TRIBUN-GOWA.COM, GOWA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli dari Bank Indonesia (BI), Muhammad Irwan, dalam sidang kasus sindikat uang palsu di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Jalan Usman Salengke, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulsel, Rabu (28/6/2025).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny bersama dua hakim anggota.
Majelis hakim mengawali sidang dengan menanyakan identitas dan pekerjaan Muhammad Irwan.
Ia merupakan pegawai BI sejak 2015 dan bertugas di bagian pengelolaan uang rupiah.
Irwan menjelaskan, Bank Indonesia memiliki wewenang penuh dalam pengelolaan uang rupiah, mulai dari perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, hingga pemusnahan.
“Masyarakat tidak bisa mencetak uang rupiah, Yang Mulia,” tegas Irwan.
Ia menyebutkan, ciri uang asli paling sulit ditiru adalah gambar perisai karena menggunakan teknik cetak khusus.
Menurutnya, tidak ada batasan jumlah uang yang dapat ditukar di BI.
Ia juga menjelaskan bahwa saat pemeriksaan di Polres Gowa, ia membandingkan uang asli dengan barang bukti uang palsu.
Barang bukti tersebut juga telah diuji di laboratorium BI.
Baca juga: Annar Sampetoding Tampar Syahruna di Rutan Gara-gara Uang Palsu
“Dari bahan uang, kalau asli terang dan jelas. Kalau palsu, buram di beberapa sisi. Unsur pengamannya pun tidak kasar,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, saat diperiksa di Polres, uang palsu terlihat sangat berbeda dari uang asli, baik dari teknik cetak, sinar UV, maupun bahan.
“Untuk memastikan, kami periksa di laboratorium dan hasilnya dituangkan dalam BAP,” jelasnya.
Irwan mengungkapkan, uang rupiah asli memiliki 12 fitur keamanan: bahan uang, watermark, benang pengaman, kode tuna netra, gambar saling isi, tinta berubah warna, tulisan mikro (microtext), tinta tidak tampak, gambar tersembunyi, cetakan memendar, tulisan kecil, dan gambar raster.
“Bahan uang rupiah asli berasal dari serat kapas, sementara uang palsu dalam perkara ini berbahan kertas,” ungkap Irwan.
Ia menegaskan, perbedaan uang asli dan palsu sangat mudah dikenali secara kasat mata, diraba, dan dilihat menggunakan kaca serta sinar UV.
“Kalau di laboratorium, kami bandingkan secara fisik pakai mikroskop. Bahannya tidak sesuai dengan uang asli,” tegasnya.
Menurut hasil laboratorium BI, uang palsu tersebut dicetak menggunakan teknik injek printing dan tidak layak edar.
“Setelah dibandingkan, ini palsu. Banyak yang tidak sesuai,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pada emisi uang tahun 2022, BI menambah fitur keamanan, khususnya pada bagian hologram.
“Cukup gampang membedakan uang asli dan palsu. Dengan tiga D: dilihat, diraba, dan diterawang, sudah bisa dibedakan,” jelasnya.
Sidang tersebut juga menghadirkan lima dari 15 terdakwa yang menjalani pemeriksaan saksi, yaitu Ambo Ala, John Biliater, Muhammad Syahruna, Dr Andi Ibrahim (mantan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar), dan Annar Salahuddin Sampetoding.
Sepuluh terdakwa lainnya dijadwalkan sidang pada Jumat, 4 Juli 2025, yakni Sattariah alias Ria Anti Yado, Sukmawaty binti Abdul Syukur, Andi Haeruddin alias Andi bin Iskandar, Mubin Nasir alias Mubin bin Muh Nasir, Kamarang Dg Ngati bin Dg Nombong, Irfandy alias Fandy bin Muh Tahir, Sri Wahyudi bin Abidin Sibali, Muh Manggabarani alias Angga bin Naim Tuo, Satriyady alias Iwan bin Amos Yakub, dan Ilham alias Rehan bin Abd Rasyid. (*)