Sekprov Sulbar: Sebagian Politisi Sulbar Kurang Sensitif Terhadap Kebutuhan Publik
Hal tersebut membuat Sekertaris Provinsi (Sekprov) Sulawesi Barat, Dr. Muhammad Idris DP, merasa sangat prihatin terhadap kondisi tersebut.
Penulis: Nurhadi | Editor: Nurul Adha Islamiah
Laporan Wartawan TribunSulbar.com, Nurhadi
TRIBUNSULBAR.COM, MAMUJU - Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Barat, menunjukkan dalam sepuluh tahun terakhir, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Barat, tidak pernah melahirkan produk hukum atau perda inisiatif.
Hal tersebut membuat Sekertaris Provinsi atau Sekprov Sulbar, Dr Muhammad Idris DP, merasa sangat prihatin terhadap kondisi tersebut.
Menurut Idris, ke depan seharusnya DPRD Sulbar lebih banyak bicara substansi, misalnya memperbaiki fungsi legislasi, sebab, kata dia, semakin baik fungsi legislasi semakin bagus indek demokrasi suatu daerah.
Baca: Pembangunan RTH Kawasan Masjid Agung Belopa Habiskan Biaya Rp 520 Juta
Baca: Di Kota Layak Anak, Anak-anak Ternyata Ikut Mengantre di Kantor Disdukcapil Makassar
Baca: Gagal Panen Akibat Banjir, Petani Belakang Grand Mal Harap Bupati Beri Solusi
"Tapi saya memang melihat saat ini kita terkendala dari segi kuantitas, atau jangan-jangan kualitas juga kurang,"kata Idris kepada wartawan usai membukan diskusi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Sulbar, di Hotel Matos Mamuju, Senin (17/12/2018).
Kata Idris, seharus DPRD tidak kehilangan inisiatif, utamanya dalam melahirkan produk hukum yang berkaitan dengan pekembangann ekonomi masyarakat.
"Karena bagi saya semakin miskin inisiatif, akan semakin mandul kita dalam bekerja (dalam tanda kutif) dan tentu akan semakin tidak produktif,"ujarnya.
Seharusnya, lanjut mantan Kepala LAN Makassar itu, jika eksekutif lambat merespon hal-hal yang baru berkaitan dengan kebutuhan publik, seharusnya inisiatif the parlemen harus muncul.
"Nah inisiatif parlemen bisa muncul, pertama kalau personaliti perlemen diisi oleh orang - orang sensitifitas politik sosialnya tinggi. Karena tidak mungkin inisiatif muncul kalau tidak sensitif,"kata dia.
Idris mengakui, sebagian yang mengisi parlemen di Sulawesi Barat, kurang sensitif terhadap kebutuhan publik. "Jadi bukan sensitif tidak punya kapasitas. Tapi tidak sensitif dalam konteks kebutuhan publik,"ucapnya.
Ia menuturkan, sebentar lagi akan dilaksanakan pesta demokrasi 2019, warga negara berkesempatan untuk menaikkan IDI Sulbar yang masih dianggap mendapat predikat butuk, utamanya dari aspek kebebasan sipil.
"Tentu kualitas pemilu akan ditentukan dari hasil, bukan jumlah yang dipilih. Kemudian juga akan dilihat seberapa cerdas warga negara memilih orang-orang yang refresentatif untuk mewakili rakyat,"ujarnya.
Kalau akhirnya, kata dia, orang-orang yang dipilih karena politik uang. Itu justru aka membuat IDI Sulbar akan semakin memburuk.
"Olehnya, masyarakat harus diubah paradigmanya lewat pendidikan politik. Partai politik harus memainkan perannya, seharusnya sebagian besar dananya digunakan untuk pendidikan politik,"ujarnya.
"Partai politik seharus semua punya lembaga pendidika politik. Jangan hanya kampanye melulu. Tapi pendidikan politik terabaikan. Jangan katakan nanti bagus kalau masuk politik,"jeladnya menambahkan.