Opini

Ronce Mutiara Anregurutta Mangkoso Prof Faried

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bachtiar Adnan Kusuma, Penerima Penghargaan Tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional RI

Oleh: Bachtiar Adnan Kusuma

Penerima Penghargaan Tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional RI

Benarlah kata Montesque, berikan saya Cinta, Sahabat dan Buku, dunia ini akan saya kuasai.

Ungkapan Montesque, penulis menggambarkannya bahwa dengan semangat ingin maju dan berbuat yang lebih baik, cinta menjadi daya pelecut dan pemberi energi berkelimpahan untuk berkarya.

Dengan cinta, penulis telah berhasil bertemu dengan santri Gurutta Prof Dr H Muhammad Faried Wadjdedy LC MA melalui taman-taman ilmu lewat Pelatihan Jurnalistik yang digelar DDI Mangkoso.

Dengan penuh perjuangan dan melalui berbagai tantangan pada akhirnya penulis mempersuinting Suriani Kaimuddin, salah seorang santriwati DDI Mangkoso, kemudian memboyongnya hijrah ke Jakarta dengan bertekad berjuang bersama membangun keluarga kecil.

Komunikasi penulis dengan Gurutta Faried sejak 1990 terus terjalin.

Kendatipun penulis jujur berkomunikasi langsung dengan Gurutta Faried tidak terlalu intens, karena bagi penulis Gurutta adalah Ulama kharismatik, berwibawa, dan sangat dihormati dan disegani.

Inilah yang penulis refleksikan Gurutta Faried sebagai sahabat, kakak dan orang tua sekaligus Maha Guru yang tak pernah putus karena cinta.

Bagi istri saya Ani Kaimuddin dan anak-anaknya Mula, dr Dea, Ria, Safwan, Farhan dan cucuku Caca telah menjadi refresentasi betapa kuatnya sebuah persahabatan yang menimbulkan efek karya Literasi yang Abadi.

Melalui sahabat saya, Achmad Rasyid, saya menyampaikan kalau di usia 80 Tahun Gurutta Faried kita mempersembahkan karya literasi berupa kado buku untuk beliau.

Karena sahabat, kita ada dan bertahan. Anrengurutta Faried oleh sahabat-sahabatnya acapkali disapa”Jeddi”.

Banyak yang menarik dari sosok Gurutta Faried.

Pertama, selain dikenal ulama kharismatik dan tetap mempertahankan budaya sarungan di tengah pondok pesantren, ia juga tercatat sebagai ulama transformatif yaitu mampu memikirkan apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Gurutta Fareid Wadjedy sesungguhnya ulama kharismatik yang disegani dan dicintai santri-santrinya dan masyarakatnya.

Ia dikenal sebagai pendidik, pendakwah, sosiawan, sekaligus pelopor zakat berkemajuan.

Kedua, Gurutta Faried pelopor literasi baca dan menulis di Sulawesi Selatan.

Jauh sebelum bangsa Indonesia mempopulerkan enam dasar literasi seperti yang digariskan UNESCO dan diabadikan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Ekosistem Perbukuan Nasional.

Gurutta Faried telah mempopulerkan dan mengamalkannya enam dasar literasi yaitu literasi baca dan tulis dan literasi Agama, Budaya dan Kewargaan sejak bertahun-tahun lalu.

Dengan ketekunan dan disiplinnya yang tinggi membaca buku, memudahkan Gurutta Faried menulis sejumlah buku dan kitab baik dalam bahasa lokal maupun Arab.

Penulis dalam berbagai kesempatan melakukan wawancara dan menulis tentang peran dan kiprah sekalgus sejarah berdirinya Ponpes DDI Mangkoso.

Bagi penulis Gurutta Faried adalah ulama dan pendidik yang memahami dan mengetahui betul pentingnya jurnalisme dalam memajukan sebuah dakwah.

