Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ayo Bandingkan Isi dan Gaya Orasi 5 Ketua BEM soal Kartu Kuning Jokowi, Jadi Siapa Paling Jago?

Pemberian kartu kuning kepada Presiden RI, Joko Widodo oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Zaadit Taqwa

Editor: Edi Sumardi
TRIBUNSTYLE.COM
Talkshow Mata Najwa membahas topik Kartu Kuning Jokowi yang ditayangkan stasiun televisi Trans 7, Rabu (7/2/2018). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Pemberian kartu kuning kepada Presiden RI, Joko Widodo oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Zaadit Taqwa menimbulkan pro dan kontra di Tanah Air.

Pantaskah seorang presiden dibunyikan sempritan melalui forum, lalu diberi kartu kuning dalam bentuk buku?

Hal tersebut kemudian menjadi perdebatan.

Ada yang menyebut jika aksi Zaaddit pada acara Dies Natalis ke-68 UI di Balairiung, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2018) tersebut merupakan pelanggaran etika.

Namun, ada pula yang pro sebab merupakan perwujudan kebebasan berekspresi dalam menyampaikan kritikan terhadap seorang kepala negara yang dianggap belum mampu menyelesaikan berbagai masalah menimpa rakyat.

Satu di antara masalah paling menonjol, saat ini, adalah gizi buruk ribuan anak di Asmat, Papua.

Zaadit sebagai representasi mahasiswa memaksa Jokowi segera menuntaskan persoalan tersebut.

Saat upaya tersebut berlangsung, pemilik akun Instagram bernama @zaaditt tersebut mendadak tenar serta dianggap sebagai ketua BEM "jaman now".

Ketua BEM lainnya pun diminta berani seperti Zaadit.

Terkait dengan polemik pemberian kartu kuning kepada "RI 1", talkshow Mata Najwa yang dipandu Najwa Shihab yang tayang pada stasiun televisi Trans 7, Rabu (7/2/2018) pun membahasnya.

Hadir sebagai narasumber, 5 ketua BEM dan presiden mahasiswa.

Mereka adalah Zaadit; Presiden Mahasiswa Trisakti, Gafar Refinde Putra; Ketua BEM Insitut Pertanian Bogor, Qudsyi Ainul Fawaid; Presiden Mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Obed Kresna Widya Pratistha; dan Presiden Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung, Ardhi Rasy Wardhana.

Najwa kemudian memberikan kesempatan mereka untuk orasi di panggung Mata Najwa.

Lalu, ada pembanding, yakni Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, M Nasir; Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko; mantan aktivis mahasiswa sekaligus politikus PDI Perjuangan, Adian Napitupulu; juga mantan aktivis mahasiswa sekaligus politikus Partai Gerindra, Desmond J Mahesa.

Juga pengurus BEM dari kelima perguruan tinggi.

Orasi kelima pemimpin lembaga eksekutif kemahasiswaan yang disampaikan secara lantang pun jadi pembahasan.

Tak sedikit penonton, sebagaimana terlihat melalui media sosial, membandingkan-bandingkan isi orasi mereka.

Sebagai bahan untuk perbandingkan, berikut transkrip orasinya.

Ketua BEM UI, Zaadit Taqwa:

Zaadit Taqwa
Zaadit Taqwa

Dalam sejarahnya, setiap peristiwa penting yang terjadi di Indonesia selalu melibatkan peran mahasiswa dan pemuda di dalamnya.

Kemerdekaan tahun 1945 bisa jadi tidak terjadi apabila golongan muda tidak menculik orang-orang tuanya.

Dan hari ini, dan hari ini, kita sama-sama menyaksikan bahwa kita telah sama-sama bangkit untuk bergerak bahwa Gerakan Kartu Kuning Jokowi, kartu kuning ini adalah sebuah peringatan, kartu kuning ini adalah sebuah peringatan buat Pak Jokowi bahwa masih banyak yang belum diselesaikan. 

Kasus KLB Asmat merupakan sebuah cerminan bahwa masih banyak pelayanan-pelayanan masyarakat yang belum terselesaikan.

Kasus Plt Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara merupakan sebuah gambaran bahwa masih ada agenda Reformasi yang belum selesai sampai sekarang.

Dan draft, draft Permenristek Dikti tentang Organisasi Kemahasiswaan merupakan gambaran bahwa pemerintah belum memberikan ruang demokrasi seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya bagi masyarakat.

Dan hari ini, dan hari ini rekan-rekan, kita semua mahasiswa Indonesia. 

Ini adalah satu titik balik bagi kita. 

Ini adalah satu momen bagi kita semua untuk menunjukkan bahwa mahasiswa selalu berada di garis paling depan, selalu ada di garis terdepan untuk kemudian menyuarakan suara masyarakat, untuk kemudian menjadi mitra kritisnya pemerintah.

Terima kasih.

Hidup mahasiswa!

Presiden Mahasiswa Trisakti, Gafar Refinde Putra:

Gafar Refinde (kiri).
Gafar Refinde (kiri).

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada mahasiswa yang suaranya lemah.

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Seribu sembilan ratus empat puluh lima, Bolognan muda berkumpul, bersatu padu, mendorong menuju kemerdekaan Republik Indonesia.

