Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kenaikan Harga BBM

Beda aksi dulu dan sekarang...

Pakar komunikasi politik asal Unhas, Dr Hasrullah,

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Muh. Taufik
MAKASSAR, TRIBUN_TIMUR.COM- Pakar komunikasi politik asal Unhas, Dr Hasrullah, mengapresiasi aksi eksponen mahasiswa Makassar saat memprotes rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak, sepekan terakhir.

Terlepas adanya isu pengerahan warga bayaran oleh aparat untuk melawan rangkain aksi mahasiswa, Hasrullah menilai, aksi protes kemarin, mudah disusupi.

"Isu mereka satu tolak harga baru BBM, tapi sayang tak ada konsolidasi, aksi tercerai berai di sejumlah titik, dalam kelompok kecil, makanya gampang disusupi," ujar mantan aktivis kampus era 1980-an ini.
Dari pentauan Tribun, setidaknya aksi mahasiswa menolak kenaikan BBM kemarin, terjadi di 10 lokasi berbeda.

Sejatinya, jelas Hasrullah, ada koordinator aksi, difokuskan tempat berkumpul dan aksi mimbar bebas di satu tempat.

"Aktivis jalan sendiri-sendiri. Aksi di depan kampus masing-masing, sehingga tak terlihat solid dan dipandang sebelah mata. Jadinya, pengguna jalan tak simpati, karena macet dimana-mana."
Hasrullah, lalu membandingkan soliditas aktivis mahasiswa sekarang dengan di eranya.

"Dulu, organisasi ekstra kampus jadi tempat konsolidasi, ada pentolan aksi, ada tokoh yang jadi panutan aksi, sekarang tokoh ada di kelompok-kelompok fakultas, bahkan jurusan, jadinya solidaritas massa hanya dilevel angkatan, bukan lintas angkatan dan lintas kampus," ujar Kepala UPT KKN Unhas ini, Selasa (18/6).
Aktivis mahasiswa angkatan 1998, M Zakir Sabara HW yang kini menjabat asisten Wakil Rektor III UMI, juga memberi catatan dalam aksi kemarin.
"Isunya satu, sayangnya digarap terpecah-pecah di banyak kelompok, akhirnya yang berhasil adalah mengkonsolidasikan kemacetan, bukan konsolidasi kekuatan melawan pemerintah dan DPR yang membahas kenaikan harga BBM."Kata Zakir mengkonfirmasikan, tak solidnya aksi mahasiswa menolak kenaikan harga BBM dan mudahnya mereka disusupi.

Diceritakan Zakir, keputusan dosen UMI menggalang kekuatan kampus untuk mendampingi aksi mahasiswa Senin (17/6/2013) adalah upaya menghindari penyusup yang bisa menodai aksi.

Di era 1998, saat aksi melawan hegemoni rezim Soeharto, aksi itu disusun laiknya kepanitian event.

"Ada korlap, ada penyaring isu dan megantisipasi,  ada seksi konsumsi, ada juga yang memantau apakah pita atau simbol-simbol pergerakan dikenakan oleh mahasiswa.  Di sisi kiri-kanan kita bergandengan tangan dan saling kenal satu sama lain. Tak ada scraft penutup muka atau helm, jadi kami saling kenal dan tahu jika ada penyusup."(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved