TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU – Jalan Lingkungan di Cappie, Kelurahan Larompong, Kecamatan Larompong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan rusak parah diterjang banjir pada Jumat 4 April 2025 lalu.
Akibat derasnya arus dan tingginya volume air banjir, akses warga sempat terganggu karena aspal ikut terkelupas.
Lubang besar dengan panjang hampir 5 meter dan kedalaman mencapai 30 centimeter yang menganga di badan jalan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Luwu, Ikhsan Asaad, mengonfirmasi hari ini Selasa (8/4/2025), alat berat dikerahkan ke lokasi untuk melakukan perbaikan sementara.
“Perbaikan sementara diupayakan oleh alat berat. Hari ini baru mobilisasi alat,” kata Ikhsaan saat dikonfirmasi.
Ia menjelaskan, perbaikan hanya sebatas meratakan jalan agar bisa kembali dilalui kendaraan roda dua.
Hal ini dikarenakan keterbatasan anggaran infrastruktur yang dipangkas dari pemerintah pusat untuk melakukan pengaspalan ulang.
“Pastinya (berpengaruh), karena anggaran infrastruktur ikut terpangkas,” jelasnya.
Pengarahan alat berat ini, kata dia, merupakan kebijakan langsung dari Dinas PUTR.
Diketahui, di Lingkungan Cappie, Kelurahan Larompong, Kabupaten Luwu, air banjir tinggal lebih lama, dan datang lebih sering.
Dalam dua bulan terakhir, banjir telah menghantam kampung ini sebanyak empat kali.
Artinya, dua kali dalam sebulan warga harus bersiap-siap menghadapi banjir setinggi lutut, meski hujan tak begitu deras.
“Sudah cukup menghawatirkan. Ini bukan soal air yang datang tiba-tiba. Tapi soal tak adanya lagi yang menahan air itu dari hulu,” jelas salah satu warga, Royan Juliazka Chandrajaya, Sabtu (5/4/2025).
Royan tak sedang berteori, air yang meluap dan mengalir deras ke pemukiman tak sekadar berasal dari curah hujan lokal.
Tetapi ia curiga, ada kerusakan besar di kawasan hulu yang dulu berfungsi sebagai penyanggah alam.
Sebab kawasan yang dulu mampu memperlambat aliran air itu kini tak lagi bekerja sebagaimana mestinya.
“Kami hanya bisa menduga-duga. Mungkin sudah banyak alih fungsi lahan, atau sudah masuk industri ekstraktif, tambang misalnya. Tapi bukan kami yang harus cari tahu. Itu tugas pemerintah,” tegas Royan.
Menurut Royan, kebanyakan warga sudah lelah, mereka terkadang ikut kena imbas akibat terjangan banjir.
Tak jarang, para petani kehilangan hasil panen karena sawah tertimbun lumpur tebal yang ikut bersama banjir.
Belum lagi, sambung Royan, warga yang berprofesi sebagai petambak merugi karena bibit ikan hanyut dibawa arus.
"Belum lagi kalau kita bicara infrastruktur. Rumah yang terus menerus kena banjir, pelahan akan mengalami pelapukan dan kerusakan. Aspal-aspal yang ada dusun kami, sebagiannya sudah mengalami kerusakan parah, itu terangkat. Dan butuh perbaikan yang maksimal dan menyeluruh," bebernya.
Bahkan terbaru, ketika banjir, Jumat (4/4/2025) sekitar pukul 21.15 Wita, jalanan mengalami rusak berat.
Derasnya arus, membuat aspal mengelupas sekitar 5 meter dengan kedalaman berkisar hingga 30 centimeter.
“Dan sampai hari ini, respon pemerintah dari dulu sama saja. Tidak peka dan tidak responsif. Terutama dalam kaitannya dengan respon yang bersifat strategis. Memang semalam ada tim dari BPBD daerah tapi hanya melakukan assesment. Tapi setelahnya, tidak ada lagi. Jadi mau sampai kapan seperti ini," ujarnya.
Royan mengaku, tanggul yang dibangun bertahun-tahun lalu di lekukan sungai, kini ibarat menahan air dengan tampah.
“Sudah tidak efektif. Banjir melampaui kapasitas tanggul. Masalahnya bukan di sini, tapi di atas sana (hulu),” lanjutnya.
Warga Cappie mendesak pemerintah untuk tidak lagi memelihara kebiasaan reaktif yang hanya muncul ketika genangan sudah naik ke teras rumah.