Seribu sembilan ratus dua puluh delapan, abang-abang kita turun, bersimbah darah ditembak dan empat abang-abang Trisakti ditembak dalam kampus.

Dan hari ini, kita dipertontonkan kembali pembungkaman mahasiswa, pengebirian terhadap Ormawa Trisakti, Indonesia semuanya dikebiri Permendikti.

Kalau misalnya, hari ini pemerintah mengebiri Ormawa, hari ini pemerintah membungkam mahasiswa, apakah teman-teman siap turun dan mengkritik pemerintah?

Siap turun kawan-kawan?

Sepakat turun kawan-kawan?

Sepakat?

Yang merasa dirinya mahasiswa, berdiri semuanya.

Yang merasa diri mahasiswa, berdiri semuanya.

Pada momentum, hari ini, seluruh Indonesia bahwasanya kita tidak berbeda.

Kita bukan UI, kita bukan Trisakti, kita bukan IPB, tapi kita mahasiswa Indonesia.

Gaungkan sekuat-kuatnya bahwa kita mahasiswa satu.

Angkat tangan kiri kalian, teriak sekuat-kuatnya.

Sumpah Mahasiswa Indonesia!

Kami bahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.

Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan

Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan, bahasa tanpa kemunafikan.

Hidup mahasiswa!

Hidup mahasiswa!

Hidup rakyat Indonesia!

Ketua BEM IPB, Qudsyi Ainul Fawaid:

,
Qudsyi Ainul

Pergerakan mahasiswa adalah nafas bagi bangsa Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia ada karena mahasiswa menjemputnya.

Orde Baru ada karena semangat pembaharuan yang ada.

Reformasi ada hari ini karena mahasiswa dengan lantang menyatakan keadilan yang harus dijunjung tinggi.

Mahasiswa bebas untuk menyatakan pendapatnya, untuk memberikan pandangannya karena kami dituntut sebagai insan cendikiawan.

Pergerakan mahasiswa bisa salah, bisa benar, bisa juga baik, namun bisa juga buruk.

Namun, harus diingat pergerakan mahasiswa memiliki suatu landasan, yaitu adalah kejujuran dan pada malam ini, saya ingin menanyakan suatu kejujuran.

Ada apa dengan polemik beras di negara ini?

Hidup mahasiswa!

Hidup beras gas Indonesia!

Hidup pertanian Indonesia!

Presiden Mahasiswa UGM, Obed Kresna Widya Pratistha:

Obed Kresna
Obed Kresna

Selamat malam rakyat Indonesia?

Hari ini kita dihadapkan pada satu permasalah yang sangat pesat.

Pendidikan tidak lagi menjadi hak, tapi pendidikan sudah menjadi komoditas.

Siapa yang bisa mengakses pendidikan adalah mereka yang punya kemampuan finansial.

Kondisi itulah yang menyandera nurani mahasiswa, menyandera nurani anak muda, saat ini.

Pasar telah mengendalikan ruang-ruang kelas hingga bukan logika kemanusiaan yang ada di dalam kelas, tapi logika persaingan, logika kompetitif.

Kemanusiaan tidak lagi menjadi arah intelektual perjuangan mahasiswa sekarang.

Kondisi itulah yang menyebabkan kita mudah diadu domba oleh hal-hal yang sebenarnya sepele; oleh hal-hal suku, ras, agama; oleh hal-hal identitas, padahal perjuangan di sana, perjuangan kelas, perjuangan ekonomi masih banyak yang perlu kita kerjakan bersama.

Saya menganas teman-teman, dengan semangat kebhinnekaan, kita tidak boleh lagi terpecah belah hanya karena identitas, hanya karena perbedaan golongan, hanya karena perbedaan hal-hal tidak substansial.

Teman-teman, sekali lagi, perpecahan sudah basi di Indonesia.

Kita satukan gerakan, merdeka!

Presiden Keluarga Mahasiswa ITB, Ardhi Rasy Wardhana:

.
Ardhi Rasy

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Teman-teman, langgam kehidupan demorasi kita, hari ini terluka.

Teman-teman tahu semua, kartu kuning Jokowi ramai dibicarakan di seluruh negeri.

Pro kontra pasti terjadi, tapi sahkah seorang pribadi di-bully.

Teman-teman, apakah ini budaya Reformasi kita? 

Di saat dahulu diperjuangkan HAM dan HAM dilanggar melalui operasi hari ini.

Hari ini HAM dilanggar melalui kita yang tidak peduli.

Dahulu orang menyatakan, kita anti-Dwifungsi ABRI, tapi mari kita pertanyakan apakah Dwifungsi ABRI masih berdiri?

Dahulu teman-teman, kebebasan berdemokrasi dalam mahasiswa diperjuangkan, tapi marilah kita tanyakan, apakah hari ini kita dibebaskan.

Teman-teman semuanya, Reformasi belum selesai. 

Masyarakat Indonesia jangan abai sebelum Indonesia bersatu, berdaulat, adil, dan makmur kita gapai.

Untuk Tuhan, bangsa, dan almamater, salam Ganesha.

Seluruhnya, sambut salam terbaik kita.

Merdeka!

Merdeka!

Merdeka!

Apakah anda bisa membandingkan orasi mereka?(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved