TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Daftar putra Sulawesi Selatan menjadi Wakil Ketua MPR RI dari masa ke masa.
Terbaru ada politisi Partai Persatuan Pembangunan Amir Uskara.
Amir dilantik pada Jumat (8/3/2024) siang.
Amir menambah daftar putra Sulsel jadi Wakil Ketua MPR RI dari masa ke masa.
Tribun-Timur.com mencatat sejumlah putra Sulsel beberapa kali menjabat Wakil Ketua MPR RI.
Mulai dari era Ore lama, Order Baru, hingga reformasi.
Mereka antara lain Mayor Jenderal TNI Achmad Lamo, Prof Ahmad Amiruddin, Aksa Mahmud, Andi Mappetahang Fatwa, hingga Amir Uskara.
Mayjen Achmad Lamo menjabat Wakil Ketua MPR RI periode 1 Oktober 1977 sampai 30 September 1982. Saat itu Achmad Lamo sebagai utusan daerah.
Kedua Prof Ahmad Amiruddin menjabat Wakil Ketua MPR RI Utusan Daerah periode 1 Oktober 1992 - 30 September 1997.
Ketiga Aksa Mahmud menjabat Wakil Ketua MPR RI pada masa pemerintahan Presiden SBY-JK.
Saat itu Aksa Mahmud mewakili DPD RI.
Kempat Andi Mappetahang Fatwa menjabat Wakil Ketua MPR RI periode 2004-2019 bersama Aksa Mahmud.
Saat itu Andi Mappetahang Fatwa mewakili PAN.
Berikut profil ketiganya
1. Mayjen Achmad Lamo
Mayor Jenderal TNI (Purn.) H. Achmad Lamo (6 September 1920 – 28 Agustus 1996)[1] adalah Gubernur Sulawesi Selatan periode 1966-1978.
Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 1977-1982 bersama Mashuri Saleh, Mohammad Isnaeni, Raden Kartidjo dan Majskur dengan Ketua MPR pada saat itu Adam Malik.
Achmad Lamo memulai karier militer pada Sekolah Polisi di Sukabumi.
Pengalaman selama perang kemerdekaan di berbagai tempat di Jawa dan Makassar.
2. Prof. Dr. Ahmad Amiruddin
Prof. Dr. Ahmad Amiruddin (25 Juli 1932 – 22 Maret 2014) adalah seorang ahli kimia nuklir Indonesia yang juga merupakan mantan Rektor Universitas Hasanuddin ke–6 dari tahun 1973 hingga 1982, Gubernur Sulawesi Selatan dua periode 1983–1988 dan 1988–1993 serta Wakil Ketua MPR-RI pada 1992 hingga 1997.
Ahmad Amiruddin lahir di sebuah kampung bernama Gilereng, Kabupaten Wajo pada 25 Juli 1932.
Amiruddin lahir dari pasangan Ahmad Pabittei dan Saodah, seorang pegawai pemerintah dan guru.
Tamat SD dan SMA di Sengkang, orang tuanya mengirim Amiruddin melanjutkan SMA di Bandung tahun 1947.
Tiga tahun kemudian setelah lulus SMA, ia melanjutkan studi di Institut Teknologi Bandung (ITB) sekitar tahun 1950.
Karena prestasinya, Amiruddin berkesempatan menempuh pendidikan program magister dan doktoral di Universitas Kentucky, Lexington, Kentucky, Amerika Serikat
Karier
Setelah menyelesaikan studinya di Amerika Serikat ia diangkat menjadi dosen di ITB. Kemudian secara berturut-turut ia menjadi dekan dan kemudian diangkat menjadi guru besar pada Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) dan ITB.
Amiruddin menerima gelar doktor honoris causa (HC) dari UKM besama dengan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Hussein Onn.[1]
Rektor Universitas Hasanuddin
Amiruddin menjadi rektor Universitas Hasanuddin pada 1973. Saat jadi rektor, ia menjadi pelopor utama memindahkan kampus Universitas Hasanuddin Baraya Jalan Sunu ke Tamalanrea.
Selain itu, Rumah Sakit Pendidikan Unhas yang dulunya di Rumah Sakit Jiwa Dadi juga ikut dipindahkan menjadi RS Dr. Wahidin, Tamalanrea.
Pada periode kedua, Amiruddin melakukan terobosan dengan mengirim 100 mahasiswa pascasarjana ke Jepang dan Eropa untuk program doktoral di bidang kedokteran.
10 tahun memimpin Unhas, Amiruddin akhirnya digantikan oleh Hasan Walinono.
Gubernur Sulawesi Selatan
Jenderal M. Jusuf yang saat itu menjabat Menhankam/Pangab merekomendasikan Amiruddin untuk menjadi Gubernur Sulsel.
Ia menghadap langsung pada Presiden Soeharto mengusulkan agar Amiruddin diberi kesempatan memimpin Sulsel.
Usulan itu diterima, penunjukan Amiruddin sebagai gubernur menuai pujian.
Pasalnya, di rezim Orde Baru, sangat jarang jabatan kepala daerah bisa dijabat oleh orang sipil.
Kekuasaan Orde Baru lekat dengan hegemoni militer. Hampir semua kepala daerah saat itu dijabat oleh ABRI.
Ia menjabat selama dua periode dari tahun 1983 hingga 1993, sebagai gubernur ia pertama kali yang mengenalkan Sulsel dengan konsep ekonomi kawasan.
Program tri konsep wilayah komoditas, perubahan pola pikir, dan petik olah jual, dan menjadikan Sulsel sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia. Serta menjadikan Sulsel sebagai lumbung pangan nasional.
Pemindahan Kantor Gubernur Sulsel (kini Kantor Walikota Makassar) dari Jl. Jenderal Ahmad Yani dipindahkan ke Eks.
Perkuburan Tionghoa Jl. Urip Sumoharjo serta restorasi Benteng Somba Opu juga dilaksanakan ketika masa pemerintahannya.
3. Aksa Mahmud
Ir. H. Aksa Mahmud lahir di Barru 16 Juli 1945 adalah pengusaha dan politikus Indonesia.
Ia dikenal luas sebagai pendiri Bosowa Corp yang menjadikan Aksa Mahmud menduduki peringkat 38 dalam daftar 40 orang terkaya versi Forbes.
Berdasarkan catatan Forbes ia memiliki kekayaan sebesar US$780 juta.
Bosowa Corp. merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Otomotif, Semen, Logistik & Transportasi, Pertambangan, Properti, Jasa Keuangan, Infrastruktur, Energi, Media, Pendidikan (Bosowa School & Uiversitas) dan Multi Bisnis.
Aksa Mahmud juga memiliki saham di PT Bank Bukopin Tbk., dan PT Bank QNB Kesawan Tbk.
Sebagai Politikus, ia pernah menjadi Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah dari Sulawesi Selatan pada tahun 1999-2004 dan berlanjut menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah periode 2004-2009 mewakili Sulawesi Selatan.
Saat ini ia masih aktif sebagai politikus senior Partai Golkar.
Ia menikahi Ramlah Kalla (adik Jusuf Kalla) dan memiliki 5 orang anak (Erwin Aksa, Sadikin Aksa, Melinda Aksa, Atira Aksa, dan Subhan Aksa)
4. Andi Mappetahang Fatwa
A.M. Fatwa lahir di Bone pada 12 Februari 1939 dari keluarga keturunan Kerajaan Bone.
A.M. Fatwa menjadi aktivis di berbagai organisasi seperti Pelajar Islam Indonesia dan Muhammadiyah sejak usia 18 tahun.
Ia juga aktif dari awal terbentuknya Keluarga Besar PII sebagai Penasihat dan kini Dewan Kehormatan. Demikian juga di KAHMI pernah jadi Wakil Ketua di awal terbentuknya, kemudian Dewan Penasihat.
Kapten KKO (Purn.) Dr. (H.C.) Drs. H. Andi Mappetahang Fatwa atau A. M. Fatwa (12 Februari 1939 – 14 Desember 2017) adalah seorang senator, politikus, aktivis, birokrat, dan perwira militer Indonesia yang menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dari Provinsi DKI Jakarta sejak 2009 hingga kematiannya pada 2017.
Sebelumnya, ia pernah menjabat Anggota DPR-RI/Wakil Ketua MPR-RI periode 2004–2009 dan Wakil Ketua DPR-RI 1999–2004. Ia meninggal karena penyakit kanker hati pada tanggal 14 Desember 2017 pukul 06.00 WIB pagi di Rumah Sakit MMC, Jakarta.
5. Amir Uskara
Amir Uskara resmi dilantik sebagai Wakil Ketua MPR menggantikan posisi Arsul Sani yang kini menjabat Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Pelantikan ini ditandai dengan upacara pengucapan sumpah dan janji Amir Uskara di hadapan pimpinan MPR lainnya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2024) siang.
Pantauan Kompas.com, turut hadir Ketua MPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.
"Kami atas nama pimpinan dan anggota majelis mengucapkan selamat datang, selamat mengerjakan tugas, welcome to the club kepada Wakil Ketua MPR yang baru saja ucapkan sumpah dan janji," kata Bambang Soesatyo dalam kata sambutannya usai menyaksikan pelantikan Amir Uskara.
Adapun momen pelantikan Amir Uskara ditandai dengan salah seorang rohaniwan agama Islam berdiri di sampingnya.
Amir pun mengucapkan sumpah dan janji sebagai Wakil Ketua MPR di bawah kitab suci Alquran.
"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Wakil Ketua MPR RI dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya," kata Amir saat mengucap sumpah.
"Bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan," sambung politikus PPP itu.
Sementara itu, mantan Wakil Ketua MPR Arsul Sani menyampaikan permohonan maafnya setelah resmi meninggalkan jabatan atau posisi di MPR. Permohonan maaf itu ditujukan kepada Bamsoet selaku ketua MPR dan seluruh anggota.
"Mohon maaf dan sekaligus mohon ampun juga Pak Ketua atas segala kebandelan dan kenakalan yang mungkin ada," ujar Hakim Konstitusi ini.
Setelah upacara selesai, para pimpinan MPR pun bergantian menyalami Amir yang resmi menjabat sebagai Wakil Ketua MPR.