FLC 2025 Regional III di UMI, Stella Christie Ajak Mahasiswa Berpikir Penuh Analisis
60 peserta dari ribuan pelamar hadir dalam FLC Regional III di Auditorium Al-Jibra UMI, Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Rabu (12/11/2025).
Penulis: Rudi Salam | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Universitas Muslim Indonesia (UMI) tuan rumah Program Indonesia Future Leaders Camp (FLC) 2025 Regional III untuk Wilayah Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara, serta Papua.
Sebanyak 60 peserta dari ribuan pelamar hadir dalam FLC Regional III di Auditorium Al-Jibra UMI, Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Rabu (12/11/2025).
Peserta merupakan ketua atau pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di tingkat universitas dan ketua atau pengurus organisasi ekstrakampus.
FLC dirancang untuk menyiapkan generasi pemimpin muda Indonesia yang berintegritas, adaptif, visioner, serta berdaya saing tinggi.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi atau Wamendiktisaintek, Stella Christie hadir membuka acara.
“Senang sekali melihat mahasiswa sangat bergairah. Saya terharu bahwa apa saya disampaikan langsung diterapkan dalam pemikirannya untuk menganalisis berbagai macam isu yang sangar relevan di negara kita,” kata Stella Christie, usai membuka dan membawa materi FLC 2025 Regional III.
Dalam materinya yang bertujuk Policy Making 1 SKS, Stella Chistie menekankan pentingnya melakukan analisis.
Baca juga: 3 Dosen UMI Ajari UMKM Shah Alam Standar Produksi Halal
Para peserta diminta untuk tidak hanya pasif mendengarkan, namun ikut berpikir terkait dampak, keterlaksanaan, dan resistansi.
“Sebagai pemimpin, harus bisa berdiskusi dan membuka diri terhadap perbedaan. Itu yang namanya trigger warning. Hal itulah yang akan menjadi bekal sebagai pemimpin,” katanya.
Stella Christie juga memberikan tips pribadinya dalam memaparkan kerangka berpikir praktis yang selalu digunakan dalam membuat analisis dan keputusan.
Pertama dalam hal mengukur impact (dampak).
Menurut Stella setiap ide, tuntutan perubahan, atau konsep, harus selalu dimulai dengan pertanyaan fundamental, apa dampaknya, untuk siapa dan seberapa besar dampaknya, dan tujuannya harus jelas.
"Jangan sampai kita punya ide atau program hanya karena kita anggap bagus. Bagus itu selalu relatif,” katanya.
“Misalnya, sebuah program yang diklaim berdampak positif terhadap mahasiswa dan dosen, harus memiliki ukuran yang jelas terhadap setiap kebijakan yang diputuskan. Tanpa ukuran yang pasti, dampak positif hanyalah sebuah harapan, bukan hasil yang terencana,” kata Stella.
Setelah dampak terukur, aspek kedua yang tak kalah krusial adalah feasibility (keterlaksanaan).
| Mahasiswa UMI Kunjungi Tribun Timur, Belajar Langsung Dunia Jurnalistik |
|
|---|
| 3 Dosen UMI Ajari UMKM Shah Alam Standar Produksi Halal |
|
|---|
| UMI Makassar Masuk Kampus Terbaik Prodi S1 Teknik Industri |
|
|---|
| Musim Pancaroba, Guru Besar FKM UMI Prof Andi Rizki Amelia: Waspadai Penyakit Menular |
|
|---|
| UMI dan Era Kampus Berdampak |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/20251112-Peserta-program-Indonesia-Future-Leaders-Camp.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.