Bagi penulis, Gurutta Faried Wadjedy adalah seorang narasumber yang menarik dan terbuka kepada media massa.

Ketiga, Gurutta Faried adalah ulama berjiwa seni, Ia juga suka melawak dan membuat orang-orang sekitarnya bisa tertawa.

Bagi Gurutta Faried, dakwah membutuhkan kemampuan seni terutama untuk menyampaikan dakwah kepada masyarakat, diperlukan keseriusan dan kesejukan plus sekali-sekali humoris.

Keempat, sebagai Pelopor Literasi Agama yang terus menerus menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam, sejuk, santun, enggan menyerang kelompok tertentu, apalagi menyalahkan, ia mengutamakan prinsip-prinsip kearifan dalam menyampaikan dakwah yang memiliki energi berkelimpahan.

Dalam sepanjang perjalanan hidupnya, Gurutta telah mewakafkan pikiran, tenaga, waktu dan hartanya untuk kemajuan pembangunan agama di Sulawesi Selatan maupun di Indonesa.

Sebagai tokoh ulama kharismatik, Gurutta telah hidup di tiga zaman perjuangan. Yaitu, zaman pemberontakan PKI, zaman Orde Baru, zaman Orde Reformasi dan zaman literasi digital.

Menariknya, karena apa yang diperjuangkan Gurutta yaitu Dakwah, Pendidikan, Agama dan Kebudayaan berproses secara terus menerus, tidak pernah berhenti sepanjang masa.

Kelima, Mewariskan peradaban dengan membenarkan Teori Keberlanjutan(Sustainable).

Apa yang telah ditanam, diperjuangkan, diletakkan dan diwariskan Gurutta Faried Wadjedy kepada generasi penerusnya, sesungguhnya membenarkan Teori Keberlanjutan yaitu memperkuat bahwa pembangunan yang memenuhi kebutuhan dasar saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dengan memerhatikan aspek-aspek pendidikan, agama, budaya, sosial dan lingkungan.

Jujur, penulis mengakui sangat sedikit ditemukan Ulama seperti sosok Gurutta yang telah mewariskan sejarah, peradaban dakwah dan pendidikan yang terus menerus melakukan transformasi.

Hadirnya DDI dalam berbagai panggung pengabdian bangsa di berbagai wilayah dan daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa pikiran, gagasan, perjuangan Gurutta Faried Wadjedy tidak pernah berhenti.

Sulit menemukan sosok Ulama Khraismatik seperti Gurutta Faried Wadjed, namun perlu dipikirkan siapa pelanjut Gurutta Faried Wadjedy.

Keenam, dengan menyimak dan menyeksamai selaksa perjuangan, peran dan kiprah Gurutta Faried Wadjedy, penulis menilai Gurutta sangat besar jasanya terutama pada panggung pengabdian pendidikan, dakwah dan sosial.

Gurutta sesunggunya Ulama sarungan yang mampu mempertahankan jati dirinya sebagai anak pesantren dan Guru Besar Pesantren yang kukuh dan tegak berdiri menunjukkan kalau dirinya adalah santri tulen, tanpa tergoda dengan pernak-pernik kemajuan zaman.

Akhirnya, penulis berharap dengan buku Anrengurutta Mangkoso “Prof.Dr.H.Muhammad Faried Wadjedy, L.C.M.A.

Lonceng Mutiara Kenangan” adalah cermin dan teladan ulama Indonesia yang tetap kukuh mempertahankan identitas dirinya sebagai anak pesantren sekaligus Guru Besar Pesantren, wajib menjadi cermin dan psikologi kepribadian kepada kita semua.

Membaca buku ini, seperti membaca pribadi dan berkaca kepada sosok ulama kharismatik, penuh talenta, sederhana dan konsisten berjuang di jalan dakwah, pendidikan, sosial. Semoga Gurutta panjang umur dan sehat mewariskan nilai-nilai dakwah yang kukuh.(*)

Berita Terkini