TRIBUN-TIMUR.COM - Inilah sejarah kurban atau asal usul kurban Idul Adha.
Idul Adha diperingati setiap tanggal 10 Zulhijjah dalam kalender Masehi.
Idul Adha juga biasa disebut Idul Kurban atau Idul Qurban.
Hal ini karena setiap Idul Adha, umat Muslim disunnahkan berkurban.
Kurban dalam Islam merupakan salah satu bentuk ibadah yang memiliki kedalaman spiritual dan sosial yang tinggi.
Praktik ini dilakukan dengan menyembelih hewan ternak pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari Tasyrik, sebagai manifestasi ketaatan dan kepatuhan.
Hewan ternak yang dikurbankan berupa sapi, kambing, domba maupun unta.
Perintah untuk berkurban ini telah digariskan oleh Allah SWT dalam Alquran:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS Al-Kautsar (108) : 1-2).
Daging hewan kurban dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan terutama kepada fakir miskin, sehingga kurban menjadi sarana untuk mengurangi kesenjangan sosial dan menumbuhkan rasa kebersamaan dan kepedulian sosial.
Secara keseluruhan, kurban dalam Islam bukan hanya sekadar ritual penyembelihan hewan, melainkan sebuah ibadah yang kaya akan nilai-nilai spiritual dan sosial.
Praktik ini mengajarkan umat Islam untuk senantiasa bersyukur, “menyembelih ego”, berkorban demi kepentingan yang lebih besar, dan selalu mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
Ibadah kurban bisa dimaknai dengan sebuah bentuk kepasrahan seorang hamba kepada Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Selain itu, tujuan kurban yakni meneladani ketaatan Nabi Ibrahim AS serta memperkuat solidaritas sosial di antara umat Islam.
Tahukah Anda ternyata ibadah kurban ini mempunyai sejarah yang cukup tua?
Ya, sejarah kurban berakar dari kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya, Ismail AS, namun kemudian Allah menggantikannya dengan seekor domba sebagai bentuk pengujian terhadap keimanan dan ketaatan.
Berikut selengkapnya Tribun-Timur.com rangkum sejarah kurban!
Sejarah Kurban
Asal mula kurban berawal dari lahirnya nabi Ismail AS.
Pada saat itu dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim AS tidak memiliki anak hingga di masa tuanya, lalu beliau berdoa kepada Allah.
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS Ash-Shafaat (37) : 100).
Sewaktu Nabi Ismail AS mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim AS mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya.
Mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara turunnya wahyu Allah SWT, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim AS.
Nabi Ibrahim AS pun akhirnya menyampaikan isi mimpinya kepada Ismail untuk melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail.
Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu?
Ismail menjawab: Wahai Bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Ash-Shafaat: 102)
Nabi Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan.
Dan beliau berjanji kepada ayahnya akan menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat Nabi Ismail AS. Allah memujinya di dalam Al-Qur’an:
“Dan ceritakanlah (Hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS Maryam (19) : 54)
Nabi Ibrahim lalu membaringkan anaknya dan bersiap melakukan penyembelihan. Nabi Ismail AS pun siap menaati instruksi ayahnya.
Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS nampak menunjukkan keteguhan, ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah itu.
Saat Nabi Ibrahim AS hendak mengayunkan parang, Allah SWT lalu menggantikan tubuh Nabi Ismail AS dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan dari Surga, yang berwarna putih, bermata bagus, bertanduk.
“Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shafaat (37) : 104:107).
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Nabi Ismail AS itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan ketaatan Mereka kepada Allah SWT.
Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim AS telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah SWT.
Sedangkan Nabi Ismail AS tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam menjalankan perintah Allah SWT dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan kepada orang tuanya.
Dari sinilah asal permulaan sunah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia.
Wallahu A’lam Bishsawab.
Pembersihan Diri
Dilansir dari laman Kemenag, kurban memiliki nilai spiritualitas yang perlu dipahami dan diimplementasikan oleh setiap orang yang beriman.
Dalam melakukan ibadah kurban, umat Islam memperoleh banyak keutamaan spiritual yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan memiliki kemanfaatan kepada sesama.
Karena, salah satu aspek utama dari ibadah kurban adalah pengorbanan.
Dalam mengurbankan hewan kurban, seorang Muslim menunjukkan ketaatan dan kepatuhan total kepada perintah Allah SWT.
