Opini

Dari PPDB Terbitlah SPMB, Pendidikan Merata?

Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OPINI TRIBUN - Praktisi Pendidikan, Trisnawaty A. Trisnawaty aktif mengisi kolom Opini Tribun Timur, termasuk edisi hari ini, Kamis (13/2/2025). Praktisi Pendidikan

Oleh:

Trisnawaty A SPD M PD 

Praktisi Pendidikan

TRIBUN-TIMUR.COM - Tahun baru, menteri baru dan penerimaan peserta didik yang baru.

Pemerintah melalui Kemendikdasmen merombak ulang aturan pendaftaran siswa baru dengan mengganti PPDB sistem zonasi dengan SPMB (Seleksi Penerimaan Murid Baru) mulai tahun ajaran 2025/2026.

Alasan perubahan ini diklaim bertujuan untuk menciptakan sistem penerimaan siswa lebih transparan, objektif, akuntabilitas tinggi, serta lebih inklusif bagi semua calon siswa.

Abdul Mu’ti selaku Mendikdasmen dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (30-1-2025) menyampaikan perubahan sistem ini untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan pada sistem pendidikan sebelumnya.

Ada empat jalur yang bisa dipilih dalam SPMB 2025, yaitu jalur domisili menggantikan sistem zonasi, jalur afirmasi, jalur prestasi, dan jalur mutasi.

Jalur domisili sebagai penyempurnaan jalur zonasi yang dipakai pada PPDB sejak 2017.

Jalur afirmasi untuk siswa dari keluarga kurang mampu. 

Jalur prestasi untuk calon siswa dengan prestasi di bidang akademik dan nonakademik.

Adapun jalur mutasi untuk calon siswa yang pindah domisili sebab perpindahan tugas dari orang tua atau wali serta untuk anak guru yang merupakan calon murid pada satuan pendidikan tempat orang tua mengajar.

Hanya Sekedar Berganti

Adanya pergantian ini termasuk teknis pendaftaran siswa baru hakekatnya belum menyelesaikan persoalan kesenjangan pendidikan.

Dan untuk memperbaiki kekurangan pada PPDB sistem zonasi, namun SPMB 2025 diperkirakan belum bisa menuntaskan persoalan yang terjadi selama penerapan PPDB sistem zonasi.

Persoalan kecurangan administrasi tampak pada manipulasi kartu keluarga (KK) yang dilakukan orang tua agar anaknya bisa masuk di sekolah yang diinginkan.

Jalur domisili justru akan memunculkan masalah baru, bagi daerahnya tidak memiliki sekolah. 

Kesulitan mengakses sekolah memungkinkan terjadinya masalah yang sama, yaitu manipulasi data.

Termasuk jual beli kursi, siswa titipan semisal anak pejabat, dan hasil PPDB yang tidak transparan. 

Bisa menghalalkan segala cara demi kursi untuk anaknya.

Terkait hal ini, Ombudsman RI melaporkan dugaan kecurangan masalah jalur PPDB, baik itu prestasi, zonasi, maupun afirmasi.

Berdasarkan pengaduan masyarakat yang diterima Ombudsman, dugaan maladministrasi didominasi penyimpangan prosedur (51 persen), tidak memberi layanan (13 persen), tidak kompeten (12 persen), diskriminasi (11 persen), penundaan berlarut (7 persen), permintaan imbalan uang, barang dan jasa (2 persen), tidak patut (2 persen), dan penyalahgunaan wewenang (2 persen). (Ombudsman, 5-7-2024).

Pada akhirnya, perombakan istilah tidak bisa menghilangkan stigma yang sudah kadung melekat ini.

Sebabnya, negara sendiri belum memberikan sarana dan prasarana yang merata di semua jenjang lembaga pendidikan yang ada, meski itu berlabel sekolah negeri.

Pendidikan adalah Tanggungjawab Negara

Dalam Islam, negara wajib menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat. Politik pendidikan Islam tecermin dalam visi pendidikan, yaitu membentuk generasi bersyakhsiah Islam serta memberi kemaslahatan bagi umat manusia. 

Problematik yang paling tampak seputar kesenjangan layanan pendidikan di sistem
kapitalisme bisa terlihat dari kurikulum sekuler gagal membentuk insan bertakwa, ketimpangan akses dan layanan pendidikan bagi siswa, infrastruktur pendidikan tidak merata dan anggaran minim.

Negara dalam Islam mampu menyelesaikan problematik sistem layanan pendidikan tersebut dengan mekanisme: Pertama, menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. 

Kedua, akses mudah dan layanan pendidikan gratis bagi semua anak. lembaga pendidikan yang berkembang di masa peradaban Islam yang melahirkan para pemikir, ilmuwan, dan cendekiawan muslim.

Ketiga, akan membangun infrastruktur pendidikan yang memadai dan merata di seluruh wilayah. Pemerataan ini memiliki banyak kelebihan.

Selain akses mudah, guru dengan sukarela mau ditempatkan di berbagai lokasi meski di pelosok negeri.

Sungguh, sistem pendidikan dalam Islam bukan hanya memberi solusi dalam persoalan teknis, tetapi  juga menyelesaikan problematik hingga tataran paradigmatis. Wallahualam bissawab.(*)

Berita Terkini