Nurdin Abdullah Bebas

Bebas Hari Ini, Nurdin Abdullah Mendekam Selama 902 Hari dalam Penjara

Editor: Ari Maryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

TRIBUN-TIMUR.COM -- Mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah bebas bersyarat Jumat (18/8/2023).

Mantan Bupati Bantaeng mendapat kado indah di momen HUT ke-78 Kemerdekaan.

Nurdin Abdullah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada Sabtu 27 Februari 2021 dini hari.

Saat itu Nurdin Abdullah masih menjabat Gubernur Sulsel.

Ia akhirnya dinyatakan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin per Jumat 18 Agustus 2023 sehari setelah perayaan HUT ke-78 Proklamasi Kemerdekaan.

Itu artinya Nurdin Abdullah mendekam dalam penjara selama 902 hari, atau 2 tahun 5 bulan 19 hari.

Meski demikian Nurdin Abdullah masih dikenakan wajib lapor ke Badan Pemasyarakatan (Bapas) Bandung hingga dinyatakan bebas murni.

Nurdin Abdullah sebelumnya divonis lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta terkait kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur.

Vonis ini dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Senin (29/11/2021) malam.

Hakim ketua, Ibrahim Palino, menilai Nurdin terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap dari terpidana Edy Rahmat dan kontraktor, Agung Sucipto.

“Menjatuhkan pidana pada terdakwa oleh karena itu dengan hukuman penjara selama 5 lima tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dan jika denda tidak dibayar akan diganti empat bulan kurungan,” kata Ibrahim dalam persidangan.

Nurdin juga dijatuhkan hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp 2.187.600.000 dan 350.000 Dollar dollar Singapura.

Apabila tidak dibayar paling lama satu bulan setelah perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya bisa dirampas untuk menutupi kerugian negara.

“Apabila harta benda tidak mencukupi uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 bulan,” tuturnya.

Nurdin juga dicabut haknya untuk dipilih sebagai pejabat publik selama tiga tahun setelah menjalani hukuman pidana pokok.

“Hukuman penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa dikurangi dengan masa penahanan. Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan. Menetapkan seluruh barang bukti yang disita dirampas untuk negara,” jelasnya.

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Akhirnya Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin

Mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah bebas dari penjara per Jumat (18/8/2023).

Terpidana kasus korupsi itu mendapatkan pembebasan bersyarat dari Lapas Sukamiskin.

Hal ini disampaikan Kalapas Sukamiskin, Kunrat Kasmiri.

Nurdin Abdullah bebas bersama Yul Dirga, Nyoman Damantra, dan Sudarso.

"Jadi, karena mendapat remisi 17 Agustus, surat keputusan (SK)-nya direvisi jadi pulang (bebas bersyarat) hari ini 18 Agustus 2023," ujar Kunrat saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (18/8/2023).

Menurutnya, keempat narapidana itu masih dikenai wajib lapor ke Badan Pemasyarakatan (Bapas) Bandung hingga dinyatakan bebas murni.

"Intinya, mereka masih menjalani wajib lapor dan ada penambahan satu tahun untuk masa percobaannya. Mereka harus lebih baik selama satu tahun ke depan," katanya.

Nurdin Abdullah, mantan gubernur Sulawesi Selatan, sebelumnya divonis lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta terkait kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur.

Kemudian, Yul Dirga, mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) Jakarta 3, terjerat kasus suap terkait dengan pemeriksaan restitusi pajak PT Wahana Auto Ekamarga (WAE) tahun 2015 dan 2016.

Sudarso, General Manager PT Adimulia Agrolestari, terjerat kasus suap Bupati Kuantan Singingi dalam izin perpanjangan HGU kebun sawit.

Adapun Nyoman Damantra, mantan politikus dari PDIP, menerima uang Rp 3,5 miliar dari Direktur PT Cahaya Sakti Argo (CSA) Chandry Suanda alias Afung dalam proyek impor produk hortikultura. 

Bebas hari Jumat, ditangkap hari Sabtu

Pada Sabtu dini hari tanggal 27 Februari 2021, Nurdin diamankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Nurdin Abdullah divonis lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta terkait kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur.

Vonis ini dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Senin (29/11/2021).

Awalnya KPK menangkap bawahannya mantan Sekdis PUTR Sulsel Edy Rahmat dan kontraktor pemberi suap Agung Sucipto.

Agung Sucipto disebut memberi suap Rp 2,5 miliar kepada Nurdin Abdullah lewat Edy di depan Taman Macan, Makassar. Kemudian KPK bergerak mengamankan Edy di rumah dinasnya.

Sementara Agung Sucipto diamankan saat perjalanan pulang ke Bulukumba, tepatnya di perbatasan Kabupaten Jeneponto-Takalar. Kemudian Nurdin Abdullah sendiri diamankan di rumah jabatan (rujab) Gubernur.

