Bonus Atlet PON Sulsel

Alasan Pemprov Sulsel Bayar Bonus Atlet PON Tak Sesuai Hasil RDP DPRD

Penulis: Renaldi Cahyadi
Editor: Ari Maryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BONUS ATLET - Sekprov Sulsel, Jufri Rahman, saat ditemui di Rujab Gubernur Sulsel, Jl SUngai Tangka, Kota Makassar, beberapa waktu lalu. Jufri sebut Bonus sudah sesuai kondisi keuangan daerah

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR — Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulawesi Selatan, Jufri Rahman, angkat bicara soal polemik besaran bonus bagi atlet PON XXI Aceh-Sumut 2024. 

Pasalnya, sejumlah atlet merasa besaran bonus yang diterima belum sebanding dengan capaian dan jerih payah mereka

Pemprov Sulsel mengalokasikan anggaran sebesar Rp6,75 miliar untuk para atlet.

Rinciannya sebesar Rp150 juta untuk peraih emas, Perak Rp100 juta dan Perunggu Rp50 juta.

Adapun total medali yang didapatkan oleh Sulsel sebanyak 61 medali, terbagi antara tim individu dan grup.

Medali itu terbagi dari, 10 medali emas, 19 perak dan 32 perunggu.

Jufri Rahman mengatakan, pemberian bonus tersebut telah sesuai dengan kebijakan nasional dan disesuaikan dengan kondisi fiskal daerah.

“Kalau kapasitas fiskal kita memenuhi, mungkin bisa lebih. Tapi sekarang saja kita sedang melakukan efisiensi di semua aktivitas OPD,” katanya saat ditemui di Rujab Gubernur Sulsel, Kota Makassar, Jumat (27/6/2025).

Menurutnya, kebijakan efisiensi anggaran bukan hanya terjadi di Sulsel, tetapi merupakan kebijakan nasional yang berlaku secara menyeluruh. 

Hal ini mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.

“Itu kebijakan nasional, dan bukan hanya di Sulsel saja. Seluruh Indonesia juga kena efisiensi,” ujarnya.

Jufri juga menekankan bahwa angka-angka yang tertera dalam Peraturan Gubernur (Pergub), termasuk soal bonus, hanyalah batas maksimal. 

Ia membandingkan dengan standar biaya lainnya seperti SPPD dan TPP yang juga bergantung pada kemampuan keuangan daerah.

“Di Pergub itu angka-angka itu adalah batas maksimal. Sama juga seperti standar biaya masukan, SPPD misalnya," ungkapnya.

"Kalau disebut hotelnya sekian, tapi kalau nginap di hotel yang di bawahnya, itu tonji yang dibayarkan. Semua disesuaikan dengan kapasitas fiskal kita. TPP juga begitu,” tambah dia.

Berita Terkini