Piala AFF 2016
Menulis Sejarah, Melawan Tiki-taka
Sebelum final malam nanti, di panggung Piala AFF, Indonesia berhasil sampai ke final sebanyak empat kali.
oleh: Willy Kumurur
TRIBUN-TIMUR.COM -Sebelum final malam nanti, di panggung Piala AFF, Indonesia berhasil sampai ke final sebanyak empat kali.
Tertulis dalam sejarah bahwa Indonesia tak pernah sekalipun berhasil merengkuh tropi kemenangan. Tim Garuda hanya spesialis finalis.
Mungkin sebagai pelengkap pelaku, atau sebagai pelengkap penderita. Novelis Dan Brown, yang mengguncang dunia dengan bukunya, The Da Vinci Code, berujar: “Sejarah selalu ditulis oleh pemenang.”
Ia melanjutkan, “Ketika terjadi bentrok, maka yang kalah dilenyapkan, sedangkan pemenangnya menulis buku sejarah yang memuliakan tujuan mereka sendiri sambil meremehkan musuh yang ditaklukkan.”
Malam ini, di Stadion Pakansari – Bogor, Indonesia akan menghadapi tim kuat Thailand pada leg pertama Final Piala AFF. Ini adalah pertemuan ketiga di final melawan Thailand setelah final yang menyakitkan di tahun 2000 dan 2002.
"Kami memiliki kesempatan untuk mencetak sejarah, kami mempunyai tim yang kuat untuk mengalahkan Thailand," ujar Pelatih Indonesia, Alfred Riedl optimis.
Pasukan Gajah Perang Thailand asuhan Kiatisuk Senamuang telah siap “mengulang sejarah” melumat pasukan Garuda. Kiatisuk Senamuang adalah sosok “penulis sejarah”
Thailand atas Indonesia di pentas AFF, karena di final tahun 2000 dan 2002, ia merupakan salah satu dari pemain Thailand yang membenamkan asa Indonesia.
Sebelum sampai ke final, pasukan Garuda tak bisa mengepakkan sayapnya untuk terbang tinggi.
Garuda mesti merayap dari fase grup: dikalahkan Thailand 2-4; imbang melawan Filipina 2-2 untuk akhirnya mengalahkan Singapura 2-1. Usai menyingkirkan Vietnam dengan agregat 4-3, akhirnya Stefano Lilipaly dkk berhasil menembus final.
Produktifitas Thailand luar biasa dengan rata-rata 2,4 gol per laga dengan predator nya Teerasil Dangda; apalagi di kubu Gajah Perang ada pemain berteknik tinggi dalam diri Chanatip Songkrasin. Penampilan pasukan Thailand kian “mengerikan” dengan gaya tik-tok hasil adaptasi metode tiki-taka dari Barcelona.
Menghadapi pergerakan dan aliran bola yang cepat dan bagus dari Thailand, Riedl memasang dan mematangkan formasi gelandang jangkar dengan menempatkan Manahati Lestusen dan Bayu Pradana.
Jika pasukan Gajah Perang dari Thailand diibaratkan sebagai Superman, Stadion Pakansari malam nanti, akan menjadi panggung bersejarah pembuktian apakah Alfred Riedl berhasil menemukan kryptonit sebagai titik lemah sang Superman.
Sehingga Garuda benar-benar sanggup terbang tinggi sambil menebar sengatan-sengatan mematikan.
Sambil berharap, bahwa impian Riedl yang bertekad mempersembahkan trofi Piala AFF pertama untuk Indonesia, menjadi kenyataan.
Benarkah demikian? ***