Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

LAPORAN ON THE SPOT

Mekah Penggiling Sandal Terbesar di Dunia

Mekah Penggiling Sandal Terbesar di Dunia

Penulis: Thamzil Thahir |
TERNYATA Masjidil Haram bukan tempat penghapus dosa belaka. Di Masjid yang paling disucikan umat Islam se-dunia ini juga, tempat penggiling sandal dan sepatu terbesar di dunia.

Setiap hari setidaknya ada 10 ribu pasang alas kaki umat Islam yang digiling menjadi bubur sampah. Alas kaki berupa sandal, sepatu, atau kaos kaki yang terbuat dari vinnyl dan kulit dikumpulkan dari 95 pintu (bab) pintu Masjidil Haram.

"Paling banyak sandal diambil setelah shalat subuh dan Magrib," kata Buhari, satu dari sekitar 100 khadim atau petugas kebersihan khusus. Tugas bukhari terbilang berat dan sarat makian. Berat sebab, dia harus mengumpulkan sandal-sandal yang tepat berada di depan dan bibir pintu masuk, dan memasukkannya ke dalam plastic bag seukuran karung beras 100 kg.

Sarat makian karena dia harus mengabaikan keluhan dan kemarahan jamaah yang sandalnya dimasukkan ke kantong plastik demi tuntutan pekerjaan.

Oleh otoritas pemelihara dan pembangunan masjidil haram dan masjid Nabawi, para petugas pembersih yang mayoritas dari Pakistan dan Bangladesh ini melarang keras jamaah menyimpan barang pribadi di sekitar pintu masuk.

Sebelum akses masuk di pelataran masjid (Hama Piazza) pihak pengelola sudah memasang pengumuman keras. "Demi keamanan dan kenyamanan ibadah, sandal/sepatu, sebaiknya dibawa
masuk ke dalam masjid atau disimpan di loker."

Di sekitar pintu masuk di antara Babul King Abdul Malik dan Babul King Abdul Aziz, ada 10 papan peringatan sejenis. Di setiap pintu masuk, juga ada peringatan tambahan dengan gambar, tas
koper yang diberi tanda silang. Bunyinya juga larangan keras.

"Please don't leave any belonging here. It will be removed promptly." Ini juga sekaligus jadi rujukan dan argumen hukum kuat pengelola untuk meredam protes jamaah yang keberatan sandalnya dikumpulkan, dibuang ditempat sampah, lalu dijadikan bubur sampah.

Larangan di papan bicara ini ditulis dalam tiga bahasa mayoritas jamaah. Bahasa Arab, Urdu, dan Inggris. Tak ada bahasa Indonesia. Tak mengherankan, jika banyak jamaah asal Indonesia, yang terpaksa pulang ke pondokan atau hotel tanpa alas kaki.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved