Rudianto Lallo Soroti Pengamanan Berlebihan Polisi saat Eksekusi Lahan Gedung Hamrawati Makassar

Penulis: Muslimin Emba
Editor: Alfian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

EKSEKUSI LAHAN - Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo saat konferensi pers di rumah aspirasi yang didirikan di Jl AP Pettarani, Makassar, Senin (24/2/2025) sore. Penggusuran gedung Hamrawati dan sembilan ruko di Jl AP Pettarani, Kecamatan Panakkukang, Makassar, beberapa waktu lalu, disorot Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Penggusuran gedung Hamrawati dan sembilan ruko di Jl AP Pettarani, Kecamatan Panakkukang, Makassar, beberapa waktu lalu, disorot Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo.

Pasalnya, penggusuran itu dinilai janggal lantaran pemilik gedung dan ruko telah mengantongi Sertifikat Hak Milik.

"Kasus eksekusi lahan yang menjadi tanya tanya, kontroversi, pro kontra oleh karena diatasnya ada sertifikat," kata Rudianto Lallo saat konferensi pers di rumah aspirasi yang didirikan di Jl AP Pettarani, Makassar, Senin (24/2/2025) sore.

Ia pun menduga adanya indikasi praktik mafia peradilan ataupun mafia tanah dalam eksekusi itu.

Dugaan itu, menurutnya dikuatkan oleh karena penggugat ABM sudah berstatus tersangka kasus pemalsuan dan sementara menjalani hukuman.

"Tetapi ada putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, inkrah, apakah ini adalah bagian dari praktek mafia tanah, atau ada praktek mafia peradilan," ujar Rudianto Lallo.

"Oleh karena juga di satu sisi sudah ada orang yang di hukum, masuk penjara, putusan pidananya juga berkekuatan hukum tetap, soal pasal 26 soal pemalsuan," sambungnya.

Meski demikian, anggota Fraksi Nasdem ini mengaku tidak ingin mengomentari lebih lanjut pokok perkara kasus tersebut.

Hanya saja kata dia, kecurigaan lain muncul atas pelaksanaan eksekusi yang dikawal ribuan personel kepolisian.

Pasalnya, kata dia, pengerahan kekuatan kepolisian dalam proses eksekusi itu dianggap berlebihan.

"Catatan kritis saya pelaksanaan eksekusi yang banyak melibatkan anggota polri untuk pengamanan, kok bisa eksekusi sampai menghadirkan 1500 personel. Seperti negara dalam keadaan darurat saja, banyak polisi," sebutnya

"Ini ada apa, tidak seperti eksekusi-eksekusi lain yang hanya mungkin tidak sebesar 1500, itu menjadi tanda tanya?," lanjut Rudianto Lallo.

Keanehan lain dalam eksekusi itu menurut Rudianto Lallo, adanya penjagaan polisi di lokasi pasca eksekusi.

"Yang kedua setelah eksekusi, bisanya langsung bubar. Kok polisi bisa menjaga lahan-lahan itu, seakan dia menjadi sekuriti atas lahan-lahan itu, ini ada apa?," jelasnya.

Pengamanan ala kepolisian itu, di mata Rudianto Lallo, terlihat janggal dan berlebihan 

"Ini yang saya Kritisi dari mitra saya Polri khususnya kepolisian yang ada di kota Makassar. Kok bisa seperti itu, ini tidak bisanya, tentu karena tidak lazim dan tidak bisaya memunculkan pertanyaan, siapa yang main di sini," bebernya.

Mantan Ketua DPRD Kota Makassar ini pun berharap agar polisi tidak dijadikan alat untuk keuntungan pihak tertentu.

"Kami dari komisi 3 dalam rapat kemarin sudah menyampaikan hal serupa. Meminta kepada kepolisian Polri untuk tidak dijadikan alat untuk kemudian menguntungkan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu, sehingga dijadikan alat untuk mengamankan misalnya aset-aset tertentu, itu yang kita kritik, penggunaan aparat dalam eksekusi," imbuhnya.

Tuai Polemik 

Eksekusi lahan berupa penggusuran Gedung Hamrawati dan sembilan ruko di Jl AP Pettarani, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang Kota Makassar, menuai polemik.

Pasalnya, sejumlah pemilik sertifikat hak milik (SHM) juga mengaku punya hak atas lahay yang dieksekusi Pengadilan Negeri Makassar, pada Kamis (16/2/2025) pekan lalu.

Mereka pun melakukan perlawanan dengan meminta pertolongan Presiden Prabowo Subianto karena menganggap putusan pengadilan itu tak adil.

Diketahui keputusan eksekusi tersebut berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri Makassar Nomor 05 EKS/2021/PN. Mks jo. No.: 49/Pdt. G/2018/PN. Mks.

Perkara ini melibatkan Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi melawan Saladin Hamat Yusuf dkk sebagai termohon eksekusi.

Kuasa Hukum, Saladin Hamat Yusuf, yaitu Muh Alif Hamat Yusuf mengatakan, selama ini opini yang muncul di permukaan seolah-olah sertifikat hak milik (SHM) Hamat Yusuf yang merupakan orang tuanya, sudah dibatalkan.

Padahal kata dia, SHM itu justru dikuatkan berdasarkan PTUN dan berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional RI.

Adapun sertifikat yang dimaksud yaitu Sertifikat Nomor: 351/Tahun 1982, Surat Ukur Nomor: 294 tanggal 25 Februari 1982, dengan luas 42.083 M⊃2; atas nama Drs Hamat Yusuf.

Sertifikat itu kemudian dipecah menjadi lima sertifikat, yaitu Sertifikat Hak Milik Nomor. 627, 628, 629, 630, 631, tahun 1994 yang kesemuanya atas nama Drs Hamat Yusuf.

"Sehingga pernyataan yang disampaikan oleh Baso Matutu maupun kuasanya adalah fitnah dan pembohongan publik  yang harus ditelusuri," ujarnya kepada wartawan di warkop Jl Anggrek, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Minggu (16/02/2025) sore.

Menurut Alif, sebelum eksekusi dilakukan, para ahli waris Hamat Yusuf telah menyampaikan situasi tersebut kepada semua pihak, namun sama sekali tidak didengarkan.

Oleh karena itu, mereka akan menyampaikan keberatan kepada Presiden Prabowo Subianto.

"Kami sebelum eksekusi sudah menyurat ke bapak Kapolda, Kapolrestabes, Ketua Pengadilan, BPN, termasuk Presiden dan Wakil Presiden, termasuk instansi lainnya," ungkap Alif Hamat Yusuf.

"Namun eksekusi tetap dijalankan. Sehingga kami ini akan menyampaikan keberatan kepada bapak Presiden Republik Indonesia," sambungnya.

Alif yang juga merupakan salah satu dari ahli waris, menegaskan bahwa objek tanah kepemilikan Saladin Hamat Yusuf dan kini sebagai ahli warisnya sebanyak 12 orang, telah didukung dengan bukti kepemilikan yang sah.

Yaitu berupa sertifikat dan telah diperkuat dengan putusan-putusan pengadilan negeri, sampai tingkat banding.

Kemudian putusan pengadilan tata usaha negara, sampai pada tingkat banding, serta putusan pengadilan agama, sampai pada tingkat kasasi, dan beberapa bukti surat keputusan pemerintah setempat termasuk Dinas Tata Ruang dan Dinas Pendapatan Daerah yang berkaitan dengan pajak bumi dan bangunan.

"Berdasarkan hal-hal tersebut sudah sangat jelas bahwa eksekusi yang dilakukan oleh Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi yang sekarang masih berada dalam tahanan narapidana adalah tindakan 'mafia hukum, mafia peradilan, mafia tanah'," sebutnya.

Sehingga persoalan itu lanjut Alif, tidak boleh dibiarkan begitu saja dan harus diselesaikan sampai tuntas.

"Ini demi untuk menjaga bagaimana masyarakat Republik Indonesia sebagai negara hukum  menjunjung tinggi hukum dan rakyatnya terlindungi sebagai warga negara," jelasnya.

Untuk langkah hukum selanjutnya, kata Alif, dirinya dan tim hukum lainnya sementara menganalisa langkah yang akan ditempuh.

Secara historis, lanjut Muh Alif Hamat Yusuf menjelaskan, bahwa lahan yang ditempati Gedung Hamrawati itu merupakan milik Dr H Saladin Hamat Yusuf yang meninggal dunia pada 22 Januari 2004.

Adapun lahan itu kata dia, diperoleh Saladin Hamat Yusuf dari orangtua kandungnya, H Tjolleng Dg Marala.

Hamat Yusuf sendiri membeli lahan tersebut dari Makkulao dan St Farida pada Tahun 1957.

