BI Rate
Alasan Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di 4,75 Persen
BI Rate tetap di 4,75?rdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Oktober 2025.
TRIBUN-TIMUR.COM - Suku bunga acuan atau BI Rate tetap di 4,75 persen pada Oktober 2025.
Hal tersebut diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), 21–22 Oktober 2025.
Dilansir Tribun-Timur.com dari bi.go.id, secara sederhana, suku bunga acuan atau BI Rate adalah suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan menjadi patokan oleh lembaga keuangan di seluruh Indonesia untuk menentukan besarnya suku bunga yang akan ditawarkan kepada nasabah, termasuk suku bunga pinjaman dan tabungan.
Saat Bank Indonesia mengumumkan BI rate naik, lembaga perbankan diharapkan juga akan menaikan suku bunga perbankan, begitu pula sebaliknya.
Tapi, naik turunnya suku bunga akan diikuti oleh suku bunga perbankan secara bertahap karena transmisinya membutuhkan waktu
Dilansir dari Kompas.TV, secara akumulasi, BI Rate sepanjang tahun ini sudah lima kali turun dengan total 125 basis poin.
Di tengah ketidakpastian global, nilai tukar rupiah hingga Oktober 2025 masih tetap terkendali karena didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia.
Tercatat nilai tukar rupiah pada 21 Oktober 2025 sebesar Rp16.585 per dolar AS, atau menguat 0,45 persen dibandingkan dengan level pada akhir September 2025.
Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah terus diperkuat dengan intervensi di pasar off-shore melalui NDF dan intervensi di pasar domestik.
Apa Pengaruhnya Jika Suku Bunga Acuan Naik atau Turun?
BI Rate sangat memengaruhi suku bunga acuan pada lembaga perbankan.
Ketika BI Rate naik, suku bunga deposito dan kredit di lembaga perbankan juga cenderung naik.
Sebaliknya, jika BI Rate turun, suku bunga deposito dan kredit akan cenderung turun.
Coba bayangkan, kalau suku bunga pinjaman atau kredit perbankan rendah pasti banyak masyarakat yang termudahkan saat meminjam uang untuk usaha atau pengembangan usaha karena bunganya ringan.
Begitu juga sebaliknya, kalau suku bunga kredit perbankan tinggi, kita sebagai masyarakat pasti jadi mikir-mikir dulu kalau mau meminjam uang ke bank.
Terus, kalau suku bunga tinggi, biasanya orang akan cenderung untuk menyimpan uangnya di Bank, karena dengan suku bunga tabungan yang tinggi nabung jadi lumayan kan.
Itung-itung bisa nambah saldo tabungan.
Sedangkan kalau suku bunga tabungan atau depositonya rendah, biasanya masyarakat cenderung enggan untuk menyimpan uang di bank, mending uangnya dipakai belanja, liburan atau buka usaha.
Hasil RDG BI
Dilansir dari bi.go.id, RDG BI pada 21–22 Oktober 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 4,75 persen , suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75 % , dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,50 % .
Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang tetap terjaga rendah dalam sasaran 2,5±1 % , upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, serta sinergi untuk turut memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati efektivitas transmisi kebijakan moneter longgar yang telah ditempuh, prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi, serta stabilitas nilai tukar Rupiah dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga BI Rate.
Bank Indonesia juga memperkuat kebijakan makroprudensial untuk makin mendorong penurunan suku bunga, peningkatan likuiditas, dan kenaikan pertumbuhan kredit/pembiayaan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri sistem pembayaran, dan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran.
