Profil Johannes Suryo Prabowo, Jenderal TNI yang Berani Sindir Jokowi: Ini Deretan Prestasinya
Mantan Kepala Staf Umum TNI, Letjen TNI Purnawirawan Johannes Suryo Prabowo memberikan sindiran pada penampilan Jokowi
TRIBUN-TIMUR.COM- Mantan Kepala Staf Umum TNI, Letjen TNI Purnawirawan Johannes Suryo Prabowo memberikan sindiran pada penampilan Jokowi pada acara penutupan Asian Games 2018, Minggu (2/9/2018).
Sindiran itu diberikan Suryo Prabowo melalui Twitter miliknya, @marierteman.
Suryo mengatakan jika sambutan Jokowi yang beralatar belakang korban gempa di Lombok tidaklan manusiawi.
Meski demikian, Suryo tetap memberikan apresiasi bagi para atlet yang telah berprestasi di kancah pesta olahraga Asia tersebut.
sepertinya koq gak manusiawi,
menggunakan korban bencana gempa Lombok di tenda pengungsian sbg settingan latar pencitraan ketika menyampaikan amanat penutupan AG 2018
tapi, gimana jg saya bangga atas pencapaian prestasi para atlit dan penyelenggara yg luar biasa," tulis Suryo Prabowo.

Tweet Suryo Prabowo (Capture Twitter @marierteman)
Diketahui, Jokowi didampingi Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) memberikan pidato singkat saat closing ceremony di gelar.
Jokowi terlihat berada di antara segerombolan orang di pengungsian gempa Lombok.
Selain memberi pidato bersama pengungsi, Jokowi juga nonton bersama acara closing ceremony bersama para pengungsi.
Dilansir dari Kompas.com, selain nonton bareng, Jokowi dijadwalkan menemui para pengungsi korban gempa, meninjau lokasi pembangunan rumah tahan gempa di Kabupaten Lombok Utara.
Presiden dijadwalkan menginap di kamp pengungsian di Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat.
Ini merupakan kali ketiga kunjungan Presiden ke Lombok, pascamusibah gempa yang merenggut 560 korban jiwa, 83.392 rumah rusak, 3.540 fasilitas umum rusak dan 396.032 warga mengungsi.
Tentang Suryo Prabowo
Suryo Prabowo pertama kali bertugas di Batalyon Zeni Tempur 1/Kodam II/Bukit Barisan (sekarang Kodam I/Bukit Barisan) sebagai komandan peleton (Danton) dan sejak penugasannya tersebut dia sangat sering diperbantukan ke berbagai batalyon infanteri (yonif) dalam pelaksanaan operasi militer di Timor Timur, Aceh dan Papua.
Mungkin padatnya penugasan operasi yang dialaminya inilah yang menjadikannya tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pendidikan tinggi di dalam, dan apalagi di luar negeri.