Muslim Indonesia, Ingat Kisah Rasulullah Ini, Bantulah Rohingya
Kaum Anshar adalah kaum muslimin Madinah yang menolong kaum muhajirin saat kaum Muhajirin sampai di Madinah.
Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Ilham Mangenre
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM- Kedatangan muslim Rohingya mengungsi ke Indonesia mengusik keimanan umat Islam yang mayoritas di negeri ini. Islam sejatinya sigap memperjuangkan mereka.
Dalam sejarah Islam dikenal kisah kaum muhajirin dan kaum anshar. Kaum muhajirin adalah kaum muslimin yang hijrah dari Mekah ke Madinah.
Kaum Anshar adalah kaum muslimin Madinah yang menolong kaum muhajirin saat kaum Muhajirin sampai di Madinah. Apakah demikian muslim Indonesia menyambut kaum muslimin dari Myanmar dan Bangladesh tersebut?
Sejak beberapa hari terakhir, ‘hanya’ pemerintah Aceh dan warga daerah serambi Mekah ini yang sibuk meladeni muslim Rohingya. Muslim Indonesia bukan hanya di Aceh.
Jumat (22/5/2015) malam, ada kabar gembira dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK). JK memerintahkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif untuk membantu penanganan pengungsi Rohingya di Aceh.
BNPB pun menyatakan siap untuk membantu para pengungsi rohingya.
"BNPB membantu pemenuhan kebutuhan yang diperlukan, yang bersifat filling the gab dalam penanganan pengungsi," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Sabtu (23/5/2015).
Kedeputian Tanggap Darurat BNPB pada Sabtu siang ini, lanjut dia, akan melakukan rapat koordinasi dengan potensi nasional terkait penanganan pengungsi Rohingya untuk memberikan penanganan yang komprehensif.
"Sebab ini masalah kemanusiaan yang sudah selayaknya Bangsa Indonesia membantu dan menangani dengan layak," ujarnya.
Saat ini, tambah Sutopo, jumlah pengungsi dari Rohingya, Bangladesh dan Myanmar yang ada di Aceh berjumlah 1.722 jiwa, terdiri dari 1.239 jiwa laki-laki, 244 jiwa perempuan, dan 238 jiwa anak-anak. Pengungsi ini terdampar di perairan Aceh pada tanggal 10, 15, 16, dan 20 Mei 2015.
Saat ini, para pengungsi sudah ditempatkan di tempat pengungsian yang tersebar di 4 daerah yaitu 560 jiwa di Kab Aceh Utara, 47 jiwa di Kab Aceh Tamiang, 682 jiwa di Kota Langsa, dan 433 jiwa di Kab Aceh Timur.
"Kemensos bersama BPBD Prov Aceh, BPBD Kab Aceh Utara, BPBD Kab Aceh Tamiang, BPBD Kota Langsa, BPBD Kab Aceh Timur,Dinas Sosial, SKPD, NGO, relawan dan masyarakat telah melakukan penanganan pengungsi disana," ujar Sutopo.
Bantuan logistik dan peralatan BNPB yang didistribusikan kepada BPBD telah digelar di lokasi seperti tenda pengungsi, WC portable, permakanan, dapur umum, alas tidur dan sebagainya. Kebutuhan mendesak seperti sembako, susu anak, pakaian, peralatan mandi, sandal jepit, sarung, makanan tambahan gisi, tikar, karpet untuk sholat, MCK, air bersih, dan obat-obatan juga sudah disalurkan.
Bersaudara
Jangan menutup mata atas derita Rohingnya. Secara umum, Islam menyatakan seluruh kaum muslimin adalah bersaudara sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla surat al-Hujurât/49 ayat 10, yang artinya: Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara.
Konsekuensi dari persaudaraan itu, maka Islam mewajibkan kepada umatnya untuk saling tolong-menolong dalam al-haq.
Lebih fokus persaudaraan yang bersifat khusus antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr.
Persaudaraan antara kaum Muhajirîn dan kaum Anshâr yang deklarasikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki konsekwensi lebih khusus bila dibandingkan dengan persaudaraan yang bersifat umum.
Sebagaimana diketahui, saat kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah tidak membawa seluruh harta.
Sebagian besar harta mereka ditinggal di Makkah, padahal mereka akan menetap di Madinah. Ini jelas menjadi problem bagi mereka di tempat yang baru.
Terlebih lagi, kondisi Madinah yang subur sangat berbeda dengan kondisi Makkah yang gersang. Keahlian mereka berdagang di Makkah berbeda dengan mayoritas penduduk Madinah yang bertani.
Tak pelak, perbedaan kebiasaan ini menimbulkan permasalahan baru bagi kaum Muhajirin, baik menyangkut ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan juga kesehatan.
Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sementara itu, pada saat yang sama harus mencari penghidupan, padahal kaum Muhajirin tidak memiliki modal.
Demikian problem yang dihadapi kaum Muhajirîn di daerah baru.
Melihat kondisi kaum Muhajirin, dengan landasan kekuatan persaudaraan, maka kaum Anshâr tak membiarkan saudaranya dalam kesusahan.
