Makassar Mulia
UKS Dilibatkan Deteksi Dini Kelayakan MBG, Kadinkes Makassar: Surat Edaran Menyusul
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin ikut rapat Koordinasi Nasional terkait Makan bergizi gratis (MBG) yang dipimpin Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Senin (29/9/2025).
Rakor ini berlangsung virtual. Munafri mengikuti agenda di Balaikota Makassar Jl Jenderal Ahmad Yani bersama sejumlah perangkat daerah terkait.
Masalah keracunan makanan, program MBG yang terjadi di sejumlah daerah jadi pembahasan.
Atas insiden tersebut, seluruh daerah diminta memperketat pengawasan terhadap higienitas dan kesesuaian SOP dapur MBG.
Di Makassar, terdapat 45 lokasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang aktif.
Dapur MBG tersebut melayani 138.636 siswa, terdiri atas 136.645 peserta didik dan 1.991 non-peserta didik.
Baca juga: Rakor Nasional: Munafri Pastikan Program Makan Bergizi Gratis Diawasi Ketat di Makassar
Pada kesempatan ini, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menyampaikan, Pemkot akan meningkatkan pengawasan, edukasi, dan sinergi lintas dinas agar pelayanan gizi untuk program MBG tetap terjamin.
"Untuk MBG, kita menunggu Peraturan Presiden (Perpres) baru, sambil terus melakukan koordinasi dengan semua sekolah untuk memastikan pengawasan berjalan baik," tambah Appi.
Langkah ini sejalan dengan arahan pemerintah pusat untuk mengantisipasi potensi keracunan makanan.
Munafri menekankan pentingnya sertifikat higienis bagi seluruh penyedia makanan dalam program MBG sebagai jaminan keamanan pangan.
"Yang paling penting adalah setiap penyedia memiliki sertifikat higienis. Itu menjadi standar utama agar masyarakat, terutama anak-anak, mendapat asupan bergizi yang aman," tambahnya.
Seluruh sekolah penerima program, diminta melakukan rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan agar pengawasan berjalan menyeluruh.
"Di sekolah-sekolah harus rapat dulu, supaya semua pihak yang terlibat bisa memastikan pelaksanaan program ini benar-benar aman. Kita tidak boleh lengah, karena kalau terjadi sesuatu, risikonya besar," imbuh Appi.
Semua yang bertanggung jawab harus melakukan pengecekan secara berkala, termasuk menyesuaikan kebutuhan masing-masing sekolah.
UKS Diminta Awasi Kualitas MBG
Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar Achi Soleman menyampaikan, Unit Kesehatan Sekolah (UKS) akan dilibatkan untuk mengawasi kualitas MBG.
Sebelum dikonsumsi, mereka akan mengecek kesegaran makanan. Mulai dari bau, tekstur hingga warna.
"Nanti kita keluarkan edaran, sekolah sudah bisa melakukan deteksi dini terkait apabila ditemukan ada bau, ada berlendir, atau warna makanan yang berubah, itu harus segera dilaporkan," kata Achi.
"Ada dari tim sekolah nanti untuk melihat dulu secara keseluruhan sebelum proses distribusi ke kelas-kelas," sambungnya.
Selain Mendagri, rakor ini juga dihadiri Menko PMK Pratikno, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Abdul Mu'ti, serta perwakilan Badan Gizi Nasional.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya penerapan protokol baku penanganan keracunan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Budi menyebutkan sejumlah kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah, porsi makanan yang dibuat bermasalah.
Gejalanya jelas, dan masa inkubasi sangat menentukan jenis racun apakah berasal dari bakteri atau bahan kimia.
Ia menekankan bahwa setiap kali ada laporan keracunan, protokol penanganan harus dijalankan cepat dan tepat, mulai dari identifikasi lokasi, jumlah korban, jenis keracunan, hingga memastikan penanganan medis.
"Prosedur tata laksana sudah baku dan teman-teman di daerah sudah tahu. Pastikan kalau ada keracunan, protokol segera dijalankan dan dilaporkan," tegasnya.
Budi menekankan pentingnya inspeksi kebersihan dapur MBG sebagai sumber utama pengolahan makanan.
"Dinas kesehatan harus memastikan bahan baku, proses masak, penyimpanan, dan kebersihan alat sesuai standar. Petugas harus mencuci tangan, memakai sarung tangan, dan berpakaian bersih," jelasnya.
Dia menegaskan seluruh SPPG wajib mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS).
Dari BGN sudah dikeluarkan instruksi agar penerbitan SLHS dipercepat.
"Targetnya satu bulan, bila perlu dua minggu. Dinas kesehatan harus jemput bola melakukan inspeksi," tegas Budi.
Kemenkes telah menyederhanakan prosedur penerbitan SLHS agar bisa selesai maksimal 13 hari tanpa mengurangi standar.
Pemeriksaan meliputi kondisi dapur, kebersihan lingkungan, hingga sampel bahan makanan untuk trace back jika terjadi keracunan.
Untuk deteksi cepat, Budi meminta daerah memperkuat laboratorium kesehatan daerah dengan peralatan PCR untuk bakteri dan virus, serta toxicology lab untuk zat kimia.
"Kalau pakai kultur butuh waktu lama, jadi PCR wajib tersedia. Kami sedang menghitung biaya agar bisa menambah alat rapid test khusus bakteri dan kimia sebelum makanan didistribusikan," paparnya.
Pengalaman Kemenkes dalam pengawasan katering jamaah haji, dengan sistem uji cepat sebelum makanan disajikan menjadi contoh yang ingin diterapkan pada program MBG jika anggaran memungkinkan.
Budi memastikan koordinasi lintas kementerian kini lebih solid. Kemenkes, Kemendagri, dan BGN sudah berkomitmen mempercepat pelaporan dan berbagi data.
"Semua puskesmas akan di-zoom bersama BGN untuk memastikan standar kebersihan dapur SPPG," ucapnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya edukasi dasar seperti cuci tangan sebelum makan, pengecekan alergi makanan (misalnya alergi udang), dan pemantauan gejala keracunan sesuai masa inkubasi.
"Setiap daerah harus siap. Gubernur, bupati, dan wali kota tentu tidak ingin kasus keracunan terjadi di wilayahnya," saran Budi.
Sebagai langkah akhir, Budi menyebut sudah dibentuk Gugus Gerak Cepat yang dipimpin Kemendagri.
Tim ini memastikan setiap kejadian keracunan ditangani secara terkoordinasi, mulai dari pelaporan hingga penindakan.
"Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota harus paham prosedur ini, karena keracunan makanan harus dicegah sedini mungkin," ujarnya.
Dengan penerapan protokol ketat, percepatan sertifikasi SLHS, dan penguatan laboratorium, pemerintah pusat optimistis kasus keracunan pada program MBG dapat ditekan.
"Kerja sama seluruh pihak, dari sekolah, puskesmas, hingga pemerintah daerah adalah kunci menjaga keamanan pangan dan kesehatan anak-anak kita," pungkas Budi. (*)