Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Perspektif

Pahlawan Soeharto

Kontroversi muncul pada nama Presiden Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia. 

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Syamril Direktur Sekolah Islam Athirah 
Ringkasan Berita:
  • Pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh pada 10 November 2025, termasuk Presiden ke-2 RI Soeharto.
  • Pemberian gelar kepada Soeharto menuai kontroversi karena rekam jejaknya di masa Orde Baru yang dinilai memiliki sisi positif dan negatif.
  • Banyak pihak menilai Soeharto memiliki jasa besar, antara lain dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 dan penumpasan G30S/PKI, serta perannya sebagai Bapak Pembangunan yang membawa Indonesia pada masa pertumbuhan ekonomi tinggi.

 

Oleh: Syamril

Direktur sekolah islam athirah

TRIBUN-TIMUR.COM - Setiap tanggal 10 November Pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh bangsa yang dinilai memberi kontribusi besar bagi bangsa dan negara Indonesia. 

Pada 10 November 2025 ada 10 tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional diantaranya yaitu Soeharto, Gus Dur, Sarwo Edhie Wibowo, Marsinah, Mochtar Kusumaatmadja.

Kontroversi muncul pada nama Presiden Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia. 

Hal ini wajar mengingat kebijakan dan tindakan beliau pada saat berkuasa selama 32 tahun di era Orde Baru

Ada banyak hal yang positif. Tapi juga ada hal yang dinilai negatif oleh pihak tertentu. 

Termasuk kategori pelanggaran HAM dan tindakan kekerasan negara kepada rakyat.

Terlepas dari kontroversi tersebut, saat Pemerintah telah menetapkan maka seluruh pihak terpaksa atau sukarela harus menerima. 

Tidak ada hak untuk menggugat karena merupakan keputusan Presiden Prabowo. 

Polemik lebih baik dihentikan karena tidak akan mengubah keputusan.

Lebih baik kita mencari apa hal yang positif yang dapat diteladani dari mantan Presiden Soeharto.

Dalam sejarah perjuangan Revolusi mempertahankan kemerdekaan RI pada tahun 1945-1949, peran Soeharto sangat besar pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. 

Pada masa itu, Indonesia di mata dunia 'tidak ada' lagi. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta telah ditangkap. 

Syafruddin Prawiranegara mendirikan Pemerintahan Darurat  Republik Indonesia di Bukittinggi Sumatera Barat. Ibukota Indonesia waktu itu Yogyakarta telah dikuasai tentara Belanda. 

Melihat kondisi itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengusulkan kepada Jenderal Soedirman untuk melakukan serangan militer ke kota Yogyakarta. 

Tujuannya agar militer Indonesia masih terasa keberadaannya ke dunia Internasional. 

Maka ditugaskanlah Soeharto untuk memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949. Kota Yogyakarta berhasil dikuasai oleh pasukan Indonesia selama enam jam. 

Berita tersebar ke seluruh dunia yang menunjukkan bahwa militer Indonesia masih ada. Hingga akhirnya terjadi Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia. 

Selanjutnya pada peristiwa Gerakan 30 September 1965. Pasukan cakrabirawa satuan pengawal Presiden di bawah komando Kolonel Untung menculik dan membunuh 6 Jenderal TNI AD yang dituduh sebagai Dewan Jenderal. 

Mereka dituduh ingin melakukan kudeta kepada Presiden Soekarno. 

Peristiwa tersebut membuat suasana Jakarta mencekam. 
Terjadi pergerakan pasukan yang tidak terkendali dan berpotensi perang saudara.

Peran Soeharto pada saat itu sangat besar. Soeharto mengenal Untung sebagai binaan Alimin tokoh PKI. 

Maka disimpulkan Gerakan 30 September ini didalangi oleh PKI yang ingin menguasai Indonesia. 

Maka Soeharto pun bertindak sebagai pimpinan di tubuh TNI. 

Melalui berbagai aksi Gerakan 30 September PKI bisa dipadamkan dengan cepat. 

Hingga Soeharto mendapatkan mandat Supersemar untuk mengendalikan keadaan.

ABRI di bawah pimpinan Soeharto bersama elemen mahasiswa, ulama, dan masyarakat yang anti PKI menggulirkan Tritura. 

Hingga akhirnya Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS dan Soeharto diangkat sebagai Presiden Sementara. 

Soeharto berhasil menstabilkan keadaan dan PKI pun lenyap dari bumi Indonesia. Ditumpas hingga ke akar-akarnya.

Peran Soeharto berlanjut pada era Orde Baru dan dikenal sebagai Bapak Pembangunan.  

Trilogi pembangunan dicanangkan pada sisi stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan. 

Kehidupan ekonomi kembali normal dan pada masa itu Indonesia menjadi macan Asia dan disegani dunia. 

Pertumbuhan ekonomi sangat tinggi. Swasembada pangan tercipta. 

Meski akhirnya pada tahun 1998 terjadi krisis moneter yang membuat Indonesia kembali terpuruk.

Tidak ada manusia yang sempurna. Demikian pula dengan Soeharto

Apapun itu pasti ada banyak sisi baik yang bisa dipelajari dan diteladani. 

Juga ada sisi tidak baik yang harus ditinggalkan seperti KKN dan pelanggaran HAM. 

Soeharto telah tiada. Pengakuan sebagai Pahlawan Nasional menjadi penghargaan atas jasanya bagi bangsa. Meskipun ada pro dan kontra. (*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved