TRIBUN-TIMUR.COM -- Kisah Prabowo Subianto muda menghadap Presiden ke-2 Soeharto.
Saat itu Prabowo Subianto muda menjabat Komandan Batalyon 328.
Prabowo muda bersama pasukannya hendak bertugas ke Timor Timur.
Sebelum berangkat ke Timor Timur, Prabowo dipanggil menghadap ke Cendana.
Semua anggota batalion Prabowo gembira karena ini berarti mereka akan diberi 'sangu.'
Berikut kisahnya:
Pada masa lalu, Prabowo Subianto memiliki peran signifikan dalam mengatasi situasi konflik antara Indonesia dan Timor Leste.
Timor Leste, sebelumnya dikenal sebagai Timor Timur, menghadapi situasi yang tegang karena adanya berbagai kelompok bersenjata yang berupaya menyerang TNI.
Ketika Timor Timur masih menjadi bagian dari Indonesia, sejumlah gangguan keamanan terjadi akibat upaya kelompok bersenjata untuk memisahkan wilayah tersebut dari Indonesia.
Salah satu kelompok yang berjuang untuk meraih kemerdekaan bagi Timor Timur adalah Fretilin.
Pemimpin kelompok ini memerintahkan anggotanya untuk mengejar prajurit TNI, yang saat itu dikenal sebagai Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Dalam buku 'Jenderal M Jusuf Panglima Para Prajurit' karya Atmadji Sumarkidjo, Prabowo Subianto beserta pasukannya dikerahkan setelah TNI menerjunkan pasukan gabungan yang dinamai Batalyon Parikesit.
Suatu hari, saat Prabowo yang menjadi Komandan Batalyon 328 hendak bertugas ke Timor Timur, ia dipanggil ke Cendana.
Semua anggota batalion Prabowo gembira karena ini berarti mereka akan diberi 'sangu.'
Malam sebelum berangkat, sekitar pukul 20.30, Prabowo bertemu Soeharto.
”Beliau hanya berpesan ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo (jangan lupa, jangan sombong, jangan memaksakan diri kalau tak mampu)."
"Pak Harto lantas memegang kepala saya, seperti biasa dia lakukan terhadap anak, cucu, dan orang yang disayanginya seraya mempersilakan saya berangkat,” cerita Prabowo.
Pertemuan tidak sampai lima menit.
Momen pahit kehilangan komandan
Prabowo, salah seorang prajurit Kopassus dari TNI AD, terlibat dalam Operasi Seroja di Timor Timur.
Selama operasi ini, Prabowo menjadi saksi dari kehilangan rekan-rekan sejawatnya.
Salah satu momen pahit dalam pengalamannya adalah kehilangan Letnan Satu Sudaryanto, yang merupakan komandannya di Unit C Pasukan Nanggala 10, setelah Sudaryanto tertembak oleh musuh.
Dalam bukunya yang berjudul "Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto," Prabowo menceritakan peristiwa tersebut.
Pada saat itu, Prabowo bergabung dengan pasukan Nanggala 10 di bawah komando Mayor Inf Yunus Yosfiah sebagai perwira intelijen.
Akibat banyaknya perwira yang terluka, Prabowo kemudian diangkat menjadi Wakil Komandan (Wadan) Unit C.
Ketika pasukan mereka merebut posisi di atas Kota Maubara, mereka tiba-tiba diserang secara mendadak oleh kelompok bersenjata Fretilin dari arah barat. Kontak tembak tak terhindarkan, dan Sudaryanto, yang berada di garis depan, tertembak.
Serangan tersebut membuat Unit C terpaksa mundur beberapa meter dan bertahan di parit.
Meskipun terluka, Sudaryanto memanggil anak buahnya, termasuk Prabowo, untuk membantunya.
Prabowo, meskipun menyadari risiko yang besar, memutuskan untuk merayap ke depan guna menyelamatkan komandannya, mengingat bahwa tidak mengambil tindakan akan mengecewakan komandan mereka dan merusak semangat pasukan.
Sayangnya, upaya penyelamatan Prabowo tidak berhasil karena medan sulit dan beratnya badan Sudaryanto.
Evakuasi baru berhasil setelah beberapa prajurit lainnya bergabung. Sudaryanto akhirnya ditarik ke garis belakang, dan di tengah pertempuran yang sengit, Prabowo melaporkan situasi tersebut kepada pimpinan.
Namun, karena situasi yang sangat gelap, tidak ada helikopter yang berani turun.
Sudaryanto bertahan hingga pukul 03.00 pagi, tetapi akhirnya gugur dalam pelukan Prabowo.
Selain kehilangan komandannya, Prabowo juga harus meratapi kehilangan Letnan Satu TNI Anumerta Siprianus Gebo, salah satu prajurit terbaiknya, yang gugur dalam operasi tersebut.
Gebo terkenal dengan keberaniannya dan aksi heroiknya, seperti menyerang camp musuh secara mendadak dan mengorbankan dirinya demi keberhasilan misi.
Selain itu, Prabowo dan pasukannya juga terlibat dalam operasi besar lainnya di Timor Timur, di mana mereka berhasil menewaskan Presiden Fretilin Nicolao Lobato.
Pasukan Prabowo bersama dengan Batalyon Parikesit, yang terdiri dari prajurit dari unit-unit elit Kopassandha, Korps Marinir, serta Kopasgat, berhasil mengejar Nicolao Lobato dan pasukannya.
Kontak tembak terjadi, beberapa pengawal Nicolao Lobato tewas, dan pelariannya akhirnya berakhir setelah ditembak oleh prajurit TNI Jacobus Maradebo.(*)