TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Menilik jejak perjuangan Syekh Yusuf di Cape Town, Afrika Selatan.
Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat, Ebrahim Rasool menyampaikan, kehidupan Syekh Yusuf dan pengaruhnya di Cape Town.
Ia mengawali ceritanya ketika Syekh Yusuf tiba di Cape Town pada April 1694.
Ketika tiba, sudah ada kehadiran muslim, tetapi belum menjadi komunitas.
Di sana ada cendekiawan mulia lainnya yang berada di pegunungan dan pinggiran Cape Town.
Akan tetapi komunitasnya sendiri adalah komunitas budak yang dibawa dari Indonesia, seperti Jawa, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang bekerja bagi Belanda.
Mereka tidak hanya di sana untuk bekerja, tetapi juga untuk menghentikan pengaruh anti-kolonial mereka.
"Jadi, inilah kondisi Cape Town pada 1694 ketika Syekh Yusuf tiba. Orang-orang yang diasingkan, orang-orang yang patah semangat, orang-orang yang diperbudak," katanya saat jadi pembicara Seminar Internasional Prinsip dan Karakter Bugis-Makassar 4 Ethos dan 4 Jusuf di Hotel Unhas, Tamalanrea, Kota Makassar, Senin (2/9/2024).
Ebrahim Rasool menambahkan, tidak hanya orang Melayu atau Muslim yang diperbudak, Islam dilarang sebagai agama.
Jika ada mempraktikkan agama Islam, langsung dipenjara, dieksekusi atau harta bendanya disita.
Dalam suasana seperti inilah, Syekh Yusuf dari Makassar datang. Kehadiran Syekh Yusuf ini membawa perubahan besar.
Baca juga: Jusuf Habibie ‘Bapak’ Teknologi Indonesia Lewat Falsafah Hidup Air Mengalir
Syekh Yusuf seorang pemimpin luar biasa, cendekiawan hebat dan seorang pejuang kemerdekaan yang melanjutkan perjuangan di Cape Town.
"Saya mendapatkan inspirasi sebagai seorang pejuang kemerdekaan melawan apartheid di Afrika Selatan dari warisan Syekh Yusuf Al-Makassari atau Yusuf, seperti yang kita kenal," katanya.
Ebrahim Rasool melanjutkan, Belanda mengetahui ada sosok pria yang memiliki integritas dan kejujuran.
Tidak ada yang bisa membuatnya diam atau bungkam, bahkan penjara di Batavia atau pun pengasingan di Ceylon.
Akhirnya, mereka mengasingkan Syekh Yusuf seumur hidup ke Cape Town.
Di Cape Town, Belanda tidak bisa menahan Syekh Yusuf di pusat kolonial.
Lantaran pengaruh dan reputasinya begitu besar, sehingga mereka harus mengasingkannya lebih jauh ke luar batas kolonial Cape Town.
Ke sebuah pertanian di Zandvliet, tempat Sungai Eester mengalir ke laut.
"Di sanalah mereka menempatkan beliau (Syekh Yusuf) bersama 49 orang yang menyertainya dari Indonesia, dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Mereka (Belanda) tahu ada seorang pejuang kemerdekaan dan aktivis anti-kolonial," tuturnya.
Pria berkacamata ini menambahkan, Belanda juga tahu Syekh Yusuf adalah seorang cendekiawan.
Beliau tidak hanya belajar di Indonesia, tapi juga di Arab selama hampir 20 tahun.
Syekh Yusuf fasih dalam banyak bahasa, dengan status yang begitu tinggi sehingga beliau bahkan menjadi hakim agama di Banten.
Itulah sebabnya Gubernur Belanda saat itu, Simon van der Stel menyambut beliau ke Cape Town, kemudian mengasingkannya ke Zandvliet.
Baca juga: Dialah Jenderal/Milik TNI Pangkat Tertinggi di Sulawesi Karena Bintang 4 Ulas JK Soal M Jusuf
Pengaruh Syekh Yusuf yang besar, sehingga Zandvliet sebagai tempat pengasingannya kini disebut Makassar.
"Jadi, tidak hanya ada Makassar di Sulawesi Selatan, Indonesia, tempat asal empat Yusuf yang hebat, tetapi juga ada dampak Makassar di Cape Town yang mencerminkan pengaruh salah satu dari mereka, Yusuf Al-Makassari atau Syekh Yusuf atau Tuan Yusuf seperti yang kami kenal," sebutnya.
Ebrahim Rasool menyebut, alih-alih menjadi tempat pengasingan, Zandvliet justru menjadi pusat Islam yang terorganisir, tidak hanya di Cape Town tetapi juga di Afrika Selatan.
Tempat ini menjadi tempat perlindungan bagi budak yang dibebaskan dari segala agama, budaya, dan bahasa.
Jika berada di Zandvliet, mereka akan berada dalam tangan-tangan yang penuh kasih sayang dari Syekh Yusuf Al-Makassari.
Di tempat itu mereka menemukan tempat berlindung, martabat dan makanan.
Namun, terpenting mereka menemukan kemanusiaan dan pendidikan mereka.
"Yusuf menjadi pusat Islam yang terorganisir dan mengubah komunitas yang hancur dan terpecah menjadi komunitas yang bersatu. Dengan segala ini, beliau memberikan mereka rasa kebebasan," terangnya.
Tak ayal, Ebrahim Rasool menyebut, Syekh Yusuf merupakan pahlawan anti-kolonial yang berjuang untuk keadilan, menunjukkan kejujuran dan keberanian dalam perjuangan melawan ketidakadilan.
Beliau adalah pendiri komunitas Islam yang kohesif di Cape Town karena di tempat perlindungannya, beliau memberikan mereka ethos kebebasan.
Beliau mampu mengubah orang-orang yang tertindas, budak, dan orang-orang yang diasingkan menjadi manusia yang bermartabat melalui konsep identitas mereka.
Beliau mampu menggabungkan mereka ke dalam identitas Melayu sekaligus identitas Muslim di tempat perlindungan Makassar di Cape Town.
Sebagai seorang cendekiawan dan pengajar, beliau adalah seorang yang sangat cerdas dan berwawasan luas.
"Mampu memberikan mereka pengajaran Islam, pengajaran tentang keadilan, dan ajaran tentang hukum Islam, serta ethos Islam yang lembut, spiritual yang dalam, yang masih kita miliki hingga hari ini," terangnya.
Meskipun hidupnya berakhir, Syekh Yusuf mampu menyatukan dua benua, bagian Asia Tenggara dari Australia dan Afrika.
"Pada saat kematiannya pada usia 73 tahun, 23 Mei 1699, beliau telah meninggalkan warisan besar bagi kita," ucap Ebrahim Rasool
Ketika Sultan Abdul Jalil meminta agar jasadnya dikembalikan ke Indonesia, sebagian tetap di Cape Town, di Makassar, dan tempat itu kini menjadi situs ziarah yang dihormati.
Sebagai penutup, kata Ebrahim Rasool, Nelson Mandela setelah dibebaskan dari penjara menyatakan keinginannya untuk mengunjungi makam Syekh Yusuf Al-Makassari untuk mengucapkan terima kasih atas perjuangannya
Berkat perjuangan Syekh Yusuf lahir perjuangan Nelson Mandela.
Ebrahim Rasool mengingat momen ketika dirinya menerima gelar doktor kehormatan untuk Nelson Mandela dari Universitas Hasanuddin pada 2005.
Menurutnya, hal tersebut sangat luar biasa. Tak heran mantan Presiden Afrika Selatan , Thabo Mbeki juga menganugerahkan Order of the Companions of O.R. Tambo kepada Syekh Yusuf atas kontribusi luar biasanya dalam perjuangan melawan kolonialisme.
Ebrahim Rasool menyampaikan, Syekh Yusuf bukan hanya pahlawan nasional di Indonesia, tetapi juga pahlawan nasional di Afrika Selatan dan Afrika.
Serta statusnya yang tinggi di jantung Islam di Jazirah Arab menjadikannya pahlawan global.
Oleh karena itu, setiap Paskah, seperti yang dilakukan komunitas budak dahulu, ribuan Muslim berkemah di luar makamnya.
"Menghabiskan akhir pekan di sana, menghormati dan melanjutkan warisannya, serta bersyukur bisa mengatakan terima kasih kepada beliau," ucapnya.
Terakhir, Ebrahim Rasool mengucapkan terima kasih kepada rakyat Indonesia, Asia Tenggara, Indonesia, Sulawesi Selatan, tetapi yang terpenting Makassar.
"Saya ingin menyampaikan bahwa Anda memiliki kota kembar di sini, di Cape Town. Kami menghormati Anda dan berterima kasih kepada Anda karena telah mengirimkan beliau (Syekh Yusuf) kepada kami," pungkasnya. (*)