Ketiganya lantas diamankan ke Gedung Merah Putih KPK. Ketiganya pun ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi pada Minggu dini hari, 28 Februari 2021.

Perkara Nurdin Abdullah resmi disidangkan di Pengadilan Tipikor Makassar pada Kamis 22 Juli 2021.

Nurdin kemudian didakwa menerima suap dalam pecahan dollar Singapura SGD 150 ribu dan Rp 2,5 miliar dan gratifikasi sekitar Rp 13 miliar dari sejumlah kontraktor berkepentingan proyek di lingkup Pemprov Sulsel.

Jaksa menuding Nurdin menerima suap SGD 150 ribu dan Rp 2,5 miliar dari Agung Sucipto yang kemudian dimenangkan dalam lelang paket proyek Ruas Jalan Palampang Munte Bontolempangan dan Jalan Palampang Munte Bontolempangan 1.

Kemudian, Nurdin Abdullah juga didakwa menerima uang gratifikasi Rp 6,5 miliar dan SGD 200 ribu dari sejumlah kontraktor.

Selanjutnya berdasarkan rentetan persidangan dengan puluhan saksi yang dihadirkan, Jaksa KPK berpendapat Nurdin Abdullah memang menerima suap SGD 150 ribu dan Rp2,5 miliar dari pengusaha Agung Sucipto sebagaimana kesaksian Edy Rahmat dan Agung Sucipto.

Jaksa KPK juga berpendapat Nurdin telah bersalah menerima gratifikasi dari para kontraktor dengan modus uang operasional hingga uang sumbangan masjid serta bantuan sosial.

Penerimaan gratifikasi di antaranya diungkap oleh mantan bawahan Nurdin, yakni mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sari Pudjiastuti dan ajudan Syamsul Bahri hingga Muhammad Salman Natsir.

Penerimaan gratifikasi Nurdin juga diungkap sejumlah kontraktor, yakni Nurwadi bin Pakki alias H Momo, Ferry Tanriadi, Robert Wijoyo, Haerudin dan sejumlah kontraktor lainnya.

Daftar Suap-Gratifikasi Nurdin Abdullah

Sebelum membacakan tuntutannya, jaksa juga membacakan fakta-fakta persidangan yang selama ini mengungkap daftar-daftar suap dan gratifikasi Nurdin Abdullah.

Di antaranya Nurdin diyakini oleh jaksa menerima suap dari pengusaha Agung Sucipto. Agung memberi suap tunai dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar SGD 150 ribu di rumah jabatan Nurdin dan juga uang Rp 2,5 miliar yang diserahkan pada saat OTT KPK Februari 2021.

Nurdin juga diyakini menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha yang berkepentingan atas sejumlah pekerjaan proyek di Pemprov Sulsel.

Di antara penerimaan itu adalah uang Rp 2,2 miliar dari kontraktor Ferry Tanriadi yang diterima melalui mantan ajudan Nurdin, Syamsul Bahri.

Untuk penerimaan Rp 2,2 miliar tersebut, diakui Nurdin dengan alasan merupakan sumbangan masjid. Nurdin juga mengakui menerima SGD 200 ribu dari kontraktor Nurwadi bin Pakki alias H Momo.

Nurdin Abdullah juga diyakini jaksa meminta dana operasional kepada kontraktor bernama Nurwadi bin Pakki alias H Momo serta Hj Indar.

Kedua kontraktor ini kemudian masing-masing menyetor Rp 1 miliar untuk Nurdin melalui perantara mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel Sari Pudjiastuti.

Selain berkedok meminta dana operasional, Nurdin juga diyakini jaksa telah menerima gratifikasi dengan kedok sumbangan hingga bantuan sosial (bansos).

Di antara setoran tersebut ialah penerimaan Rp 1 miliar dari kontraktor Haerudin yang mengaku dimintai sumbangan masjid di kebun pribadi Nurdin di Kebun Raya Pucak, Maros.

Gratifikasi melalui sumbangan masjid juga diyakini datang dari kontraktor Petrus Yalim dan Thiawudy Wikarso. Keduanya masing-masing mentransfer Rp 100 juta ke rekening masjid.

Selanjutnya, penerimaan juga datang dari kontraktor yang mengerjakan proyek bibit talas Jepang di Tana Toraja, Kwan Sakti Rudy Moha.

Rudy disebut memberikan Rp 357 juta dengan alasan bansos COVID-19 melalui perempuan yang bekerja di rumah Nurdin, Nurhidayah.

Nurdin juga diyakini menerima titipan Rp 1 miliar dalam kardus dari kontraktor Robert Wijoyo dengan perantara Syamsul Bahri. Robert dan Nurdin menyebut kardus tersebut berisi beras tarone, tapi jaksa meyakini kardus itu sebenarnya berisi uang dan bukan beras sebagaimana keterangan Syamsul yang berasumsi kardus itu berisi uang.(*)

Berita Terkini