Gempa Bumi Palu Donggala
Atasi Trauma Akibat Gempa dan Tsunami, Anak Anak Palu Diajak Berdongeng
Proses trauma healing pun dilakukan para relawan untuk meredam trauma yang dirasakan oleh anak anak ini.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Nurul Adha Islamiah
Laporan wartawan Tribun Timur Hasan Basri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Bencana gempa bumi dengan kekuatan 7,4 SR yang disusul tsunami di Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018 masih menyisakan luka dan trauma, terutama bagi anak anak.
10 hari pasca bencana inI melanda daerah ini, para korban selamat tidak masuk sekolah dan hanya tinggal di posko pengungsian yang disediakan tim relawan.
Betapa tidak, rumah dan sekolah mereka hancur porak poranda diterjang gempa dan tsunami setinggi tiga meter pada waktu itu.
Selain itu mereka juga masih trauma untuk tinggal dibawah gedung karena takut dengan adanya gempan susulan.
Apalagi belakangan ini masih kerap ada gempa susulan meski skala kecil.
Proses trauma healing pun dilakukan para relawan untuk meredam trauma yang dirasakan oleh anak anak ini.
Caranya dengan mengajak anak anak bermain, bernyanyi dan mendengar cerita rakyat. Mereka juga disuruh mengambar agar tetap gembira meskipun baru saja dilanda bencana dahsyat ini.
"Tujuan ini agar anak anak bisa senang senang dan bergembira pasca gempa dan tsunami," kata Penanggungjawab Lapangan Mandiri Amap Insani Pondation, Abdul Hadi.
Abdul Hadi mengatakan selama proses trauma healing ini digelar, raut muka anak anak perlahan lahan mulai ceriah.
Beda dengan beberapa hari lalu ketika baru saja mengikuti kegiatan ini. Para tim relawan harus berupaya keras untuk membujuk mereka berkumpul di tenda.
Hadi menyebut korban anak akibat gempa dan tsunami yang tinggal di posko pengungsian Lapangan Vatu Lemo, Kota Palu sekitar 200 orang.
Sebagian anak ada yang sudah kehilangan orangtuanya pasca bencana terjadi. (*)