Makassar Mulia

Launching Eco Circular Hub, Langkah Nyata Menuju Makassar Bebas Sampah 2029

Humas Pemkot Makassar
LAUNCHING MAKASSAR ECO CIRCULAR HUB - Kick Off "Makassar Eco Circular Hub: Kolaborasi Stakeholder Menuju Makassar Bebas Sampah 2029" yang digelar oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar, bekerja sama dengan Universitas Bosowa, di Gedung Lestari 45, Jalan Urip Sumoharjo, Selasa (7/10/2025). Kegiatan Kick Off Makassar Eco Circular Hub ini menjadi langkah awal penguatan sinergi antar pemangku kepentingan dalam membangun sistem pengelolaan sampah berbasis kolaborasi. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Pemerintah Kota Makassar memperkuat komitmen menuju kota bebas sampah melalui peluncuran Makassar Eco Circular Hub, sebuah platform kolaboratif lintas sektor yang menghubungkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat dalam satu ekosistem pengelolaan sampah berkelanjutan.

Kegiatan Kick Off yang digelar oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar bekerja sama dengan Universitas Bosowa ini berlangsung di Gedung Lestari 45, Selasa (7/10/2025). 

Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin hadir langsung membuka acara sekaligus memaparkan arah kebijakan pengelolaan sampah menuju Makassar Zero Waste 2029.

Munafri, yang akrab disapa Appi menegaskan bahwa persoalan sampah tidak bisa diselesaikan hanya dengan teori atau imbauan. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk beraksi nyata mulai dari hal sederhana di rumah tangga.

"Makassar bisa mencapai zero waste kalau kita semua bergerak bersama, mulai dari rumah tangga. Dua tempat sampah saja, organik dan non-organik bisa mengurangi lebih dari separuh sampah yang masuk ke TPA,” ujar Appi.

Target Pemkot Makassar cukup ambisius. Sebelum mencapai Zero Waste total pada 2029, pemerintah menargetkan seluruh rumah tangga di kota ini sudah menerapkan konsep Rumah Tangga Zero Waste pada 2028.

Ia menyebut, meski tantangan menuju target tersebut tidak mudah, namun hal itu sangat mungkin dicapai jika ada kemauan dan kedisiplinan bersama.

Salah satu langkah konkret yang ditekankan adalah pengelolaan sampah dari sumbernya, yakni rumah tangga. 

Wali Kota Munafri menyebut, bahwa cukup dengan dua tempat sampah di setiap rumah, untuk sampah organik dan non-organik dan sudah dapat membantu mengurangi lebih dari 50 persen volume sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) setiap harinya.

"Kuncinya ada pada perubahan kebiasaan. Kalau masyarakat mulai membiasakan memilah sampah dan membuangnya pada tempat yang tepat, maka separuh persoalan lingkungan kita sudah selesai," tegasnya.

Selain menekankan pengelolaan sampah dari sumber, Munafri juga mendorong agar hasil dari pengelolaan sampah terintegrasi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang bernilai ekonomi.

Output dari sistem pengelolaan tersebut, kata dia, bisa dikembangkan menjadi berbagai kegiatan seperti pertanian lahan sempit (urban farming dan vertical garden), peternakan kecil seperti ayam dan itik, hingga perikanan rumah tangga.

Langkah ini tidak hanya bermanfaat bagi kelestarian lingkungan, tetapi juga mampu memperkuat ekonomi kerakyatan dan ketahanan pangan keluarga.

"Kita ingin agar pengelolaan sampah tidak berhenti di pengurangan limbah saja, tapi juga memberi nilai tambah bagi masyarakat. Ini bagian dari upaya menjaga perputaran ekonomi warga dari rumah," jelasnya.

Wali Kota Makassar, juga menekankan bahwa keberhasilan program Makassar Bebas Sampah 2029 hanya dapat dicapai melalui kolaborasi yang kuat dan sinergi lintas sektor. 

"Kita butuh kolaborasi yang nyata, bukan hanya seremonial. Pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat harus saling terhubung dalam satu ekosistem pengelolaan sampah yang terintegrasi," tuturnya.

Kegiatan Kick Off Makassar Eco Circular Hub ini menjadi momentum awal bagi Kota Makassar untuk memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan dalam mempercepat capaian target bebas sampah. 

Melalui gerakan bersama ini, Pemerintah Kota Makassar berharap semangat menjaga lingkungan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi gaya hidup baru seluruh warga kota.

Lebih lanjut Munafri menegaskan komitmennya untuk mempercepat penerapan sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi hingga ke tingkat paling bawah pemerintahan.

Ia meminta seluruh camat, lurah, RT, dan RW di Kota Makassar untuk mewajibkan penerapan sistem pengelolaan sampah organik dan non-organik di wilayah masing-masing mulai tahun ini hingga tahun depan.

"Mulai tahun ini dan tahun depan, saya minta seluruh RT dan RW di Kota Makassar sudah wajib menerapkan sistem pengelolaan sampah terintegrasi," seruan Appi. 

"Setiap RT dan RW harus punya cara untuk menyelesaikan persoalan sampah organiknya entah melalui maggot, eko-enzyme, atau metode lainnya," tambah Munafri.