Tindakan ini mencerminkan sikap rela berkorban untuk memenuhi kehendak Ilahi. Pengorbanan tersebut tidak hanya berupa hewan yang disembelih, tetapi juga mengandung makna pengorbanan diri, kesabaran, dan keteguhan hati dalam menghadapi cobaan.
Proses penyembelihan hewan kurban juga memiliki makna pembersihan diri dari sifat-sifat negatif, seperti kedengkian, kebencian, dan egoisme.
Dalam melakukan kurban, seorang Muslim diharapkan untuk menyalurkan niatnya secara murni hanya untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Hal ini membantu umat Islam untuk membersihkan diri dari sifat-sifat yang merusak hubungan mereka dengan Allah dan sesama manusia.
Ibadah kurban juga mencerminkan kesadaran akan pentingnya berbagi dengan sesama.
Ketika seorang Muslim mengurbankan hewan kurban, ia tidak hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga memperhatikan kebutuhan orang-orang yang membutuhkan.
Hal ini menciptakan ikatan sosial yang kuat di antara umat Muslim dan memperkuat rasa solidaritas serta empati terhadap sesama.
Ibadah ini juga bentuk dari ungkapan syukur atas nikmat Allah SWT.
Dengan mengorbankan bagian dari harta yang dimiliki, seorang Muslim mengakui bahwa segala sesuatu yang dimilikinya berasal dari Allah SWT.
Pelaksanaan kurban adalah cara untuk menyatakan rasa syukur atas berkah dan rizki. Lebih dari sekadar ritual, ibadah kurban adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dengan mengorbankan hewan kurban, seorang Muslim mengaktualisasikan kepatuhan dan ketaatan yang dalam kepada Sang Pencipta.
Hal ini memperkuat hubungan spiritual antara hamba dengan Tuhannya, karena kurban dilakukan atas dasar iman yang kokoh dan kecintaan yang tulus kepada Allah SWT.
Kebersamaan dan Gotong-Royong
Pelaksanaan kurban di Indonesia sering kali melibatkan komunitas dan dilaksanakan secara gotong royong.
Masyarakat bersama-sama mengurus penyembelihan, pemotongan, dan distribusi daging kurban.
Nilai gotong-royong ini memperkuat rasa kebersamaan dan kekompakan dalam komunitas.
Selain itu, peringatan Idul Adha sudah seyogianya tak hanya dimaknai sekadar ritual dalam sorak ramai gema kumandang takbir secara lisan, kemeriahan Salat Id berjamaah, maupun hiruk pikuk penyembelihan hewan kurban.
Namun juga harus bisa dimaknai dengan sebagai spirit untuk terus menebar kepedulian sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berkurban hewan juga harus diinternalisasikan dan juga diaktualisasikan dalam bentuk menebar cinta damai dan mengasihi sesama.
Oleh karenanya, perlu kita merenung dan sejenak melebur segala egoisme.
Berdo’a dengan kejernihan hati, kebeningan nurani, ketajaman akal dan pikiran dalam upaya mengokohkan persaudaraan, menguatkan kesalehan sosial serta menebar kepedulian.
Harapannya Indonesia segera lepas dari berbagai bentuk masalah bangsa, kemudian bangkit sehingga akan menjadi negara yang berkemajuan, adil dan makmur negaranya serta aman dan damai.
Di Indonesia, diyakini bahwa kurban membawa berkah tidak hanya bagi yang berkurban tetapi juga bagi seluruh komunitas. Daging kurban yang dibagikan memberikan keberlimpahan pangan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang jarang mengonsumsi daging.
Distribusi daging kurban membantu meringankan beban ekonomi bagi masyarakat, terlebih yang kurang mampu.
Ini berkontribusi pada keseimbangan ekonomi, kesetaraan dan memberikan kesempatan bagi semua lapisan masyarakat untuk merasakan kebahagiaan Hari Raya Idul Adha.
Melalui nilai-nilai tersebut, kurban dalam Islam di Indonesia bukan hanya sekedar ritual tahunan, tetapi juga merupakan momentum untuk mempererat hubungan dengan Allah, memperkuat solidaritas sosial, dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama.
Praktik kurban menjadi sarana untuk menyebarkan nilainilai kemanusiaan, keikhlasan dan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari. (*)