Makassar Mulia

Dukung Program Unggulan Mulia, DLH Makassar Canangkan 200 Sumur Biopori

DOK PRIBADI
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar Helmy Budiman. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar akan membutuhkan 200 sumur biopori. 

Sumur biopori merupakan lubang resapan berbentuk silinder dengan kedalaman 80 hingga 100 cm. 

Rencananya, 100 sumur biopori akan dibuka tahun ini. 

Selebihnya, akan dijalankan pada 2026 mendatang. 

Kepala DLH Kota Makassar Helmy Budiman menyampaikan, saat ini Pemkot sudah memiliki dua sumur biopori. 

Satu biopori ditempatkan di halaman Kantor Wali Kota Makassar dan satu lagi berada di halaman Gedung PKK.

Kedua lokasi tersebut menjadi uji coba. 

“Untuk biopori yang ada di Kantor Wali Kota, itu uji coba sebelum kami membuat biopori di lokasi lainnya,” imbuh Helmy.

Kata Helmy, lubang biopori tersebut diisi sampah organik yang berasal dari rumah tangga. 

Sampah tersebut menjadi pakan atau makan hewan tanah seperti cacing sehingga membentuk pori-pori. 

Sampah tersebut nantinya akan menjadi kompos alami. 

Selain mengatasi persoalan sampah, lubang biopori ini juga diharapkan mencegah banjir atau genangan.

"Fungsi lainnya meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta menunjang kehidupan fauna tanah seperti cacing yang membantu menciptakan pori-pori alami," jelasnya. 

Mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM PTSP) Kota Makassar itu, mengatakan pihaknya saat ini masih sementara menghitung Rincian Anggaran Biaya (RAB)-nya.

“Kalau estimasi sih nda terlalu mahal, sementara kita hitung RABnya,” lanjut Helmy.

Wali Kota Makassar Munafri menekankan, pengelolaan sampah terintegrasi sebagai tantangan mendesak. 

TPA Antang saat ini menampung 1.000–1.200 ton sampah per hari, dengan ketinggian timbunan mencapai 17 meter.

"Jika tidak diintervensi dengan baik, dalam satu atau dua tahun, TPA ini akan penuh," tegasnya.

Pemkot Makassar, lanjut Munafri, tengah menjalankan program rumah tangga tanpa sampah. 

Warga akan diwajibkan memilah sampah organik dan non-organik di tingkat RT/RW menggunakan komposter, biopori, eco-enzym, dan budidaya maggot. 

Sampah plastik dikerjasamakan dengan industri daur ulang, sementara sampah organik diolah menjadi pupuk untuk mendukung urban farming. (*)