Djuyamto Tersangka Suap Usai Tolak Praperadilan Hasto vs KPK, Sekjen PDIP Tulis Secarik Surat

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SEKJEN PDIP - Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, memenuhi panggilan KPK pada Kamis (20/2/2025) pagi. Dia akan diperiksa sebagai tersangka. Hasto menyatakan siap untuk ditahan.

TRIBUN-TIMUR.COM - Sosok majelis hakim yang ditangkap karena suap ternyata hakim yang tolak praperadilan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto,.

Hasto pun bereaksi saat mengetahui hakim yang menolak gugatannya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditetapkan tersangka kasus suap.

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Djuyamto merupakan hakim tunggal sidang praperadilan yang diajukan Hasto Kristiyanto.

Hakim Djuyamto memeriksa dan mengadili gugatan praperadilan yang diajukan Hasto melawan KPK.

Dalam putusannya, hakim Djuyamto tidak menerima gugatan Hasto terhadap KPK.

Tidak lama kemudian, hakim Djuyamto, bersama Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), sebagai tersangka kasus suap vonis lepas terkait ekspor minyak mentah.

Lewat secarik surat, Hasto Kristiyanto menyebutkan keadilan bakal menemukan jalannya sendiri meski.

“Sekjen DPP PDIP mengingatkan, kebenaran akan mencari jalannya sendiri sebagaimana yang terjadi dengan Ketua PN Jakarta Selatan dan hakim Djuyamto yang telah bertindak tidak adil pada praperadilan Hasto Kristiyanto, kini ditangkap oleh kejaksaan atas kasus suap,” kata politikus PDIP, Guntur Romli yang membacakan surat Hasto di PN Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

Hasto juga mengutip prinsip kebenaran dalam bahasa Sanskerta yang selama ini dikenal sebagai semboyan “Satyam Eva Jayate”.

"Ini menunjukkan kebenaran akan mencari jalannya sendiri. Sayam Eva Jayate, bahwa kebenaran itu akan menang," ucap Guntur.

Peran Hakim Djuyamto

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga hakim sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) untuk tiga perusahaan besar pada Minggu (13/4/2025) malam. Mereka adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat, serta hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).

Kejagung menduga ketiga tersangka menerima suap dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), sebesar Rp 22,5 miliar agar putusan perkara tiga korporasi besar itu onslag atau putusan lepas.

Baca juga: Isi Surat Hasto Kristiyanto dari Penjara: Berat Badan Turun 6,4 Kg Bukan karena Menderita

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menjelaskan, Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto pertama kali menerima suap dari Arif sebesar Rp 4,5 miliar yang dibagi rata untuk ketiganya.

Suap senilai Rp 4,5 miliar diberikan Arif dengan pesan agar perkara ekspor CPO diatasi.

"Uang bila dirupiahkan Rp 4,5 miliar tadi, oleh ASB dimasukkan ke dalam goodie bag. Kemudian, setelah keluar dari ruangan, uang tadi dibagi kepada tiga orang, yaitu masing-masing ASB sendiri, kepada AM, dan juga kepada DJU," ujar Qohar dalam konferensi persnya, Senin (14/4/2025) dini hari.

Selanjutnya, uang suap tahap kedua diberikan Arif kepada hakim Djuyamto.

Uang suap diberikan dalam mata uang dollar Amerika Serikat senilai Rp 18 miliar. 

Djuyamto kemudian membagikan uang tersebut kepada Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom di depan Bank BRI Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Dalam pembagian uang suap tersebut, Djuyamto mendapatkan Rp 6 miliar, Agam mendapatkan Rp 4,5 miliar, dan Ali mendapatkan Rp 5 miliar.

"Penyerahan dilakukan di depan Bank BRI Pasar Baru, Jakarta," ujar Qohar.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12C juncto 12B juncto 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Djuyamto lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 18 Desember 1967.

Dia menuntaskan studi S1 dan S2 di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo (UNS).

Djuyamto tercatat pernah menjadi hakim ketua dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan pada tahun 2019.

Dia juga menjadi hakim tunggal dalam sidang praperadilan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto.

Harta kekayaan Djuyamto sesuai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK sebesar Rp 2,9 miliar.

Dalam persidangan kasus korupsi ekspor CPO, Djuyamto diduga menerima suap berupa uang dollar AS yang setara Rp 6 miliar. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hasto Sentil Hakim Djuyamto: Kebenaran Akan Mencari Jalannya Sendiri"

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Peran Hakim Djuyamto dalam Kasus CPO, Bagikan Uang Suap di Depan Bank"

Berita Terkini