Mediasi UMI dan Prof Basri

Tanggapi Polemik di UMI, Prof Masyur Ramly: Lumrah

Penulis: Rudi Salam
Editor: Sukmawati Ibrahim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Pembina Yayasan Wakaf UMI Prof Mansyur Ramly (tengah) saat konferensi pers di lantai 7 Menara UMI, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (12/10/2023).

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua Pembina Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (UMI) Prof Mansyur Ramly angkat bicara terkait dinamika yang terjadi di UMI.

Sebagaimana diketahui, penonaktifan Prof Basri Modding sebagai rektor dan pengangkatan Prof Sufirman Rahman sebagai plt rektor menuai pro dan kontra di lingkup UMI.

Menurut Pror Mansyur, polemik di UMI merupakan hal yang biasa terjadi, apalagi pada perguruan tinggi ternama.

“Saya kira dinamika seperti itu hal yang lumrah, apalagi UMI perguruan tinggi yang sudah sudah tinggi, jadi anginnya sudah semakin kencang,” kata Prof Masyur, saat konferensi pers di lantai 7 Menara UMI, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (12/10/2023).

Prof Mansyur menuturkan bahwa dinamika yang terjadi ini dipandang sebagai ujian dari Allah SWT.

Ujian tersebut, kata dia, merupakan proses UMI untuk menuju kedewasaan yang lebih baik lagi.

“Setiap peristiwa selalu harus kita ambil hikmahnya untuk perbaikan-perbaikan di UMI,” tutur Ketua Umum APPERTI masa amanah 2022-2027 tersebut.

Prof Masyur menjelaskan bahwa Pengurus dan Pengawas Yayasan Wakaf UMI memiliki berbagai tugas dan fungsi, bproses evaluasi, hingga pemeriksaan atau audit.

UMI sebagai perguruan tinggi yang maju kata dia, membutuhkan juga fasilitas yang maju.

Sehingga, proses pengawasan lebih intens dan selektif dilakukan.

“Itulah (pengawasan) yang sepertinya dilakukan Pengawas Yayasan Wakaf UMI,”  jelasnya.

Dalam proses pengawasan, ditemukan hambatan-hambatan, dan diperlukan pemeriksaan yang lebih intens lagi.

Olehnya, Pengurus Yayasan Wakaf UMI mengeluarkan kebijakan menonaktifkan sementara Prof Basri Modding sebagai Rektor UMI.

Prof Mansyur menekankan, kebijakan yang diambil ini bukan pencopotan atau kudeta.

“Ini sifatnya penonaktifan, agar supaya proses pemeriksaan bisa dilakukan lebih cepat dan akurat lagi,” tegas Prof Masnyur. (*)

 

Berita Terkini