Kaum Anshâr dengan pengorbanannya secara total dan sepenuh hati membantu mengentaskan kesusahan yang dihadapi kaum Muhajirin. Pengorbanan kaum Anshâr yang mengagumkan ini diabadikan di dalam Al-Qur`ân, surat al-Hasyr/59 ayat 9 :
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.
Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).
Berkaitan dengan ayat di atas, terdapat sebuah kisah sangat masyhur yang melatarbelakangi turunnya ayat 9 surat al-Hasyr. Abu Hurairah Radhiyallahu anhumenceritakan:
أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَبَعَثَ إِلَى نِسَائِهِ فَقُلْنَ مَا مَعَنَا إِلَّا الْمَاءُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ يَضُمُّ أَوْ يُضِيفُ هَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَا فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى امْرَأَتِهِ فَقَالَ أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَتْ مَا عِنْدَنَا إِلَّا قُوتُ صِبْيَانِي فَقَالَ هَيِّئِي طَعَامَكِ وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ وَنَوِّمِي صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا وَأَصْبَحَتْ سِرَاجَهَا وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَا تُصْلِحُ سِرَاجَهَا فَأَطْفَأَتْهُ فَجَعَلَا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلَانِ فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَ ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ
Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan lapar), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Para istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Kami tidak memiliki apapun kecuali air”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshâr berseru: “Saya,” lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam !” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”.
Orang Anshâr itu berkata: "Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.
Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya, (yang artinya): dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung –Qs. al-Hasyr/59 ayat 9. [HR Bukhari]
Bagaimanapun pengorbanan dan keikhlasan kaum Anshâr membantu saudaranya, namun permasalahan kaum Muhajirin ini tetap harus mendapatkan penyelesaian, agar mereka tidak merasa sebagai benalu bagi kaum Anshâr.
Disinilah tampak nyata pandangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan bijaksana. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr.
Peristiwa ini, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat terjadi pada tahun pertama hijriyah. Tempat deklarasi persudaraan ini -sebagian ulama mengatakan- di rumah Anas bin Mâlik,[2] dan sebagian yang lain mengatakan di masjid.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan mereka dua dua, satu dari Anshâr dan satu lagi dari Muhajirin.
Ibnu Sa’ad dengan sanad dari syaikhnya, al-Waqidi rahimahullah menyebutkan, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara sebagian kaum Muhajirin dengan sebagian lainnya, dan mempersaudarakan antara kaum Anshâr dengan kaum Muhajirin.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan mereka dalam al-haq, agar saling menolong, saling mewarisi setelah (saudaranya) wafat.
Saat deklarasi itu, jumlah mereka 90 orang, terdiri dari 45 kaum Anshâr dan 45 kaum Muhajirin. Ada juga yang mengatakan 100, masing-masing 50 orang.
Imam Bukhâri meriwayatkan dari Ibnu 'Abbâs Radhiyallahu anhu, ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah, kaum Muhajirin bisa mewarisi kaum Anshâr karena persaudaraan yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan dzawil-arhâm (kerabat yang bukan ahli waris) tidak.
Di antara contoh praktis buah dari persaudaraan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kisah 'Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu dengan Sa’ad bin Rabi’ Radhiyallahu anhu .
Sa’ad Radhiyallahu anhu berkata kepada 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu : "Aku adalah kaum Anshâr yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu.
Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa 'iddahnya, engkau bisa menikahinya”.
Mendengar pernyataan saudaranya itu, 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu menjawab: “Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?”
Lalu Sa’ad Radhiyallahu anhu menunjukkan pasar Qainuqa’. Mulai saat itu, 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan dari saudaranya.
Persaudaraan yang dijalin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus berlanjut. Ketika kaum Muhajirin sudah merasa biasa, tidak asing lagi, dan sudah mengetahui cara mencari nafkah, maka Allah Azza wa Jalla menggugurkan syariat waris-mewarisi dengan sebab tali persaudaraan seperti ini, namun tetap melanggengkan persaudaraan kaum mukminin. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَ ئِكَ مِنْكُمْ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. [al-Anfâl/8 : 75]
Dan firman-Nya :
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَى أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا كَانَ ذَ لِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا
Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). [al-Ahzâb/33 : 6]
.
Peristiwa penghapusan saling mewarisi ini terjadi pada saat perang Badr. Ada juga riwayat yang menjelaskan terjadi pada saat perang Uhud.
Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu menyebutkan, yang digugurkan adalah saling mewarisi, sedangkan tolong-menolong dan saling menasihati tetap disyariatkan. Dan dua orang yang telah dipersaudarakan bisa mewasiatkan sebagian harta warisannya untuk saudaranya. Inilah pendapat Imam Nawawi rahimahullah .
Di antara bukti yang menunjukkan persaudaraan ini terus berlanjut namun tidak saling mewarisi, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salmân al-Fârisi Radhiyallahu anhu dengan Abu Darda’ Radhiyallahu anhu .
