat membahas ini di akun Twitternya. Sebagai seorang top influencer, tentu ini sangat berpengaruh terhadap meningkatnya traffic pembicaraan.”
Luciana juga menyebutkan bahwa rata-rata pembicaraan mengenai "om telolet om" tidak saja membahas bunyi klakson bus, melainkan juga aransemen musik, kampanye politik, pujian musisi hingga bahkan nasehat agama.
“Ini membuktikan bahwa kreatifitas orang Indonesia dalam menciptakan sesuatu yang booming dari hal-hal yang biasa ternyata diapreasiasi oleh masyarakat dunia,” pungkasnya.
Arti "Om Telolet Om"
Saat booming, pada media sosial dan grup pesan instan beredar arti "om telolet om" dan pada intinya dikaitkan dengan keyakinan tertentu.
Penyebar pesan pun meminta fenomena ini dihentikan lantaran dianggap berpotensi merusak akidah.
Apa sebenarnya arti "om telolet om"?
Wikipedia.org menyebut "om telolet om" adalah fenomena di mana para anak-anak maupun remaja meminta supir bus untuk membunyikan klakson bus yang sudah dimodifikasi menjadi sebuah irama.
Kata "telolet" merupakan onomatope atau tiruan bunyi dari bunyi klakson, dan kata ini juga merupakan suatu palindrom.
Klakson telolet di Indonesia menurut pengurus Bismania Community pertama kali dipopulerkanperusahaan otobus Efisiensi.
Dikutip dari BBC Indonesia, Manajer Komersil PO Efisiensi Syukron Wahyudi menceritakan bahwa sekitar 10 tahun lalu pemiliknya, Teuku Eri Rubiansah, pergi ke Arab Saudi dan mendengar bunyi klakson yang unik.
Di Tanah Arab, klakson telolet yang amat nyaring bunyinya digunakan digunakan untuk mengusir unta yang kerap berada di jalanan.(*)