Jika Gubernur-Wagub Terus Berkonflik, Sulsel Benar-benar di Ambang Kerusakan!
masyarakat memiliki secercah harapan, Nurdin Abdullah dan Sudirman bisa memimpin Sulsel tanpa konflik dan membawa Sulsel lebih baik ke depan.
kenapa Prof Dr Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman yang menurut rakyat pemilih mereka, mewakili kaum terpelajar dan pribadi yang rasional, menjadi tidak rasional sehingga berkonflik yang dampaknya mengancam rusaknya seluruh tatanan rasional sosial politik, ekonomi, dan budaya rakyat Sulsel.
Konflik yang selama 3 bulan terakhir samar kedengaran di publik, antara Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan wakilnya Andi Sudirman Sulaiman, sejak dua pekan lalu konflik mereka tidak lagi samar. Rakyat Sulsel malah menonton konflik mereka dengan mata telanjang di hampir semua media.
Oleh Mulawarman
Pengamat Sosial Politik
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Hilangnya komitmen di antara dua orang individu pemimpin (pemegang kekusaan), akan melahirkan konflik tidak berkesudahan. Karena keduanya, dipastikan tidak tahu kalau politik itu bermoral. Demikian diingatkan pemikir John Locke dan Jeremy Bentham (1789).
Konflik yang selama 3 bulan terakhir samar kedengaran di publik, antara Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan wakilnya Andi Sudirman Sulaiman. Keduanya dikabarkan telah tak sejalan atau sudah pecah kongsi dan telah berkonflik.
Sejak dua pekan lalu konflik mereka tidak lagi samar. Rakyat Sulsel malah menonton konflik mereka dengan mata telanjang di hampir semua media.
“Sebenarnya ini hal fatal dalam tata kelola pemerintahan. Kelihatan betul disharmoni hubungan Gubernur dan Wagub,” tegas pengamat administrasi pemerintahan, Luhur A Prianto (Tribun Timur cetak edisi Rabu, 8 Mei 2019).
Konflik itu terlihat sangat jelas. Seluruh rakyat Indonesia malah bisa melihat konflik itu lewat media massa, setelah Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman melantik 198 pejabat Pemprov Sulsel. Kemudian, tidak perlu waktu yang lama, hanya 2 pekan setelah itu, SK pelantikan dianulir. Semua pejabat yang dilantik wagub dikembalikan ke posisi semula.
Publik juga mencium aroma disharmoni itu dalam penentuan Sekprov Sulsel. Dikutip Tribun Timur cetak edisi Selasa, 22 Januari 2019, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan Wagub Sulsel berdampingan mengumumkan tiga besar calon Sekprov Sulsel, Senin (21/1/2019), di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulsel. Inilah kali pertama NA-Sudirman jumpa pers bersama setelah dilantik, 5 September 2018. Namun hingga kini, Sekprov Sulsel belum juga didefinitifkan.
Penentuan Penjabat (Pj) Wali Kota Makassar juga tak lepas aksi tarik menarik atau aksi rebutan jabatan itu. Gubernur dikabarkan mengingingkan Deny Irawan yang staf ahlinya, Wakil Gubernur disebut mengingingkan Sulkaf Latief Kadis Perikanan kakak dari Sukriansyah Latief staf ahli Amran Sulaiman.
Tetapi kemudian Mendagri Tjahyo Kumolo mengambil jalan tengahnya dan tepat, kata publik. Mendagri memilih Iqbal Suaib. “Atas saran dan masukan Pak JK (Jusuf Kalla), saya mengambil jalan tengahnya,” kata Tjahyo Kumolo Senin kemarin pada penulis.
Banyak kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur yg bertentangan dan menunjukkan nyatanya ada konflik di antara mereka. Tetapi itu terlalu panjang untuk diungkapkan di tulisan pendek ini. Namun yang pasti, konflik Gubernur dengan Wakil Gubernur ini, akan menjadi pertarungan panjang tak berkesudahan bagi keduanya.
Konflik orang nomor satu dan dua di Sulsel itu, pasti akan merusak jalannya pemerintahan mereka berdua. Karena merekan berdua adalah elit penguasa yg berkonflik di tengah masyarakat Sulsel yang sudah menjadi masyarakat terbuka sejak pasca reformasi, seiring semakin terbukanya masyarakat Indonesia.
Konflik elite penguasa itu, akan merusak semua tatanan bermasyarkat, bernegara, berdemokrasi dan berideologi (berpancasila). Karena konflik elite penguasa itu, berlangsung di tengah masyarakat (Sulsel) yang (sudah) terbuka, kata Karl Popper di The Open Society and Its Enemies.
Padahal di Pilkada Sulsel 2018 kemarin, beberapa lembaga survei, menyatakan antara 17 sampe 18 persen dari 43 persen rakyat yg memilih Nurdin Abdullah-Andi Sudirman, memilih Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman, karena keduanya dianggap mawakili kaum terpelajar, kaum ilmuwan atau kaum intelektual.