Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hati-Hati Pilih Kampus, 81 PTS di Sulsel Masuk Zona Merah Kopertis

Ratusan prodi yang tersebar di 81 perguruan tinggi (PT) swasta di Sulsel dinilai ilegal.

Editor: Suryana Anas
zoom-inlihat foto Hati-Hati Pilih Kampus, 81 PTS di Sulsel Masuk Zona Merah Kopertis
kopertis9.or.id
Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi, Prof Dr Ir Andi Niartiningsih MP

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Berhati-hatilah memilih program studi (prodi) di perguruan tinggi.
Ratusan prodi yang tersebar di 81 perguruan tinggi (PT) swasta di Sulsel dinilai ilegal.

Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IX memperingatkan 260 program studi (prodi) tersebut.

Penyelenggara 260 prodi ini dinilai belum memenuhi standar rasio antara dosen dan mahasiswa.

"Kebanyakan karena belum mampu memenuhi standar rasio antara dosen dan mahasiswanya. Saat ini pun kami telah meminta seluruh perguruan tinggi tersebut untuk melakukan perbaikan-perbaikan," kata Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi, Prof Dr Ir Andi Niartiningsih MP, kepada Tribun, Rabu (17/6/2015).

Di Sulsel terdapat 667 program studi yang tersebar di 213 perguruan tinggi.

Jumlah program studi yang mendapat peringatan tersebut berdasarkan data rekapitulasi yang dilakukan Kopertis Wilayah IX Sulawesi per tanggal 16 Juni 2015.

Surat peringatan tersebut dilayangkan karena penyelenggaran prodi memenuhi sejumlah aturan legalitas.

Prof Nuartiningsih yang juga mantan Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin (Unhas) tidak merinci PT mana saja yang mendapat peringatan tersebut.

Yang pasti, dia menegaskan, jika PT bersangkutan tetap membandel, maka prodi “ilegal” yang dikelola tidak akan diperkenankan lagi menerima mahasiswa baru.

“Bisa jadi kalau tetap membandel bakal ditutup. Tapi fungsi kami di Kopertis 9 adalah Wasdalbin, yakni pengawasan, pengendalian, dan pembinaan. Tentunya kita sendiri tidak ingin sampai ke penutupan. Diharapkan PTS bisa memperbaiki,” kata Prof Niar, sapaan Niartiningsih.

70 Ditutup

Kopertis Wilayah IX Sulawesi telah menutup 70 prodi sepanjang tahun 2014.

Selain itu, sepanjang 2014, PTS yang dikategorikan sehat hanya 200-an dari 355 kampus swasta di seluruh wilayah binaan Kopertis Wilayah IX.

Dalam perkembangannya, tahun 2015 ini hanya 81 buah PTS saja yang dikategorikan ‘sakit’. Jumlah ini menurun dibandingkan 2014 yang mencapai 200-an.

"Perkembangannya, saat ini sudah mulai banyak yang sehat. Dari 200-an kampus pada tahun lalu, kini menjadi hanya 81 kampus saja yang kita beri peringatan,” ujar Prof Niar.

Pihak Kopertis tidak ingin mengumumkan kampus tersebut, karena tidak ingin mematikan kampus tersebut.

Sebaliknya yang masih ‘sakit’ diberikan waktu berproses dan menyembuhkan dirinya.

“Kami jelas tidak ingin membunuh PTS dengan mengumumkan nama-namanya, meski sesungguhnya data itu sudah ada. Sekali lagi, tugas Kopertis agar mereka memperbaiki diri," jelas Prof Niartiningsih.

Kampus yang dikategorikan ‘sakit’ tersebut adalah kampus swasta yang dari beberapa standar pendirian, masih banyak yang belum mampu memenuhi syarat minimal yang diterapkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Tinggi (Dikti).

Tidak Melapor

Kepala Bagian (Kabag) Tata Usaha Kopertis IX Sulawesi Andi Muh Amir MH pada 2014 lalu mengatakan kalau pihak Kopertis per bulan Februari 2014 lalu telah menutup 70 program studi (prodi) di lingkupnya.