Dalam arahannya kepada mahasiswa dna akademisi Unibos, Munafri menjelaskan pentingnya inovasi dan kreativitas dalam pengelolaan sampah di tingkat masyarakat.

Dia mencontohkan dua pendekatan yang dinilai efektif, yaitu budidaya maggot dan pembuatan eko-enzyme. Dikatakan, eko-enzyme,  cairan hasil fermentasi limbah organik seperti sisa buah dan sayur. 

Lanjut dia, ini telah terbukti ampuh sebagai bahan pembersih alami yang ramah lingkungan. Ia menyinggung tokoh lokal pemerhati lingkungan bernama, yang sukses memproduksi eko-enzyme dan memasoknya ke berbagai institusi di Makassar.

Selain eko-enzyme, Wali Kota juga menekankan peran penting maggot, dalam mengurai sampah organik. Menurutnya, maggot mampu mengonsumsi sampah dalam jumlah besar, sekaligus memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai pakan ternak dan ikan.

Dikatakan, satu kilo maggot bisa memakan lima kilo sampah organik. Kalau kita punya 300 kilo maggot, maka bisa mengurai sekitar 1,5 ton sampah per hari. 

"Selain membersihkan lingkungan, maggot juga bisa jadi sumber protein dan bernilai jual tinggi. Ini bisnis lingkungan yang menjanjikan," paparnya.

Lebih lanjut, Munafri meminta agar pemerintah di tingkat kecamatan dan kelurahan memfasilitasi pembuatan lubang biopori dan tempat pembuangan komunal organik di kawasan padat penduduk.

Mantan Bos PSM itu menegaskan, masyarakat tetap dapat membuang sampah ke tempat tersebut dengan syarat sudah memilahnya sejak dari rumah. Fasilitasnya nanti disiapkan di lokasi-lokasi tertentu. 

"Tapi syaratnya, yang dibuang ke situ hanya sampah organik. Cukup tambahkan daun-daun kering sebagai alasnya. Ini bisa dilakukan bersama petugas kebersihan dan masyarakat," katanya.

Munafri juga menilai bahwa pengelolaan sampah tidak hanya soal kebersihan, tetapi juga berpotensi besar menjadi sumber ekonomi rumah tangga.

Dia juga menjelaskan bahwa harga sampah plastik saat ini bisa mencapai Rp5.000–Rp6.000 per kilogram.

Kalau ada yang bisa mengumpulkan 100 kilo plastik dalam sehari, itu bisa menghasilkan Rp500–600 ribu per hari. 

"Ini artinya, bisnis lingkungan bisa menjadi peluang ekonomi yang cepat berkembang, tidak butuh modal besar, dan bisa dikelola oleh ibu-ibu rumah tangga," jelasnya.

Program ini, lanjutnya, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan keluarga sekaligus menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi.

Wali Kota Makassar juga mengingatkan bahwa kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di kota ini semakin terbatas. 

Berdasarkan data yang ia sampaikan, sekitar 388.000 ton sampah dihasilkan di masyarakat, dan 290.000 ton di antaranya masih berakhir di TPA setiap tahun.

"Kalau kita tidak melakukan intervensi dari sekarang, umur TPA kita tidak lebih dari dua tahun. Ini alarm bahaya yang sudah menyala. Kita tidak bisa hanya bicara di ruang diskusi, tapi harus turun langsung menyelesaikan persoalannya," tegas Munafri dengan nada serius.

Dalam kesempatan yang sama, Munafri juga mengajak kalangan akademisi, khususnya mahasiswa Universitas Bosowa, untuk ikut menjadi agen perubahan dalam gerakan lingkungan. Ia bahkan menggagas gerakan" Satu Mahasiswa, Satu Pohon" sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap perubahan iklim.

"Saya mohon agar setiap mahasiswa baru yang masuk diwajibkan menanam satu pohon. Pohon itu menjadi tanggung jawab selama kuliah. Pilihlah pohon-pohon lokal Sulawesi Selatan yang kuat dan bermanfaat," harap Appi.

Di akhir sambutannya, Munafri kembali menegaskan bahwa era sosialisasi dan diskusi sudah cukup. Kini saatnya aksi nyata. 

Ia meminta seluruh jajaran pemerintah hingga tingkat RT/RW segera turun ke masyarakat untuk memastikan sistem pengelolaan sampah berjalan efektif.

"Saya minta para camat, lurah, RT, dan RW benar-benar memastikan wilayahnya sudah menjalankan pengelolaan sampah secara maksimal," ajak politisi Golkar itu. 

"Jangan berhenti di seminar atau kick off. Mari kita pastikan setelah keluar dari ruangan ini, tidak ada lagi tempat sampah yang isinya campur aduk," tambah Munafri.

Kegiatan Kick Off Makassar Eco Circular Hub ini menjadi langkah awal penguatan sinergi antar pemangku kepentingan dalam membangun sistem pengelolaan sampah berbasis kolaborasi.

Pemerintah Kota Makassar menargetkan Makassar Bebas Sampah 2029, dengan pondasi utama Rumah Tangga Zero Waste 2028,  dimulai dari perubahan kebiasaan, inovasi lokal, dan aksi nyata di lapangan.(*)