Legislator Soroti Dryer Gabah Tak Optimal, Ini Penjelasan Kadis Pertanian Barru

Penulis: Darullah
Editor: Sukmawati Ibrahim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Dinas Pertanian Pemkab Barru, Ahmad beberapa waktu lalu. Legislator soroti alat pengering gabah tak optimal di Barru. Kadis Pertanian akui tantangan biaya operasional dan ajak gapoktan cari solusi kemitraan.

TRIBUN-TIMUR.COM, BARRU – Anggota DPRD menyoroti tidak optimalnya pemanfaatan alat pengering gabah (dryer) di gabungan kelompok tani (gapoktan) di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. 

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pertanian Pemkab Barru, Ahmad, tidak menampik adanya persoalan tersebut.

“Seluruh alat dryer gabah itu harus dimanfaatkan dengan baik, karena alatnya telah diberikan kepada gapoktan,” ujarnya, Minggu (4/5/2025).

“Permasalahannya selama ini mereka tidak mampu mengoptimalkan, bahkan tidak mampu mengoperasionalkan,” beber Ahmad.

“Karena itu butuh pembiayaan besar. Kalau ada kerusakan besar, biaya onderdilnya juga besar,” tambahnya.

Ia menjelaskan, pemerintah kini tidak bisa lagi ikut campur dalam pengelolaan dryer gabah.

Pasalnya, statusnya sudah dihibahkan kepada kelompok tani.

Karena itu, kelompok tani diharapkan berupaya mengelola alat tersebut agar biaya operasional bisa tertutupi dari pendapatan dihasilkan.

“Sepertinya inilah yang menjadi masalah, karena tidak mampu dioptimalkan,” jelasnya.

Ahmad menyebutkan, di Barru terdapat tujuh unit dryer gabah yang sebenarnya bisa dimanfaatkan. 

Namun, semuanya belum optimal karena tidak digunakan secara maksimal.

“Itu nanti dikatakan optimal kalau dimanfaatkan. Kalau tidak dimanfaatkan, itu namanya tidak optimal,” paparnya.

“Kita dorong supaya dimanfaatkan. Caranya bisa dengan kerja sama, bisa juga dimitrakan dengan pihak yang mampu mengoperasikan,” tandasnya.

Ahmad mengungkapkan, pihak Bulog sempat berniat bekerja sama. 

Jika jadi, akan lebih efektif karena saat ini tidak ada pengering besar di Barru.

“Karena tidak ada pengering di sini, maka harus dibawa ke Sidrap atau Parepare. Di sana, Bulog bermitra dengan pemilik pengering berkapasitas 30 sampai 60 ton per jam,” paparnya. 

Menurutnya, kapasitas pengering harus disesuaikan dengan potensi lahan dan hasil panen di Barru agar alat tidak mubazir.

“Tidak ada gunanya alat kalau tidak ada bahan bakunya. Di Barru yang cocok kapasitas 20–30 ton per jam. Kalau 60 ton, itu skala modern,” ungkapnya.

“Di Barru ini hanya konsumtif. Tapi memang saat panen raya seperti sekarang, hasilnya melimpah. Sayangnya pengusaha kita tidak mampu membeli karena harga sudah ditetapkan pemerintah sebesar Rp6.500,” tutupnya. 

Sebelumnya, Anggota DPRD Kabupaten Barru, Syamsu Rijal sangat menyayangkan tidak dioptimalkannya dryer atau mesin pengering gabah yang ada di Barru.

Hal itu sangat disayangkan lantaran di setiap kecamatan di Barru memiliki alat pengering gabah yang dikelola oleh gabungan kelompok tani (Gapoktan).

Menurut Ketua Komisi 2 DPRD Barru ini pengelolaan pengering gabah di Barru belum maksimal karena masih butuh mekanisme dengan konsep-konsep yang terstruktur untuk bagaimana proses penyerapannya bisa lancar.

"Ini kan baru langkah awal, makanya tentu harus ada evaluasi setelahnya. Melihat kondisi seperti ini pemerintah daerah harus mengambil bagian, ini peluang besar bagi pemerintah daerah khususnya di Kabupaten Barru," ujarnya, Jumat (2/5/2025).

"Pada sisi keuntungan ada di situ secara materiil. Jadi bagaimana misalnya bantuan dryer-dryer yang didorong di setiap kecamatan itu dioptimalkan fungsinya," kata Syamsu Rijal.

"Sehingga gabah petani di Barru tidak perlu dikirim ke kabupaten lain untuk dikeringkan saja. Kemudian di sisi lain pemerintah daerah harus berpikir untuk mengupayakan penggilingan padi yang perfect, sehingga tidak usah lagi gabah dari Barru digiling di Pinrang ataupun di Sidrap," jelasnya. (*)

 

 

 

 

 

Berita Terkini