Penutupan 70 prodi tersebut dilakukan karena pihak kampus yang menaungi prodi-prodi itu sudah tidak melaporkan kegiatan perkuliahan. "Kita sudah tutup 70 prodi pada Februari 2014," kata Amir, Senin (17/3/2015) lalu.

"Kita tutup karena sudah tidak aktif lagi perkuliahan dan rata-rata tidak ada mahasiswanya. Selain itu, pihak kampusnya sudah tidak memberikan respon ketika kita konfirmasi saat evaluasi," kata Amir.

Upaya Berbenah

Prof Niar pun melihat, sejumlah perguruan tinggi yang mendapat surat peringatan tersebut telah berupaya berbenah, khususnya dalam proses rekruitment dosen baru untuk memenuhi rasio yang sesuai dengan aturan.

Berdasarkan aturannya, standar rasio antara dosen dan mahasiswa yaitu 1:20 untuk program studi eksakta dan 1:30 untuk program studi non eksakta.

Namun, perguruan tinggi mendapat toleransi hingga 50 persen.

Sehingga, batas maksimal rasio yang diperbolehkan yaitu 1:30 untuk eksakta dan 1:45 untuk non eksakta.

Prof Niar menjelaskan, selain rasio dosen dan mahasiswa, indikator lain sehatnya sebuah program studi atau perguruan tinggi swasta, yaitu yayasan sebagai penyelenggara pendidikan harus mendapat ijin dari Kementerian Hukum dan HAM serta tidak ada konflik antara yayasan dan perguruan tinggi.

Indikator selanjutnya, adalah tidak menyelenggarakan kelas jauh, telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau Lembaga Akreditasi Mandiri, hingga tersedianya sarana dan prasarana perkuliahan yang memadai.

Buka PDPT

Prof Niar mengimbau kepada masyarakat untuk lebih cerdas memilih program studi di Perguruan Tinggi Swasta dengan aktif mencari informasi baik melalui Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) maupun melihat status akreditasi di laman BAN PT.

"Saat ini kami sedang mengupayakan agar PDPT ini dapat diakses secara terbuka oleh seluruh masyarakat. Sehingga, pada saat memilih prodi di sebuah PTS, calon mahasiswa dapat melihat seluruh informasi tentang prodi pilihan mereka mulai dari ijin hingga status akreditasinya," jelasnya.

Menurutnya, secara berkala Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) mengirimkan data terkait perguruan tinggi yang bermasalah.

Dalam Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) juga menggambarkan jalannya proses pendidikan di sebuah perguruan tinggi.

Meskipun, banyak program studi di perguruan tinggi masih bermasalah, sejumlah perguruan tinggi juga tidak berhenti mengusulkan rencana pembukaan program studi baru.

Dimana, Kopertis IX memberikan batasan hingga 31 Maret 2015 lalu.

Prof Niar juga menyampaikan, sejumlah perguruan tinggi pun telah mempresentasikan rencana usulan pembukaan program studi baru hingga perguruan tinggi baru, meskipun hanya sebatas sekolah tinggi.

Menurutnya, sejumlah persyaratan banyak yang harus dipenuhi untuk membuka program studi maupun perguruan tinggi baru.

Untuk prodi baru, perguruan tinggi harus memiliki enam dosen berkualifikasi minimal magister dan belum memiliki homebased di perguruan tinggi lain.
Bahkan, untuk membuka satu prodi baru, perguruan tinggi diwajibkan membayar senilai Rp 540 juta.

Sedangkan, untuk perguruan tinggi baru, yaitu Yayasan telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, memiliki lahan minimal seluas satu hektar.

Untuk perguruan tinggi berskala akademi harus memiliki satu prodi, sekolah tinggi memiliki dua prodi, institut memiliki enam prodi dan universitas memiliki 10 prodi yang terdiri dari enam bidang eksakta dan empat bidang non eksakta.

"Prodi paling banyak diusulkan itu seperti PAUD, Penjaskesrek maupun prodi kependidikan," tambahnya.

Kopertis Wilayah IX membawahi 354 PTS dan 1.153 prodi, di enam provinsi di pulau Sulawesi.

Meliputi provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat (Sulbar), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi tengah (Sulteng), Sulawesi Utara (Sulut), dan Gorontalo.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved