Masih Bingung? Berikut Hukum Merayakan Tahun Baru Menurut Majelis Ulama Indonesia
Pergantian tahun 2017 ke 2018 Masehi hanya tinggal menghitung jam. Euforia penyambutannya pun sudah mulai terasa.
TRIBUN-TIMUR.COM - Pergantian tahun 2017 ke 2018 Masehi hanya tinggal menghitung jam.
Euforia penyambutannya pun sudah mulai terasa.
Beberapa kota di Indonesia yang biasa jadi destinasi wisata mulai dipadati orang-orang dari luar kota.
Sudah banyak juga para penjual terompet yang menjajakan barang jualannya di pinggir jalan.
Pergantian tahun baru Masehi sudah tentu hanya terjadi setahun sekali.
Hal itulah yang menjadi dasar masyarakat tidak ingin menyiakan momen ini.
Baca: Resolusi 2018: FTI UMI Bakal Lahirkan Sarjana Teknik Berjiwa Wirausaha
Baca: Fransiscus Welirang Ungkap Sebab Putrinya Deynica Welirang Meninggal Muda Usai Ulang Tahun
Baca: Inilah Doa Akhir Tahun 2017 dan Tahun Baru 2018 Sesuai Dibaca Rasulullah SAW
Namun, menjelang perayaan tahun baru Masehi, biasanya muncul satu pertanyaan yang bahkan bisa jadi pro kontra di kalangan masyarakat.
Seperti diketahui, masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam.
Pertanyaannya, apa hukum orang Islam dalam merayakan tahun baru Masehi?
Dikutip TribunJabar.co.id dari Tribunnews.om, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainud Tauhid Sa'adi mengatakan, tidak ada larangan bagi siapa saja yang ingin bersuka cita dalam merayakan tahun baru Masehi.
Namun, Zainud mengimbau umat Islam agar tidak melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat di malam tahun baru.
"MUI mengimbau dalam merayakan pergantian tahun baru diisi dengan hal-hal yang positif dan konstruktif. Tidak dilarang untuk bersuka cita dalam merayakan, namun tetap harus dilakukan dengan cara yang wajar, tidak berlebihan, boros, sia-sia," ujarnya dalam siaran pers yang dikutip Tribunnews.com.