Bawa 'Pocong', Demonstran di Majene Soroti Pembayaran Iuran BPJS
Sejumlah mahasiswa dan masyarakat berunjuk menyoal pembayaran BPJS di depan tugu pusat pertokoan Kecamatan Banggae, Majene, Kamis (22/11/2018).
Penulis: edyatma jawi | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur, Edyatma Jawi
TRIBUNMAJENE.COM, MAJENE -- Sejumlah mahasiswa dan masyarakat berunjuk rasa menyoal pembayaran iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Mereka berorasi di depan tugu pusat pertokoan Kecamatan Banggae, Majene, Kamis (22/11/2018). Saat orasi, dua orang mengenakan pakaian menyerupai pocong.
Demonstran juga membentangkan kain dan kerta bertuliskan sorotan terkait program Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS atau iuran yang ditanggung APBD kabupaten.
Selain mahasiswa dan masyarakat, mantan Ketua Komisi III DPRD Majene, Adi Ahsan juga terlibat dalam demonstrasi tersebut.
Baca: LINK Download Aturan Baru BKN Nilai Kumulatif 255 ke Atas Bisa Lolos Tes SKB, Ini Syaratnya
Baca: Gisel Gugat Cerai Gading Marten - Gisel: Saya Memohon Maaf untuk Semua Hati yang Patah
Adi Ahsan menilai terjadi banyak penyimpangan dalam program BPJS yang ditalangi Pemkab Majene. Majene telah mendapatkan gelar Universal Health Coverage (UHC) atau jaminan kesehatan menyeluruh dengan persentasi kepesertaan 98,38 persen.
Namun fakta lapangan sangat berbeda. Padahal pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp6,7 miliar untuk menanggung biaya BPJS.
"Saya melihat bahwa masih banyak fakta di lapangan bahwa masyarakat kita tidak memiliki BPJS," ungkap Adi Ahsan.
Ia mencontohkan, di Desa Seppong Kecamatan Tammerodo Sendana, terdapat kartu BPJS daerah 811 dan BPJS yang ditanggung pemerintah pusat sebesar 834 kartu.
Tapi jumlah penduduknya hanya 1.500 jiwa. Sementara dari jumlah tersebut terdapat 100 jiwa lebih tidak memiliki BPJS.
"Artinya data ini semakin kacau," katanya.
Kondisi sama terjadi di Desa Bambangan Kecamatan Malunda. Di daerah itu tercatat disalurkan kartu BPJS daerah dan pusat sebanyak 1.900. Namun jumlah penduduknya hanya sekira 1.100 jiwa.
"Artinya ada kelebihan, tidak kita tau siapa pemiliknya," katanya.
Sementara itu, di Desa Awo Kecamatan Tammerodo Sendana, terlapor 100 data penerima kartu ganda dan sudah meninggal dunia. Itu dilaporkan ke Komisi III sejak 2017.
"Tapi sampai hari ini kartu itu masih berkeliaran," katanya.
Adi Ahsan menyimpulkan, Pemkab Majene telah membayar 'siluman'. Kondisi itu juga membuat warga yang layak tapi tidak mendapatkan kartu.
Lebih dekat dengan Tribun Timur, subscribe channel YouTube kami:
Follow juga akun instagram official kami: