Jampidsus Dikuntit Densus 88

Menko Polhukam Pasang Badan Soal Polisi Militer Kawal Jampidsus, Berawal saat Hadi Panglima TNI

Editor: Ansar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menkopolhukam Hadi Tjahjanto mengatakan pengawalan institusi Kejagung oleh Polisi Militer (PM) adalah sesuai aturan yang ada, untuk mengoptimalkan penegakan hukum.

TRIBUN-TIMUR.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menjawab pertanyaan publik soal perkembangan anggota Densus 88 menguntit Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah.

Anggota Densus 88 itu yang mengintai Jampidsus ditangkap Polisi Militer (PM) yang bertugas mengawal.

Pengawalan PM terhadap Jampidsus pun mendapat sorotan publik dan berpolemik.

Menurut mereka, seharusnya institusi seperti Kejagung dikawal oleh polisi, bukan Polisi Militer.

Mengatasi polemik tersebut, Tjahjanto mengatakan personel PM memang disiagakan di Kejagung.

“Enggak, TNI memang ada di sana,” kata Hadi usai menerima kunjungan Anggota DPR RI Effendi Simbolon di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).

Menurut Hadi, prajurit Polisi Militer TNI ditugaskan karena ada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) di Kejagung.

“Sehingga ada TNI yang di sana. Itu undang-undangnya terealisasi saat saya Panglima TNI,” ujar Hadi.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Nugraha Gumilar mengatakan, penjagaan prajurit Pom TNI dilakukan karena Kejagung RI dan TNI telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) Nomor 4 Tahun 2023 dan Nomor NK/6/IV/2023/TNI pada 6 April 2023.

“Ruang lingkup MoU tersebut ada pada Pasal 7, di antaranya adalah penugasan prajurit TNI di lingkungan kejaksaan, seperti Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) dan dukungan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kejaksaan,” kata Gumilar saat dihubungi, Minggu (26/5/2024).

Gumilar menyebutkan, pengamanan yang dilakukan Pom TNI sudah dilaksanakan jauh sebelumnya, dalam rangka mendukung giat penegakan dan hukum.

Personel Puspom TNI disebut berjaga di sejumlah titik di area Kejaksaan Agung.

Seorang petugas keamanan Kejaksaan Agung menyebutkan, personel Puspom disiagakan di area gedung Kejaksaan Agung, khususnya di gedung tempat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) berkantor.

Sebagaimana dikutip dari Kompas.id, Jampidsus Kejagung Febrie Ardiansyah diduga dibuntuti oleh anggota Densus 88 di sebuah restoran Perancis di kawasan Cipete, Jakarta Selatan pada Minggu, 19 Mei 2024.

Kemudian, disebutkan bahwa anggota Densus 88 yang membuntuti Febrie berjumlah dua orang.

Aksi anggota Densus 88 tersebut lantas diketahui oleh Polisi Militer yang telah ditugaskan mengawal Febrie semenjak Kejagung mengusut kasus korupsi timah senilai Rp 271 triliun.

Akun resmi Instagram Puspom TNI juga sempat mengunggah keterangan ada peningkatan penjagaan oleh personel mereka usai diduga terjadi penguntitan Jampidsus oleh Densus 88.

“Situasi keamanan di Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengalami peningkatan pengawasan setelah adanya dugaan peristiwa penguntitan terhadap Jampidsus oleh anggota Densus 88,” tulis akun Instagram resmi Puspom TNI, Sabtu (25/5/2024).

Hadi Tjahjanto menyebutkan, hubungan Polri dan Kejaksaan Agung adem di tengah isu penguntitan Jampidsus oleh anggota Densus 88.

“Adem, adem. Dingin,” ujar Hadi usai menerima kunjungan Anggota DPR RI Effendi Simbolon di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).

Hadi mengatakan, media juga harus membantu mendinginkan suasana.

“Saya juga sama Pal Kapolri dan Pak Jaksa Agung,” tutur dia.

Menko Polhukam juga menambahkan bahwa dirinya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit, dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin rutin bertemu dan berkomunikasi.

“Setiap bulan ketemu di sini, karena itu memang bagian counterpart kita, supaya tetap menjaga khususnya, APH (aparat penegak hukum),” kata Hadi.

“Tapi kalau ada apa-apa pasti saya berkomunikasi langsung. Kapan pun. Malam hari pun kita tinggal japri (mengirim pesan pribadi) terkait permasalahan-permasalahan di seluruh Indonesia semuanya, tapi adem semuanya,” ujar Menko Polhukam.

Awak media juga sempat menyinggung soal dorongan, khususnya dari Komisi III DPR RI, untuk meluruskan isu penguntitan itu.

“Ya ya, tapi yang jelas aman, adem,” ujar Hadi.

Menurut Hadi, isu penguntitan Jampidsus oleh Densus 88 bisa saja simpang siur.

“Tapi yang jelas begini lho, kita melihat secara umum saja, aman. Tidak ada apa-apa,” ujar Menko Polhukam.

Hadi mengatakan bahwa ia akan berbicara dengan Kapolri dan Jaksa Agung.

“Biarlah biar saya nanti akan berbicara dengan keduanya,” kata Hadi.

“Yang penting masyarakat itu adalah melihat kedua institusi ini tetap terjaga marwahnya. Enggak papa, semuanya aman. Percaya sama saya, nanti kalau ada apa-apa, saya akan bicara,” ujar dia.

Namun, pada Minggu kemarin, unggahan itu dihapus.

Jokowi turun tangan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya turun tangan buntut diintainya Febrie Adriansyah oleh anggota Densus 88 Polri serta kedatangan rombongan Brimob ke kantor Kejaksaan Agung

Presiden mengaku telah memanggil Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menanyakan hal tersebut.

"Sudah saya panggil tadi," kata Jokowi usai menghadiri acara Inaugurasi Kepengurusan GP Ansor di Istora, Senayan, Jakarta, Senin, (27/5/2024)

Hanya saja Jokowi tidak menjelaskan hasil pemanggilan tersebut. Hal itu kata Jokowi sebaiknya ditanyakan kepada Kapolri. Presiden meminta awak media menanyakan langsung kepada Kapolri yang berada disisi kirinya.

"Tanyakan langsung ke Kapolri. Tanyakan ke Kapolri lansung," katanya

Baca juga: Butuh tenaga kerja terbaik untuk bisnismu? Cari di sini!

Sementara itu, Kapolri hanya tersenyum saat ditunjuk oleh Jokowi tersebut.

Di kesempatan terpisah Kapolri mengatakan bahwa tidak ada masalah antara Polri dengan Kejaksaan Agung.

"Intinya tidak ada apa apa," kata Listyo

Kata IPW

 Seperti diberitakan sebelumnya, publik dikejutkan oleh aksi pengintaian anggota Densus 88 terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah.

Aksi pengintaian itu pun berbuntut panjang, hingga berakhir pada intimidasi anggota Polri terhadap institusi Kejagung.

Pengamat keamanan dari Centre for Strategic and International Studies, Nicky Fahrizal, mengatakan jika benar ada anggota Densus 88 mengintai Jampidsus dan tertangkap, hal itu merupakan pelanggaran terhadap UU No 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Sebab, dalam tataran operasional, tugas Densus 88 berada di bawah rezim UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, bukan menguntit aparat hukum, seperti pejabat Kejaksaan Agung.

”Dilihat dari aspek hukum, Densus 88 tidak bisa dikerahkan untuk urusan lain, kecuali berkaitan dengan terorisme dan kontra terorisme. Kalau ada kasus yang berhubungan dengan spionase atau kegiatan memata-matai, sudah tentu ini pelanggaran terhadap UU tersebut,” kata Nicky dikutip dari Kompas.id.

Sebelumnya diberitakan, anggota polisi dari satuan Densus 88 diduga menguntit Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, saat makan malam di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan.

Satu dari anggota Densus 88 tertangkap basah saat memantau makan malam Febrie, Minggu (19/5/2024) lalu.

”Dilihat dari aspek hukum, Densus 88 tidak bisa dikerahkan untuk urusan lain, kecuali berkaitan dengan terorisme dan kontraterorisme," ujarnya.

"Kalau ada kasus yang berhubungan dengan spionase atau kegiatan memata-matai, sudah tentu ini pelanggaran terhadap UU tersebut,” imbuhnya.

Menurut Nicky, marwah Densus 88 bisa terganggu dan kepercayaan publik terhadap lembaga itu juga akan berkurang.

Selama ini, mereka dipercaya untuk menanggulangi aksi teror, kontraradikalisasi, dan kontraterorisme.

”Jampidsus itu kan pejabat tinggi yang mengerjakan penindakan hukum tindak pidana krusial, seperti korupsi dan pencucian uang," ucapnya.

"Artinya, Mabes Polri, dalam hal ini Kapolri dan Komandan Densus 88, harus mengklarifikasi. Sebab, ini mempertaruhkan kepercayaan publik,” imbuhnya.

Pengawasan Densus 88 terhadap Jampidsus Febrie dianggap tidak berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan terorisme.

Artinya, unit khusus kepolisian itu sudah digunakan untuk urusan yang bukan bidangnya.

Kedua, apabila pengintaian itu berkaitan dengan kepentingan politik, tentu bisa melanggar mandat UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Lebih lanjut, Nicky menyebut bahwa kegiatan spionase sesama aktor penegakan hukum, yaitu Polri dan kejaksaan, justru bisa menimbulkan preseden yang buruk.

Padahal, seharusnya kedua aparat penegak hukum ini bisa berkoordinasi, melakukan sinkronisasi dan kolaborasi.

Namun, anehnya, yang terjadi justru adalah semacam kompetisi yang berbahaya.

”Ini juga bisa berarti tata kelola penegakan hukum di Indonesia ini sedang hancur-hancurnya kalau melihat situasi seperti itu karena antaraktor penegakan hukum ini kan tidak sinkron," ucapnya.

"Tambah lagi, yang harusnya mengawal pejabat tinggi kejaksaan ini kan kalau tidak polisi organ internal pengaman kejaksaan. Karena ini melibatkan polisi militer menjadi lebih rumit,” tambahnya.

Menurut Nicky, dilibatkannya polisi militer untuk mengawal Jampidsus Kejagung bisa berujung runyam karena yurisdiksi yang berbeda.

Polisi militer seharusnya dilibatkan untuk penegakan hukum pidana militer atau kedisiplinan militer.

Adapun, karena kejaksaan berada dalam yurisdiksi penegakan hukum sipil, seharusnya mereka dikawal oleh kepolisian.

”Kalau dibiarkan bisa merunyam di kemudian hari karena yurisdiksi polisi militer ada di korps kehakiman militer atau oditur militer," katanya.

"Kalau kemudian polisi militer ini berhadap-hadapan dengan kepolisian bisa rancu dan berbahaya,” tambahnya.

Terpisah, Ketua Indonesia Police Watch atau IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan, insiden tersebut menunjukkan adanya saling sikut antardua penegak hukum tersebut dalam suatu tugas.

Dia menyebut anggota Densus 88 mustahil bergerak sendiri kalau tak ada perintah dari atasan.

“Ini sudah pasti sikut-sikutan antarlembaga. Anggota densus tak mungkin atas inisiatifnya sendiri, perintahnya apa, atasannya siapa, ini yang harus diketahui,” kata Sugeng.

Sugeng menyebut pengawasan Densus 88 terhadap Jampidsus Febrie jelas bertujuan untuk menggali informasi.

Menurut Sugeng, biasanya Densus 88 memantau seseorang berujung pada dugaan pidana terorisme.

“Ujungnya proses hukum terkait tindak pidana terorisme, kenapa Jampidsus dipantau. Ini yang harus diketahui,” ucapnya.

Tak hanya itu, Sugeng menduga adu sikut antardua penegak hukum ini karena Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan kasus korupsi tambang.

Menurut Sugeng, kasus tambang awalnya akan ditangani oleh aparat kepolisian.

“(Tambang) itu menjadi kewenangan Polri, tapi belakangan Kejagung menangani kasus itu. Baik di Konawe atau Timah di Bangka Belitung,” kata Sugeng.

Kronologi

Dua orang yang mengetahui peristiwa itu bercerita bahwa kejadian itu sekitar pukul 20.00 atau 21.00.

Febrie disebut kerap menyambangi restoran yang menyajikan kuliner Perancis untuk makan.

Kala itu, Febrie makan bersama satu ajudan dan motor patwal Polisi Militer.

Dua orang yang mengetahui peristiwa itu menyebut kedatangan Febrie disusul dua orang diduga anggota Densus 88.

Mereka berpakaian santai dan datang dengan berjalan kaki.

Salah seorang dari anggota Densus 88 itu disebut meminta meja di lantai dua dengan alasan ingin merokok. Namun, pria itu selalu mengenakan masker wajah.

Pria itu juga diduga mengarahkan alat yang diduga perekam ke arah ruangan Febrie.

Polisi militer yang mengawal Febrie pun curiga dengan pria tersebut dan menangkapnya.

Sejak menangani kasus korupsi timah senilai Rp 271 triliun, Jampidsus memang dikawal polisi militer TNI atas bantuan pengamanan dari Jaksa Agung Muda Bidang Militer.

Saat dimintai konfirmasi perihal kronologis peristiwa itu, Febrie tidak memberikan tanggapan.

Adapun, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan belum mendapatkan informasi mengenai peristiwa itu.

”Saya belum mendapatkan informasi terkait peristiwa tersebut. Coba dikonfirmasikan langsung kepada Jampidsus,” kata Ketut.

Setelah kejadian diduga dikuntitnya Jampidsus itu, pada Senin malam (20/5/2024), sejumlah kendaraan bersirine juga melakukan aksi mencurigakan di depan Kantor Kejagung RI di Jakarta.

Dalam sebuah video berdurasi sekitar 16 detik yang beredar di kalangan wartawan, terlihat konvoi sepeda motor dan mobil bersirine yang mirip kendaraan dinas Brimob.

Dalam video itu tidak ada keterangan yang menjelaskan apakah aksi itu merupakan demo atau protes terkait penangkapan tertentu.

Beberapa kendaraan taktis dan belasan sepeda motor itu berkeliling kantor Kejagung sebanyak lebih kurang delapan kali.

Mereka menggeber-geberkan knalpot motor besar dan menyorotkan sinar laser senjatanya ke gedung utama Kejagung.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

Berita Terkini