Objek tanah tersebut pun dahulu disebut Distrik Karuwisi Kabupaten Gowa, sekarang Jl AP Pettarani, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

"Orang tua kandung Hamat Yusuf telah memberikan tanah tersebut kepada anak kandungnya Hamat Yusuf berdasarkan surat pemberian tanggal 7 April 1961," terang Alif.

Surat pemberian dari orangtua kandung ke anaknya itu, kata Alif Hamat Yusuf, dilakukan di hadapan pejabat berwenang atau pemerintah setempat.

Atas dasar surat pemberian itu, pun diajukan ke kantor Agraria Makassar untuk diterbitkan sertifikat atas nama Hamat Yusuf.

"Makasih terbitlah Sertifikat Nomor:351/ Tahun 1982, Surat Ukur Nomor: 294 tanggal 25 Februari 1982 dengan luas 42083 meter persegi atas nama Drs Hamat Yusuf," terangnya.

Kemudian pada Tahun 1985 tanah milik Hamat Yusuf itu dijual ke PT Telkom seluas 2000 meter persegi dan yang menerima pembayaran Hamat Yusuf.

"Dan tidak ada keberatan dari pihak-pihak lain termasuk dari saudara-saudara kandung Hamat Yusuf," ucapnya.

Kemudian pada Tahun 1994 lanjut dia, Hamat Yusuf telah membebaskan tanahnya untuk kepentingan Jl Andi Pangerang Pettarani dan yang menerima ganti rugi pembayaran harga tanah Drs Hamat Yusuf.

Dan di Tahun yang sama kata dia, Hamat Yusuf memecah sertifikat Nomor 351/1982 menjadi lima sertifikat. Yaitu, sertifikat hak milik (SHM) nomor 627, 628, 629, 630, 631 Tahun 1994 dan kesemuanya atas nama Hamat Yusuf.

Muh Djundi Juga Melawan Eksekusi itu

Tergugat bernama Muh Djundi juga bakal melakukan gugatan awal pasca lahan yang diklaim miliknya turut masuk dalam objek eksekusi di atas lahan seluas 12.931 meter persegi yang dimohonkan penggugat Andi Baso Matutu.

Muh Djundi yang mengaku punya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan yang berbeda di sisi selatan dari deretan ruko yang dieksekusi itu, mengaku dalam waktu dekat ini bakal mengajukan gugatan ke pengadilan atas objek tersebut.

"Kami akan melakukan gugatan awal, karena saya sudah PK 2," kata Muh Djundi saat ditemui wartawan di Jl AP Pettarani, Makassar, Kamis malam.

Dirinya mengaku heran dengan putusan Pengadilan Negeri Makassar yang mengabulkan gugatan penggugat.

Pasalnya, lahan yang diklaim milik penggugat Andi Baso Matutu itu, kata dia, berasal dari kakeknya yang dibeli lewat lelang pemerintahan kala itu.

"Waktu tahun 1938 ini, kakek saya beli dari lelang Belanda. Panjang 269 meter, lebar 225 meter. Ini ada keterangan jual beli," kata Djundi sembari menunjukkan bukti copyan jual beli.

"Kemudian ada juga yang kakek beli tahun 1957, dari sinilah dibuatkan, luasnya 8100/per7x208 are atau 8100 persegi," lanjutnya.

Setelah itu, pada Tahun 1982 lanjut Djundi muncullah sertifikat induk 351.

"Setelah tahun 1984, dipecah menjadi 5 sertifikat dari induk. Kemudian 629 nya dipecah lagi menjadi 4, salah satunya ruko ruko yang dibongkar sekarang. Ini semua sudah terjual," ujarnya.

Djundi menyayangkan putusan Pengadilan Negeri Makassar atas gugatan Andi Baso Matutu yang disebutnya menggugat atas dasar foto kopi rincik.

"Yang kami sayangkan sebenarnya, dari Pengadilan Negeri Makassar yaitu hakimnya. Fotokopi rincik ini yang dia pakai, si penggugat. Kok bisa dipertimbangkan, padahal inikan fotokopi dan tidak terdaftar di Lurah dan Camat," ungkapnya.

Djundi juga membantah tudingan kuasa hukum Andi Baso Matutu yang menyebut SHM miliknya telah dibatalkan pengadilan.

"Itu bukan dibatalkan, karena di induk tidak dipecah habis. Jadi mereka berbohong padahal memang tidak ada, silahkan tanya BPN apakah induk ini pernah dibatalkan," jelasnya.

