TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Fenomena pengibaran bendera Jolly Roger dalam anime One Piece disandingkan bendera Merah Putih viral di media sosial.
Beberapa pejabat pemerintah turut menanggapi.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menilai pengibaran bendera One Piece saat HUT ke-80 RI merupakan bentuk provokasi.
“Mari bersatu, lawan hal-hal seperti itu,” ujarnya tegas, dikutip dari Wartakotalive.com.
Menkopolhukam Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan juga menanggapi fenomena ini.
Ia menilai tindakan tersebut mencederai kehormatan Bendera Merah Putih dan bisa berdampak hukum.
“Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 24 ayat (1) menyebutkan: Setiap orang dilarang mengibarkan Bendera Negara di bawah bendera atau lambang apa pun. Ini upaya melindungi martabat dan simbol negara,” kata Budi Gunawan dalam keterangan resminya dilansir Tribunnews.com, Jumat (1/8/2025).
Akun Instagram @hk_pro87 mengunggah video polisi menegur pemuda mengibarkan bendera Merah Putih dan bendera One Piece.
Lokasi kejadian tidak disebutkan.
Pengamat Hukum Pidana UIN Alauddin Makassar, Dr Rahman Syamsuddin menilai, menyandingkan bendera Merah Putih dengan bendera One Piece bukan tindakan pidana.
Menurutnya, logo One Piece tidak merusak keutuhan bendera Merah Putih.
“Sebenarnya gambar One Piece itu saya lihat tidak masuk ji di dalam Merah Putih. Kedua, One Piece ini cerita bajak laut dan berangkat dari film kartun,” jelasnya saat dikonfirmasi, Sabtu (2/8/2025).
Ia menegaskan, hal itu bukan bentuk makar seperti pengibaran bendera Bintang Kejora kelompok separatis Papua.
Bendera Jolly Roger, kata dia, hanya bentuk ekspresi atas sosok One Piece.
“Kecuali bendera Papua merdeka, itu jelas. Mereka menganggap bendera itu simbol negara,” tegasnya.
Ketua Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah UIN Alauddin ini juga menilai, ekspresi menyandingkan bendera One Piece dengan Merah Putih bukanlah tindak pidana.
Sebab, bendera One Piece tidak merusak atau mengubah bentuk asli Merah Putih.
“Kalau bicara KUHP, tidak ada yang dilanggar. One Piece ini tidak menyinggung bendera Merah Putih,” jelasnya.
Meski begitu, secara etis, ia menganggap tindakan itu kurang pantas, apalagi di momen peringatan kemerdekaan RI yang sakral.
Ia pun tidak mempersoalkan jika ada aparat memberi teguran atas dasar nilai-nilai etika.
“Mungkin secara etis kurang patut, tapi secara pidana tidak ada pelanggaran,” ucapnya.
Dr Rahman meminta pemerintah tidak bereaksi berlebihan terhadap fenomena ini.
Ia menilai masih banyak persoalan lebih penting yang perlu segera ditangani.
“Banyak masalah negara yang harus diselesaikan. Fenomena ini saya tangkap sebagai ekspresi warga yang ingin perubahan,” tambahnya.
Direktur LBH Makassar, Abdul Aziz Dumpa, menilai pemidanaan pengibar bendera Jolly Roger One Piece adalah bentuk anti kritik.
Menurutnya, bendera itu hanya bentuk ekspresi damai dilindungi konstitusi.
“Itu ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap tata kelola negara yang tak berpihak pada rakyat, tapi justru menguntungkan elit dan oligarki,” ujar Azis Dumpa.
Ia juga menegaskan, pengibaran bendera One Piece bersama Merah Putih bukan tindakan makar.
“Intinya bukan makar, tapi simbol kritik masyarakat atas otoritarianisme dan ketidakadilan terus terjadi,” jelasnya.
“Silakan masyarakat mengibarkan Jolly Roger lebih rendah dari Merah Putih, sebagai simbol cinta Tanah Air, sekaligus bentuk kritik terhadap pemerintahan yang otoriter dan tidak adil,” pungkasnya.(*)