Menurut Royan, mereka meminta kebijakan yang strategis, berani, dan berpihak pada keselamatan warga.
"Kami ingin dilihat, didengar, dan dianggap sebagai warga Luwu sepenuhnya, bukan hanya sekedar corong suara setiap lima tahun sekali," akunya.
“Ini tantangan untuk pemerintah yang baru terpilih. Jangan biarkan Cappie jadi korban dari kebijakan yang tak adil dan pengabaian yang sistematis,” tandas Royan.
Diketahui, banjir pertama merendam Lingkungan Cappie, terjadi pada 18 Maret 2025 ketika umat muslim melaksanakan ibadah puasa.
Kala itu, banjir mulai meluap sekitar pukul 17.55 Wita malam, merendam setidaknya 45 unit rumah warga dengan ketinggian air mencapai lutut orang dewasa.
Bencana hidrometeorologi kembali dirasakan warga, pada 3 April tiga hari setelah Lebaran Idulfitri 1446 Hijriah.
Air Sungai Larompong kembali meluap ke badan jalan sekitar pukul 17.00 Wita, namun kembali surut menjelang pukul 18.00 Wita malam.
Keesokan harinya, Jumat (5/4/2025) banjir kembali dirasakan warga Lingkungan Cappie.
Akibatnya, puluhan rumah warga, areal sawah dan perkebunan warga ikut terendam banjir yang airnya berwarna keruh kecoklatan.
Dari pantauan Tribunluwu.com, banjir juga menyebabkan beberapa titik badan jalan terangkat terbawa arus banjir.
Derasnya arus mengakibatkan aspal rusak parah kurang lebih sepanjang 5 meter dengan kedalaman lubang berkisar 30 centimeter.
"Kondisi ini jelas berbahaya bagi pengendara yanh ingin melintas. Apalagi ada genangan, sehingga perlu kehati-hatian untuk melintas agar tidak terjatuh," jelas salah satu warga, Kamal saat dikonfirmasi, Sabtu (5/4/2024).
Kamal menyebut, bencana hidrometeorologi yang terjadi di Cappie sudah sering terjadi tanpa ada solusi yang diberikan oleh pemerintah.
"Parah sekali, karena hanya karena hujan sedikit, pasti langsung banjir. Dan ini perlu menjadi perhatian pemerintah terkhusus bupati baru untuk menyelesaikan. Sehingga kita perlu tahu apa sebenarnya penyebabnya, apakah kerusakan lingkungan atau yang lain," bebernya.
Tak hanya badan jalan yang rusak diterjang banjir, endapan material lumpur juga tersisa di dalam rumah dan pekarangan rumah warga yang terdampak.
Hingga pukul 10.00 Wita, warga masih sibuk melakukan pembersihan di rumah mereka masing-masing.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Luwu, merincikan luapan banjir terjadi di Kecamatan Larompong, Suli Barat, dan Suli.
Kejadian itu berlangsung sekitar pukul 21.15 Wita dan menyebabkan genangan di sejumlah pemukiman serta infrastruktur warga.
Menurut Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Luwu, Andi Baso Tenriesa, banjir terjadi akibat curah hujan lebat yang memicu luapan air sungai ke daerah pemukiman.
“Tinggi muka air bervariasi antara 20 hingga 50 cm,” jelasnya.
Dirinya menambahkan, titik banjir di Kecamatan Larompong berdampak ke Lingkungan Cappie, Mentang, Kelurahan Larompong, dan Desa Lumaring.
"Di Lingkungan Cappie dan Mentang, Kelurahan Larompong sekitar 50 unit rumah terendam, termasuk akses jalan, sawah, dan kebun. Kemudian di Desa Lumaring, satu jembatan dilaporkan ambruk," bebernya.
Sementara di Kecamatan Suli Barat, sambung Andi Baso Tenriesa, titik banjir berada di Kelurahan Lindajang sekitar 15 rumah terdampak.
Ditambah Desa Buntu Barana: 10 rumah terendam dan akses jalan turut terkena dampak.
"Lalu sekitar 100 rumah warga terendam banjir. Hingga saat ini tidak ada laporan korban jiwa maupun kerusakan signifikan pada bangunan," ujar Andi Baso Tenriesa.
Ia menambahkan, BPBD Luwu tengah melakukan kaji cepat dan berkoordinasi dengan aparat kecamatan setempat untuk penanganan lebih lanjut.
Laporan Jurnalis Tribun Timur Muh Sauki Maulana