Selain itu, Djundi juga menyebut ada 12 bukti dari tergugat yang tidak dijadikan pertimbangan majelis hakim.

"Inikan ada bukti jual beli kami dari kakek dan majelis hakim tidak kasih masuk di putusan, dia tidak kasih masuk. Ada 12 bukti, kalau pembelian 2, lainnya juga putusan. Tapi yang paling fatal adalah akta jual beli," bebernya.

Olehnya itu, Djundi mengaku dalam waktu ini akan kembali mengajukan gugatan atas lahan seluas 3.855 meter persegi yang diklaim sebagai miliknya.

Penjelasan Pihak Penggugat Andi Baso Matutu 

Tangis histeris dan protes warnai eksekusi lahan yang merobohkan bangunan gedung Hamrawati dan sembilan ruko, di Jl AP Pettarani, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Kamis (13/2/2025).

Selain itu, proses eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri Makassar yang dikawal 1000 aparat gabungan, juga sempat diwarnai demo ricuh.

Luas lahan yang dieksekusi dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar No.49/Pdt.G/2018/PN.Mks Jo Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 133/PDT/2019/PT MKS, Jo Putusan Mahkamah Agung dalam pemeriksaan Kasasi No 2106 K/Pdt/2020 Jo Putusan Peninjauan Kembali ke-1 No 826 PK/Pdt/2021 Jo Putusan Peninjauan Kembali ke-2 No 1133 PK/Pdt/2023, seluas 12.931 meter persegi.

Lalu siapakah sosok pemohon eksekusi atas perkara sengketa lahan yang kabarnya bergulir sejak 2018 itu?

Sosoknya adalah Andi Baso Matutu.

Melalui tim hukum dari Law Office Hendra Kariangau & Associated, Andi Baso Matutu adalah pemohon eksekusi tersebut.

"Jadi haji Baso Matutu adalah pemilik lahan di AP Pettarani," kata kuasa hukumnya, Hendra Karianga ditemui wartawan di Jl Sultan Hasanuddin, Makassar.

Hendra menjelaskan, pelaksanaan eksekusi sudah melalui prosedur hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Di mana, pelaksanaan eksekusi tersebut berdasarkan penetapan eksekusi Pengadilan Negeri Makassar No 05 EKS/2021/PN.Mks Jo No 49/Pdt.G/2018/PN. Mks.

"Jadi secara hukum clear, tidak ada perdebatan apakah ini tanah milik A, milik B milik C, sudah di-clear-kan oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ujarnya.

Adapun alas hak yang dimiliki Andi Baso Matutu, lanjut dia, berupa rincik.

"Rincik itu dalam sistem hukum di Indonesia adalah merupakan hak adat. Hak adat itu memiliki kekuatan yang sama dengan hak milik," ucap Hendra.

Saat ditanya terkait klaim tergugat yang mengaku punya Surat Hak Milik (SHM) atas tanah yang diklaim kliennya, Hendra mengklaim, SHM tersebut telah dibatalkan pengadilan.

"SHM itu di atas alas hak rincik yang sudah dibatalkan karena palsu. Dasar itu kami mengajukan gugatan ke pengadilan minta membatalkan dan dinyatakan tidak sah secara hukum," katanya.

Hendra juga menegaskan, bahwa kliennya Andi Baso Matutu bukanlah seorang mafia tanah seperti yang beredar di sosial media.

"Saya tegaskan sekali lagi, ada di media massa bilang klien saya (Andi Baso Matutu) adalah mafia tanah, itu tidak benar. Klien saya adalah pemilik tanah yang asli berdasarkan putusan Mahkamah Agung," sebut Hendra.

Saat ditanya terkait kabar Andi Baso Matutu ditahan setelah ditetapkan tersangka dugaan pemalsuan surat, Hendra memberikan jawaban.

Menurutnya, penahanan kliennya itu berbeda dengan perkara dengan perkara eksekusi lahan yang dilakukan Pengadilan Negeri Makassar.

"Saya jawab ya, pidana beda hukumnya dengan perdata. Perdata menyangkut hak, pidana itu masalah lain," terang Hendra.

"Kan dia (Andi Baso Matutu) dituduh menggunakan surat palsu, orang memalsukan surat sampai sekarang tidak ditahu siapa pelakunya, kenapa orang yang menggunakan dihukum," sambungnya.

Olehnya itu, pihaknya mengaku telah memperjuangkan kliennya melalu kasasi nantinya.(*)

Berita Terkini