Arah Bauran Kebijakan
Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk mempertahankan stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:
1. Penguatan strategi operasi moneter pro-market guna makin memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, meningkatkan likuiditas, dan mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), dengan:
- mengelola struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas sejalan dengan ekspansi likuiditas moneter dan untuk mempercepat efektivitas penurunan suku bunga deposito dan kredit perbankan;
- meningkatkan likuiditas di pasar uang dan perbankan melalui penurunan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder secara terukur;
- memperluas underlying repo dalam operasi moneter Bank Indonesia dengan surat berharga berkualitas tinggi lainnya yang diterbitkan oleh lembaga jasa keuangan yang dibentuk atau didirikan Pemerintah untuk mendukung program Pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat;
- menerbitkan BI-FRN (Floating Rate Note) dan pengembangan Overnight Index Swap (OIS) untuk tenor di atas overnight untuk membentuk struktur suku bunga yang berdasarkan transaksi di pasar uang;
- memperluas investor SukBI untuk dapat dimiliki oleh bank dan nonbank, termasuk bukan penduduk;
- memperkuat peran Dealer Utama untuk meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.
2. Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental melalui intervensi baik melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik maupun transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri.
Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk meningkatkan likuiditas dan menjaga stabilitas pasar keuangan.
3. Penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang berbasis kinerja dan berorientasi ke depan (Lampiran 1), yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2025 melalui:
- insentif kepada bank atas komitmennya dalam menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu (lending channel) dan menetapkan suku bunga kredit/pembiayaan yang sejalan dengan arah suku bunga kebijakan Bank Indonesia (interest rate channel);
- insentif KLM yang dapat diterima bank terdiri dari insentif lending channel yakni paling tinggi sebesar 5?ri DPK dan insentif interest rate channel yakni paling tinggi sebesar 0,5?ri DPK, sehingga total insentif yang diterima paling tinggi sebesar 5,5?ri DPK;
- sektor yang mendapatkan insentif lending channel terdiri dari (i) sektor pertanian, industri, dan hilirisasi; (ii) sektor jasa, termasuk ekonomi kreatif; (iii) sektor konstruksi, real estate, dan perumahan; dan/atau (iv) sektor UMKM, koperasi, inklusi dan berkelanjutan, yang juga menjadi sektor prioritas Pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi;
- besaran insentif yang diberikan kepada bank pada lending channel juga memperhitungkan faktor penyesuaian atas realisasi pertumbuhan kredit/pembiayaan dibandingkan dengan komitmen pertumbuhan kredit/pembiayaan periode sebelumnya;
- pengukuran insentif suku bunga kredit/pembiayaan (interest rate channel) didasarkan pada tingkat kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit/pembiayaan baru terhadap suku bunga kebijakan Bank Indonesia.
4. Penguatan kebijakan makroprudensial longgar dengan mempertahankan:
- (i) Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0 % ;
- (ii) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84–94 % ;
- (iii) Rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti paling tinggi sebesar 100?n Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank paling rendah sebesar 0 % , berlaku efektif 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2026;
- (iv) Rasio Pendanaan Luar Negeri bank (RPLN) paling tinggi sebesar 35 % terhadap modal bank; serta
- (v) Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 4?ngan fleksibilitas repo sebesar 4 % , dan rasio PLM Syariah sebesar 2,5?ngan fleksibilitas repo sebesar 2,5 % .
5. Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM)-(Lampiran 2).
6. Peningkatan inovasi dan perluasan akseptasi digital melalui penyelenggaraan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia bersinergi dengan Indonesia Fintech Summit and Expo Tahun 2025 (FEKDI dan IFSE 2025) dengan berbagai inisiatif antara lain:
- (i) Launching QRIS Tap In/Tap Out;
- (ii) Inisiasi Sandbox QRIS Antarnegara Indonesia–Korea Selatan;
- (iii) Kick off Peningkatan Kapasitas dan Literasi Sinergi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (KATALIS P2DD); serta
- (iv) Pengumuman pemenang BI–OJK Hackathon 2025 dan QRIS Jelajah Budaya Indonesia.
7. Penguatan dan perluasan kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Sinergi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah juga diperkuat untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah. (Tribum-Timur.com/ Sakinah Sudin) (Kompas.TV/ Aisha Amalia Putri)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.