Bukan Perempuan Biasa, Aisah Jago Tembak, Kelabui PKI, Ini Kisahnya

Laporan Wartawan Tribun Timur Ilham Arsyam

MAKASSAR TRIBUN-TIMUR.COM- Aisah Sulastri (79 tahun) masih ingat betul ketika rumahnya dikepung serdadu Partai Komunis Indonesia (PKI) di Tabanan, Bali, tahun 1960-an. Saat itu Aisah tengah mengandung anak keduanya Geswanto.

Sebagai istri seorang tentara, peristiwa ini bukanlah yang pertama dirasakan Aisah. Nyaris setiap malam, Aisah selalu siaga dengan pistol di tangan.

Alasannya suaminya almarhum purnawirawan Letkol Musasenga yang saat itu sebagai intelijen negara adalah incaran PKI.

Menembak bukanlah pekerjaan susah buatnya kala itu. Sebab dijajaran istri tentara Aisah adalah salah satu penembak handal.

"Kebetulan juara satu lomba menembak antar istri tentara," kata Aisah saat ditemui tribun-timur.com di kompleks militer Jl Mappaoddang, Kota Makassar, Senin (17/8/2015). 

Bukan sekadar menembak, Aisah juga lihai bongkar pasang senjata.

"Dor..!" Suara letusan dari mulut pistol Aisah membuat nyali orang yang mengepung rumahnya ciut.

Saat itu, suaminya, Musaseng tak sedang dirumah. "Bapak kita sengaja ungsikan ke desa," katanya.

Letkol Musasenga, pria kelahiran Tana Toraja memperistri Aisah saat sekolah militer di Bandung.

Bersama Qahhar Muzakkar, Musasenga adalah salah satu tentara dari Sulsel yang menimba ilmu kemiliteran di Bandung pada medio 1950-an.

Resiko sebagai istri seorang tentara, Aisah harus hidup berpindah-pindah. Saat suaminya tugas di Bali, Indonesia tengah digoncang pemberontakan PKI.

"Bayangkan saja dalam satu kantor hanya ada 3 orang yang bukan PKI, salah satunya bapak (Musasenga)," kata Aisah.

Tercatat, Aisah dan Musaseng tiga kali pindah tempat tinggal dibali. Pertama Tabanan, lalu Denpasar dan terahir di Singaraja.

Keduanya baru meninggalkan Bali setelah pemberontakan PKI berhasil ditumpaskan. Awal tahun 70-an keluarga ini pindah ke Makassar.