Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Reklamasi dan Kesalahan Berpikir Pemerintah, 'Hanya Merusak'

Reklamasi hanya merusak

Editor: Ilham Mangenre
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Kondisi jembatan yang menghubungkan dua kawasan reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI) Makassar yang terekam dari udara menggunakan Drone, Selasa (1/3/2016). Jembatan berbentuk tongkonan ini memiliki panjang 80 meter dan lebar 40 meter. Hingga kini, proyek jembatan itu telah menelan anggaran sebesar Rp101,5 miliar. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR 

TRIBUN-TIMUR.COM- Terbitnya perizinan pelaksanaan reklamasi untuk proyek-proyek skala besar di Pantai Utara Jakarta, Teluk Benoa Bali, maupun Pantai Losari Makassar, Sulawesi Selatan, dinilai sebagai representasi kemalasan pemerintah memperbaiki kota yang ada.

Baca juga: FIK Minta KPK Awasi Ranperda KSP Reklamasi CPI di Makassar, 'Lihat Kasus Sanusi'

Reklamasi juga dipandang sebagai kesalahan berpikir tentang perlunya eskpansi horisontal tata ruang wilayah.

Demikian pengamat perkotaan sekaligus pendiri Ruang Jakarta, Marco Kusumawijaya kepada Kompas.com, Senin (4/4/2016).

Baca juga: Bos Agung Podomoro Land Ditahan KPK Usai Suap Sanusi

Menurut Marco, bukan reklamasi yang ditempuh untuk memperbaiki dan memperluas ruang hidup bagi Jakarta, Bali, dan Makassar, yang diperlukan sebaliknya yakni meningkatkan terus kepadatan dan kualitas kawasan kota yang ada dengan infrastruktur yang lebih mencukupi dan baik.

"Kita harus berpikir jangka panjang demi ekologis, dan untuk itu justru harus intensifkan lahan (kawasan) kota yang ada, bukan ekspansi horisontal," tuturnya.

Peta reklamasi Pantai Utara Jakarta. (bpn.go.id)

Ekspansi horisontal hanya akan menambah biaya ekologis pada proses produksinya maupun proses pemakaian ruangnya. 

Pada prinsipnya, kata Marco, kita memerlukan ruang, bukan tanah. Kita memerlukan ruang yang dilayani infrastruktur yang baik.

Kita juga memerlukan kota yang efisien, produktif dan berkualitas untuk melayani kelas menengah baru kita yang tumbuh pesat.

"Jangan lantas semua itu diartikulasikan sebagai eksspansi horisontal. Berpikirlah bahwa itu hanya bisa dilakukan dengan intensifikasi ruang," kata Marco.

Reklamasi itu sepenuhnya tergantung perizinan, tidak mengandung kerepotan berurusan dengan kemajemukan kepemilikan lahan, mengandung potensi korupsi, kolusi dan nepotisme.

Reklamasi juga cenderung menjual lahan dengan marjin keuntungan yang besar sekali, sehingga akan mendongkrak spekulasi harga lahan di dalam kota menjadi makin tidak terjangkau oleh kelas menengah yang sedang tumbuh.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved