TRIBUN-TIMUR.COM, MAROS - Heboh di Sulawesi Selatan, sejumlah petani mengaku dimintai bayaran sebagai uang pelicin demi mendapatkan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan).
Di Maros, misalnya, petani mengaku ada oknum Dinas Pertanian yang memintai Rp5,5 juta agar mendapatkan traktor.
Bayaran itu belum termasuk setoran yang dikeluarkan tiap panen.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Maros, Fadli menyebutkan jika pihaknya tidak pernah menyalurkan bantuan traktor ke petani.
Saat ini, Dinas Pertanian hanya menyalurkan bantuan berupa pompa air.
“Kami tidak pernah kasih keluar traktor, yang ada hanya pompa air,” ujarnya saat dikonfirmasi Tribun-Timur.com, Kamis (7/11/2024).
Untuk pengambilan bantuan pompa air, petani tak dipungut biaya sepeser pun.
Sebab, bantuan dari Kementerian Pertanian ini proses pembagiannya dimonitoring dengan ketat.
“Petani hanya difoto dan sudah bisa diangkut ke mobil masing-masing, itu bantuan langsung dari Kementan dan dimonitor secara ketat,” ujarnya.
Baca juga: Maros Lebih Parah, Petani Bayar Uang Pelicin Rp 5,5 Juta Demi Traktor, Tiap Panen Setor Rp 650 Ribu
Ia menuturkan, traktor yang didapatkan petani biasanya berasal dari aspirasi dewan.
Orang yang dipercayai dewan untuk menyalurkan traktor itulah yang kadang bermain harga dengan petani.
“Biasanya itu dari aspirasi dewan, misalnya saya dewan ada traktor yang mau saya kasih, saya minta satu orang untuk dicarikan petani, dan orang itu yang meminta sejumlah pembayaran, cuma harganya di bawah dari harga normal sehingga petani berebut untuk ambil,” sebutnya.
Pengakuan Petani Maros Dimintai Rp 5,5 Juta
Sebelumnya, sejumlah petani di Maros mengeluhkan adanya 'uang pelicin' yang ditagihkan sejumlah oknum Dinas pertanian dan ketahanan pangan.
Uang tersebut diperuntukkan agar mereka bisa mendapatkan bantuan alat-alat pertanian.
Petani di Bantimurung yang enggan disebutkan namanya misalnya, menyebutkan untuk mendapatkan traktor dirinya harus membayar Rp5,5 juta.
Tak sampai disitu, dia juga harus membayar Rp650 ribu tiap panen.
“Orang dinas, jadi awalnya diminta Rp5,5 juta untuk ambil traktornya. Kemudian ada lagi yang diminta Rp650 tiap panennya, saya sudah membayar ini 2017 sampai sekarang, tidak tahu kapan selesai pembayarannya,” sebutnya.
Ia menyebutkan traktor tersebut diberikan untuk satu kelompok tani.
“Namun hanya satu orang yang menebus, nantinya kalau ada orang lain yang mau pakai mereka sisa bayar uang solarnya,” sebutnya.
Selain traktor, dirinya juga sempat ditawari untuk menebus mobil pemotong padi atau mobil passangki.
“Kalau mobil passangki lebih mahal lagi bisa sampai Rp50 juta,” sebutnya.
Petani lainnya asal Maros Baru, inisial B mengatakan dirinya hanya bisa menebus mesin air senilai Rp200 ribu.
“Itu katanya uang capek, tiap petani kalau ambil harus bawa pompa air bekas untuk menandakan mereka petani,” ujarnya.
B menyebutkan ada beberapa alat pertanian lainnya yang juga bisa diambil dengan menebus sejumlah uang.
“Pompa air Rp200 ribu, Kilometer Rp250-300 ribu, traktor Rp15-17 juta,” sebutnya.
Hingga kini, belum ada konfirmasi dari pihak Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Maros.
Kadis Pertanian Maros yang dihubungi pukul 14.39 Wita belum merespon.
Di Bone, Petani Bayar Rp3 Juta
Kelompok Tani di Desa Timurung, Kecamatan Ajangale, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, diduga dipaksa untuk membayar Rp3 juta agar bisa mendapatkan bantuan alat sistem pertanian (alsintan).
Alsintan tersebut berupa hand traktor dari Kementerian Pertanian.
Keterangan ini disampaikan salah satu Ketua Kelompok Tani.
Ia mengungkapkan adanya permintaan uang pada tribun-timur.com, Selasa (5/11/2024).
Menurutnya, dia diminta membayar sejumlah uang kepada Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Penyuluh Pertanian Kecamatan (PPK) Ajangale.
"Saya diminta uang Rp3 juta saat mengambil traktor di gudang. Padahal saya adalah penerima bantuan," ujarnya.
Meski sudah diminta membayar, kelompok tani tersebut mengaku hingga kini bantuan hand traktor yang dijanjikan belum diterima.
"Traktornya belum saya terima. Katanya, hand traktor sudah diambil oleh Kepala Desa," tambahnya.
Uang yang diminta itu, menurut keterangan kelompok tani, muncul setelah mereka mengajukan protes karena belum mendapatkan bantuan yang seharusnya sudah diterima.
Namun, meskipun sudah membayar, mereka tak mendapatkan barang yang dijanjikan.
Sementara itu, Plt Ketua Penyuluh Pertanian Kecamatan Ajangale, R, mengakui bahwa pihaknya memang menerima uang dari kelompok tani penerima bantuan.
Dia membenarkan bahwa uang tersebut diminta dengan alasan untuk kegiatan "syukuran".
“Uang itu untuk syukuran hand traktor, makan onde-onde dan bakar ikan,” jelasnya.
Kasus ini memicu pertanyaan besar tentang transparansi dalam distribusi bantuan pertanian.(*)