Laporan on the Spot
Colin Jack-Hinton Daeng Matutu, Koleksi Kapal, dan Kecintaan pada Makassar
Sebanyak 12 kapal dan perahu layar terpajang di Museum and Art Gallery of the Northern Territory
Penulis: Edi Sumardi | Editor: Edi Sumardi
Kapal "Hati Marege” pada dibuat pada tahun 1988 di Tanah Beru, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Sekitar 18 tahun sebelum Daeng Matutu meninggal.
Mungkin Anda tahu jika peradaban Australia juga dipengaruhi oleh orang Makassar.
Pada ke-14 dan ke-17 nelayan dari Makassar melakukan pelayaran ke Australia guna mengumpulkan teripang --dalam bahasa Bugis-Makassar disebut taripang atau di Australia disebut trepang-- di pantai bagian utara benua tersebut.
Teripang itu sebagian dikonsumsi dan dijual untuk dijadikan obat di Tiongkok.
Pelayaran ini pun tak hanya berdampak dari sisi ekonomi, namun juga pada seni-budaya dan genetika.
Hingga saat ini, sejumlah nelayan tradisional dari Sulawesi Selatan masih nekat berlayar ke perairan Australia untuk menangkap ikan.
Namun, tak sedikit dari mereka ditangkap, lalu kapalnya dihancurkan oleh pemerintah setempat.
Korelasi orang Makassar (dari Sulawesi Selatan) dengan penduduk asli Australia (suku Aborigin) kini ditandai melalui lagu tradisional, tarian tradisional, bahasa, seni rupa, dan agama.
Pada bahasa, orang Aborigin menggunakan sejumlah kata dari bahasa Indonesia dan Makassar sebagai kata dalam bahasa aslinya.
Sebagai contoh, rupiah yang artinya adalah uang, jama yang artinya kerja, dan balanda yang artinya orang kulit putih.
Tanda pada seni rupa, yaitu adanya lukisan pada batu yang dapat ditemukan di Wellington Range, Arnhem Land, Northern Territory, Australia.
Marege pun merujuk pada Arnhem Land.
Nama dan sejarahnya dapat dilihat pada papan informasi yang terpajang pada lantai dua museum dan galeri.
Tribun melakukan kunjungan di sini, Jumat (27/5/2016).(*)