Padahal Salmân Radhiyallahu anhu masuk Islam pada masa antara perang Uhud dan perang Khandaq. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mempersaudarakan antara Muawiyah bin Abi Sufyân Radhiyallahu anhu dengan al-Hattât at-Tamîmi Radhiyallahu anhu . Juga antara Ja’far bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dengan Mu’adz bin Jabar Radhiyallahu anhu . Semua peristiwa ini terjadi setelah perang Uhud. Ini menunjukkan persaudaraan itu masih disyariatkan namun tidak saling mewarisi.
Mengapa Rohingya melarikan diri?
Media Inggris, BBC, Jumat (22/5/2015), mengabarkan, pencabutan kartu identitas penduduk yang dikenal sebagai Kartu Putih bagi orang Rohingya oleh pemerintah Myanmar mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat mereka nekat mempertaruhkan nyawa mengarungi laut.
Sekitar 300.000 Kartu Putih, tanda terakhir yang menunjukkan mereka adalah penduduk Myanmar, sudah diminta dikembalikan oleh pihak berwenang dan dinyatakan tidak berlaku sejak 31 Maret lalu.
Dengan kartu itu, kaum Rohingya antara lain boleh memberikan suara dalam pemilihan umum.
Mayoritas etnik Rohingya, yang jumlahnya ditaksir antara 1,3 hingga 1,5 juta jiwa, tinggal di negara bagian Rakhine di dekat perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh.
"Mereka sudah dianggap bukan warga negara, sekarang dokumen tidak ada," jelas Utusan Khusus Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk Myanmar, Tan Sri Syed Hamid Albar.
Tan Sri Syed Hamid Albar menilai kondisi di Myanmar membuat warga Rohingya lari.
"Bila tidak ada dokumen dan tidak ada tempat bagi mereka, bergerak pun tidak boleh, untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain tidak boleh, ada undang-undang yang menyekat pergaulan, yang bahkan menyekat cinta, maka akhirnya mereka mencari jalan," tambah mantan menteri luar negeri Malaysia itu.
Perjalanan dua bulan
Mereka menumpang kapal-kapal yang diduga dikendalikan oleh jaringan penyelundup manusia dengan tujuan utama Malaysia.
Pulau Langkawi, Malaysia didarati oleh 1.107 orang, pengungsi Rohingya dan migran Bangladesh, yang kemudian ditempatkan di Pusat Detensi Imigrasi Belantik, Negara Bagian Kedah.
Sekitar 1.800 orang diselamatkan di Aceh melalui tiga gelombang. Ribuan orang lainnya diperkirakan masih berada di laut.
Bila dirunut, dari segi waktu tampaknya ada korelasi antara jatuh tempo Kartu Putih dan tempo perjalanan para pengungsi yang mengaku berangkat kira-kira dua bulan.
Seorang anggota parlemen Myanmar dari etnik Rohingya, Shwe Maung, mengatakan masa berlaku Kartu Putih dinyatakan berakhir setelah muncul protes keras dari kelompok-kelompok nasionalis Buddha Februari lalu, padahal baru saja disahkan rancangan undang-undang yang menyatakan pemilik kartu mempunyai hak pilih.
Kala itu, pemerintah Myanmar mengatakan akan membentuk komisi guna mengkaji persoalan Kartu Putih.
Pencabutan, tuturnya, jelas membuat warga resah.
"Masih tidak jelas jenis kartu apalagi yang akan diberikan, tapi belum ada sampai sekarang."
Menyusul gelombang kerusuhan, termasuk tahun 2012 yang menewaskan setidaknya 200 orang , mereka ditempatkan di kamp-kamp dan tidak diizinkan bekerja di luar lingkungan tempat tinggal.
Pemerintah beralasan lokalisasi dilakukan untuk melindungi mereka dari amukan massa.
Shwe Maung
Menurut Shwe Maung, keresahan warga semakin tinggi menjelang pemilhan umum.
Tanpa kartu, mereka khawatir akan ditangkap dan dimasukkan ke penjara menjelang pemilihan umum di Myanmar yang dijadwalkan akan digelar bulan Oktober-November, kata seorang pemuka masyarakat Rohingya.
"Bila mereka tetap di Myanmar, mereka akan dimasukkan ke penjara, keselamatan jiwa mereka terancam dan hak pilih mereka sudah dicabut," kata Mohammad Sadek, pengurus Komite Pengungsi Rohingya Arakan (RARC) di Malaysia kepada wartawan BBC Indonesia, Rohmatin Bonasir.
"Oleh sebab itu Rohingya menganggap sekarang waktu yang tepat untuk menyelamatkan diri," kata Sadek.
Rohingya oleh pemerintah Myanmar dianggap sebagai pendatang dari Bangladesh, meskipun mereka secara turun-temurun tinggal di Rakhine.
Belakangan sikap Myanmar melunak terhadap krisis pengungsi di Asia Tenggara menyusul berbagai tekanan, termasuk tekanan diplomatik yang dilakukan Indonesia dan Malaysia.
PBB menggolongkan Rohingya sebagai minoritas yang paling tertindas di dunia. (BBC/almanhaj.or.id/kompas.com)