Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kenali Bahaya PLTSa di Pemukiman Padat Penduduk, Emisi Dioksin Bisa Sebabkan Kanker

PLTSa menawarkan solusi atas masalah kesehatan yang sudah ada (TPA Antang), namun berpotensi menimbulkan risiko kesehatan baru (polusi udara).

|
Penulis: Siti Aminah | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM/Siti Aminah
PLTSA MAKASSAR - Akademisi Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Anwar Daud ditemui di salah satu kafe di Makassar, Jl Perintis Kemerdekaan, Sabtu (8/11/2025).  Prof Anwar Daud menyebut PLTSa menghadirkan dilema yang kompleks dari perspektif kesehatan masyarakat. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Makassar berpolemik, masyarakat menolak lokasinya di kawasan padat penduduk. 

Grand Eterno Jl Ir Sutami, Keluarahan Tamalanrea Kota Makassar jadi lokasi pembangunan PLTSa.

Akademisi Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Anwar Daud menyampaikan, PLTSa menghadirkan dilema yang kompleks dari perspektif kesehatan masyarakat.

Secara singkat, PLTSa menawarkan solusi atas masalah kesehatan yang sudah ada (TPA Antang), namun berpotensi menimbulkan risiko kesehatan baru (polusi udara).

Kekhawatiran terbesar dari PLTSa, terutama yang menggunakan teknologi insinerasi, adalah polusi udara dari cerobong asapnya.

Asap yang dikeluarkan dari aktivitas pembakaran tersebut menimbulkan emisi dioksin dan furan. 

Dioksin dan furan adalah senyawa kimia super toksik yang terbentuk saat membakar sampah yang mengandung klorin (seperti plastik PVC).

"Dalam jangka panjang, paparan dioksin bersifat karsinogenik (penyebab kanker) dan dapat mengganggu sistem hormon dan reproduksi," ucap Anwar Daud, Sabtu (8/11/2025).

Baca juga: Warga Tamalanrea Demo di Kantor Gubernur Sulsel Desak Proyek PLTSa Dipindahkan

Selain emosi dioksin dan furan, pembakaran sampah menggunakan insinerator juga menghasilkan partikel debu sangat halus (PM2.5).

Partikel ini dapat terhirup dan masuk jauh ke dalam paru-paru, bahkan aliran darah. 

"Ini dapat memperburuk asma, menyebabkan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), dan meningkatkan risiko penyakit jantung serta stroke," jelas Prof Anwar Daud.

Prof Anda-sapaanya juga mengingatkan, sampah seringkali mengandung bahan berbahaya seperti baterai, lampu, dan elektronik. 

Jika tidak dipilah dengan baik, pembakarannya akan melepaskan logam berat. 

Seperti merkuri, timbal, dan kadmium ke udara. Logam berat ini dapat merusak sistem  saraf, terutama pada anak-anak.

Pasca pembakaran, akan tersisa residu berupa abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash).

Fly ash seringkali dikategorikan sebagai limbah karena konsentrasi logam beratnya yang  tinggi. 

"Jika tidak dikelola dengan standar B3 yang ketat, abu ini dapat mencemari tanah dan  air," ulas Prof Anda. 

Menurut Prof Anda, lokasi PLTSa di Tamalanrea sangat berisiko bagi keberlangsungan hidup masyarakat dalam jangka panjang. 

Lokasi pembangunan PLTSa berada di kawasan padat penduduk. Bahkan hanya berjarak 2 meter dari rumah warga. 

Sementara sesuai aturan, proyek PLTSa minimal berjarak 2 km dari pemukiman warga. 

Lanjut Prof Anda, menentukan lokasi cocok untuk PLTSa bukanlah sekadar mencari lahan kosong. 

Ini adalah keputusan teknis, sosial, dan politis yang sangat kompleks karena harus menyeimbangkan dua 
hal yang bertentangan, yakni efisiensi logistik dan kesehatan masyarakat. 

"Sesuai dengan Tata Ruang (RTRW) 
Lokasi harus berada di zona yang diperuntukkan bagi industri berat atau utilitas, bukan di lahan hijau (pertanian) atau zona pemukiman. Ini adalah syarat legalitas mutlak," tegasnya.

Ada dua opsi yang bisa jadi lokasi pembangunan PLTSa

Pertama, di TPA Tamangapa, Antang Kecamatan Manggala. 

Alasannya, masalah sampah Makassar (baru dan lama) selesai di satu titik. Efisien secara biaya transportasi.

Hanya saja opsi ini masih tetap berisiko bagi warga Manggala dan sekitarnya. 

Untuk itu, butuh jaminan teknologi filter termahal dan tercanggih di dunia. Disisi lain, potensi protes sosial juta sangat tinggi.

Opsi kedua, di lokasi baru misal, di Utara atau Selatan kota yang jauh dari pemukiman warga. 

Keuntungannya, risiko kesehatan bagi pusat kota Makassar berkurang. 

Namun dari segi biaya transportasi sampah akan membengkak.

Ini hanya menyelesaikan sampah baru. Gunungan sampah di TPA Antang tetap ada dan terus mencemari.

Selain itu, lokasi baru hanya akan memindahkan risiko polusi ke warga lain yang tinggal di lokasi baru tersebut.

Misalnya warga di perbatasan Maros atau Gowa. 

Kata Prof Anda, tidak ada lokasi yang sempurna untuk PLTSa

Setiap pilihan memiliki konsekuensi biaya dan risiko kesehatan yang berbeda. (*) 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved