Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Citizen Reporter

Lestarikan Budaya, Mahasiswa Makassar Buat Lontara Project

Laporan: Muhammad Ahlul Amri Buana mahasiswa asal Makassar di Fakultas Hukum UGM

Penulis: CitizenReporter | Editor: Ina Maharani
zoom-inlihat foto Lestarikan Budaya, Mahasiswa Makassar Buat Lontara Project
ist
Nahkoda Lontara Project (dari kiri ke kanan): Setia Negara, Sri Maharani, Fitria Sudirman, M. Ahlul Amri Buana
Laporan: Muhammad Ahlul Amri Buana mahasiswa asal Makassar di Fakultas Hukum UGM

TRIBUN-TIMUR.COM -- Lontara Project merupakan singkatan dari La Galigo for Nusantara. Gerakan pemuda yang lahir tanggal 31 Desember 2011 ini bertujuan untuk mempromosikan La Galigo sebagai warisan kebudayaan nasional bangsa serta menginspirasi generasi muda untuk menggunakan kreatifitas mereka melestarikan tradisi-tradisi asli Indonesia. Gerakan ini dipelopori oleh empat orang mahasiswa asli Makassar di perantauan. Muhammad Ahlul Amri Buana dari Fakultas Hukum UGM, Sri Maharani dari Desain Grafis STISI-TELKOM Bandung, Fitria Sudirman dari Sastra Inggris UI, dan Setia Negara dari ITB memadukan ide-ide mereka untuk kemudian melahirkan gerakan berskala nasional ini sejak pertengahan 2011 lalu.
    Motivasi awal mereka menciptakan Lontara Project adalah karena ingin mengangkat nama Sulawesi Selatan lewat kekayaan budaya daerahnya. Selama ini mereka mengaku tidak nyaman dengan pemberitaan nasional terkait Makassar. Mereka sering disindir dengan teman-teman dari daerah lain setiap kali mahasiswa Makassar terlibat tawuran atau bentrok dengan polisi. Beranjak dari rasa malu itulah mereka berjuang untuk menunjukkan kegemilangan Sulawesi Selatan yang tertutupi oleh aksi anarkisme. Gerakan ini juga muncul karena kemirisan keempat pemuda tadi terhadap warisan sastra terpanjang di dunia yang telah diakui oleh UNESCO sebagai Memory of The World namun kurang dikenal di panggung kebudayaan nasional. Semakin hilangnya antusiasme masyarakat di daerah terhadap tradisi La Galigo serta ketidakpedulian generasi muda terhadap epos ini menjadi kendaraan utama Lontara Project untuk mengajak pemuda-pemuda Indonesia mengonservasi kebudayaan mereka sendiri.
    Lontara Project tidak bertujuan untuk menciptakan ensiklopedia lengkap soal La Galigo atau menjadi pusat jawaban seputar tradisi ini. Keempat penggeraknya bukanlah ahli di bidang La Galigology dan mereka pun masih belajar. Referensi mereka selama ini adalah buku-buku serta diskusi dengan Prof. Nurhayati Rahman, seorang pakar La Galigo yang telah malang-melintang di dunia naskah kuno. Tujuan utama gerakan ini ialah berjuang untuk mempopulerkan La Galigo sebelum dilupakan atau bahkan diklaim oleh negara lain. Dengan mengusung tema konservasi kreatif, Lontara Project berusaha untuk memperkenalkan La Galigo kepada khalayak nasional (tidak hanya Sulawesi Selatan) ke dalam bentuk yang lebih “youth-friendly”. Bersenjatakan kreatifitas, media sosial, serta semangat muda untuk perubahan, Lontara Project mengajak semua orang untuk mengambil peran langsung melestarikan identitas bangsa.
Beberapa contoh aktifitas yang telah dilakukan oleh Lontara Project untuk mewujudkan tujuannya ini antara lain; pembuatan web www.lontaraproject.com yang berisi berbagai macam artikel ringan dan basic information seputar La Galigo, pembuatan akun twitter (@lontaraproject) dan facebook, kampanye melestarikan budaya lewat self-photo-tag, pembuatan komik mengenai isi dan sejarah La Galigo bagi mereka yang malas membaca buku-buku literatur yang tebal, reportase ke pameran-pameran, seminar maupun wawancara dengan para pakar, pembuatan lagu yang memadukan musik tradisional dengan instrumen modern, serta merchandise. Keseluruhan kegiatan tersebut terangkum dalam kampanye budaya ala anak muda jaman sekarang yang dinamai I UPS! LA GALIGO. UPS merupakan singkatan dari Uncover, Preserve, dan Speak La Galigo.
    Bulan Februari lalu, Lontara Project bekerjasama dengan Indonesia Buku mengadakan grand launching di Alun-Alun Kidul Keraton Yogyakarta. Acara ini dihadiri pula oleh beberapa orang perwakilan IKAMI Sulsel di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bulan Mei mendatang, La Galigo Music Project yang merupakan bagian dari Lontara Project diundang untuk tampil pada pembukaan JOINMUN (Jogja International Model United Nations). Yang mengejutkan adalah, para penggarap lagu di La Galigo Music Project berasal dari luar Sulawesi Selatan. Muhammad Yusuf, sebagai koordinatornya, berasal dari Jakarta dan memegang peran penting di dalam mengonsep musik. Mereka didukung pula oleh Puspaningtyas Panglipurjati pada vokal (sinden Jawa), Fajar Rausyanfikr (musik dan lagu Dayak), Himawan dan Mandira pada biola, Rahmat dan Unchie pada perkusi, serta Jordi dan Putri pada gitar. Ke depannya, Lontara Project berencana untuk mengadakan lomba-lomba, road show, dan dokumenter singkat untuk menarik lebih banyak perhatian dan partisipasi masyarakat. Semangat kreatifitas dalam melestarikan budaya Lontara Project jelas membutuhkan dukungan dari segala pihak. Bagi mereka yang ingin bergabung, menyumbangkan kreasi, berkerjasama atau memberikan donasi dalam bentuk apapun, dapat menghubungi Lontara Project lewat fitt@lontaraproject.com. Siapa bilang melestarikan budaya itu susah? Melestarikan budaya itu mengasyikkan!    

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved